Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Apakah sambat dirasa cukup untuk menemani hilir-mudiknya kehidupan? Setelah mengeluh selama satu jam atau lebih soal tugas kuliah, pekerjaan, ketakutan tambah dewasa, dan pertanyaan ‘kapan’ yang menyebalkan, lalu mau ngapain lagi? Apakah perasaan sudah benar-benar lega dengan hanya sekadar mengeluh? Bila tidak, ada kabar baik. Sambat juga punya kawan. Ketika mereka dikombinasikan, barulah hidup terasa lebih ‘slay’, tapi ini baru kemungkinan loh, ya.
Setelah sambat, alangkah baiknya disertakan kawan dekatnya, yaitu curhat. Setelah mengeluh, keluarkan semua hal yang rasanya menyumbat perasaan, misalnya setelah mengeluh karena takut tambah dewasa, utarakan juga isi hati seputar persoalan yang membuat takut. Bila beruntung, teman curhat yang solutif dan berenergi positif bisa memberi satu, dua, tiga, atau lebih banyak saran dan nasihat, tetapi sekadar didengarkan saja juga sudah lebih dari cukup.
Bila rasanya sambat dan curhat belum mampu membuat tenang, terasa masih ada satu hal besar yang masih menyumbat perasaan dan agak susah untuk dikeluarkan, saatnya kawan sambat yang lain turut diundang. Ia adalah misuh. Kawan yang satu ini memang kadang agak ngegas karena ia berkarakter ‘badass’. Kata-kata yang mungkin keluar bisa agak kotor dan kurang enak didengarkan.
Namun, ada yang perlu diingat misuh-misuh yang dilakukan sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan orang lain sebab sepertinya sudah tidak ada kawan sambat lain yang bisa mengatasinya. Sambat tidak berkawan dengan baku-hantam dan pertengkaran. Lalu, bagaimana cara misuh yang lebih efektif?
Mungkin bisa dengan mengunjungi pantai, pegunungan, atau atap gedung, tapi tempat terakhir sepertinya tidak usah. Ombak di pantai akan menghalangi suara misuh-misuh didengar oleh orang lain. Begitu pun dengan pegunungan. Silakan keluarkan kata-kata yang agak kotor dan kurang enak didengarkan itu, tapi bila tempat-tempat itu sulit dijangkau, misuh-misuh saja di kamar mandi. Jangan lupa sambil menghidupkan keran.
Akan tetapi, sebetulnya ada tempat misuh lain yang mungkin jauh lebih efektif. Tidak memerlukan tempat yang jauh, tenaga yang lebih, dan tidak pula menyebabkan polusi suara dengan kata-kata kotor dan kurang enak didengar. Sediakan saja buku tulis atau selembar kertas dan pulpen. Tulislah di sana apa pun yang hendak diutarakan.
Sebenarnya masih ada tempat yang lain, sih. Kemungkinan juga lebih efektif. Tempat itu adalah media sosial, entah itu lewat cuitan, bikin utas, cerita, atau unggahan. Namun, misuh di tempat ini memerlukan kehati-hatian. Tanggapan orang lain sulit untuk dihindarkan karena mereka tidak selalu paham maksud dan tujuan unggahan yang isinya misuh-misuh itu.
Alternatif ini tetap bisa dipakai dengan keadaan aman bila akunnya berupa Twitter yang sepi pengikut, digembok, atau lewat second akun Instagram yang khususkan untuk unggahan sesuka hati dan teman-teman dekat. Tidak lupa, second akun ini juga diatur ke privasi pribadi. Kalau dipikir-pikir, sambat dan kawan-kawannya ini seperti sebuah jamuan makan. Sambat adalah hidangan pembuka, curhat sebagai hidangan utama, dan musuh sebagai hidangan penutup.
Discussion about this post