Kamis, 16/10/25 | 23:31 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Melek Bahaya Pestisida, Tingkatkan Kesadaran Hidup Sehat

Minggu, 04/9/22 | 07:24 WIB

Silvia Permata Sari
(Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas)

Kesehatan tubuh kita sangat tergantung dari apa yang kita makan. Dengan mengosumsi makanan yang aman dan sehat, akan dihasilkan tubuh yang sehat juga. Dalam menjaga hidup tetap sehat, sebagian orang mengonsumsi pangan yang dibudidayakan secara organik. Produk pangan yang dihasilkan dari budidayakan secara organik diyakini lebih sehat dan memiliki rasa yang lebih manis atau lezat. Hal itu karena produk pangan tersebut tidak mengandung residu kimia yang beracun.

Pestisida sintetik merupakan zat beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Hal ini disebabkan pestisida sintetik mengandung bahan kimia dan dapat menyebarkan radikal bebas. Bahan kimia seperti fungisida sintetik (untuk jamur), herbisida (untuk gulma), dan insektisida (untuk serangga) sering kali digunakan dalam pertanian konvensional (non-organik) yang residunya bisa saja tertinggal pada tanaman. Sedangjan radikal bebas dari pestisida dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh, seperti mutasi gen dan gangguan susunan syaraf pusat. Selain itu, residu bahan kimia beracun yang tertinggal pada produk pertanian dapat memicu kerusakan sel, penuaan dini, dan munculnya penyait degeneratif.

BACAJUGA

Kisah Sukses Petani Organik di Bukit Gompong

Belajar Membuat Kompos dari Sampah Rumah Tangga

Minggu, 12/2/23 | 07:49 WIB
Kisah Sukses Petani Organik di Bukit Gompong

Bertanam “Si Pedas Merah” dengan Good Agricultural Parctice (GAP)

Minggu, 21/8/22 | 07:00 WIB

Produk pangan konvensional yang menggunakan pestisida dan pupuk kimia biasanya meninggalkan residu. Dalam sebuah artikel penelitian yang ditulis oleh Marbun pada tahun 2015, residu dinyatakan paling banyak terdapat dalam sayuran adalah pada penggunaan pestisida organofosfat, pestisida jenis ini sangat digemari oleh petani karena memiliki daya basmi yang kuat yang biasanya digunakan pada sayuran tomat dan wortel. Dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa rata-rata penggunaan pestisida pada sayuran meninggalkan residu 0,5 mg/kg, namun demikian bila dikonsumsi secara terus-menerus akan mengakibatkan penumpukan residu pada tubuh yang tentu saja berbahaya bagi kesehatan.

Menurut WHO (World Health Organization), selama beberapa tahun terakhir banyak bermunculan penyakit akibat keracunan bahan kimia yang digunakan dalam budi daya pertanian konvensional (seperti pestisida sintetik dan pupuk kimia). Hal ini disebabkan pestisida sintetik yang disemprotkan ke tanaman akan masuk dan meresap ke dalam sel-sel tumbuhan, termasuk ke bagian akar, batang, daun, dan buah. Jika daun dan buah dimakan manusia, racun atau residu bahan kimia beracun tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia.

Dari beberapa penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pestisida sintetik merupakan salah satu penyebab timbulnya penyakit kanker, dan gangguan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, racun kimia klorin yang terdapat pada pestisida sintetik dapat menyebabkan penyakit kanker payudara. Zat kimia tersebut juga mampu terakumulasi (menumpuk) lama di dalam tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan yang tidak seimbang. Dari hasil berbagai penelitian, juga diketahui bahwa konsentrasi metabolit pestisida sintetik pada anak-anak yang mengonsumsi pangan non-organik lebih tinggi dibandingkan konsentrasi metabolit pestisida anak-anak yang mengonsumsi tanaman organik. Faktor kesehatan sangat diutamakan dalam budidaya tanaman secara organik, karena secara langsung berhubungan dengan kesehatan tanaman maupun kesehatan konsumen (manusia). Berdasarkan hasil pemeriksaan di laboratorium diperoleh tanaman dari hasil budidaya secara organik mengandung 58% zat polifenoloid. Zat polifenoloid adalah salah satu antioksidan yang berguna untuk mencegah penyakit kanker.

Selain itu, berbagai penelitian mengenai residu pestisida sintetik juga sudah dilakukan di beberapa negara Asia terhadap pekerja wanita yang bekerja di perkebunan dan berhubungan langsung dengan pestisida, seperti para pekerja yang ada di Malaysia. Hampir setiap hari mereka mengaplikasikan pestisida paraquat, methamidophos, dan monocrotophos di lahan perkebunan. Akibatnya para pekerja tersebut mengalami gangguan kesehatan yang kronis dan akut, seperti gatal-gatal, sesak nafas, sakit dada, nyeri otot, mata rabun, pusing, mual, dan sakit kanker. Penelitian juga dilakukan di Amerika terhadap para pekerja wanita yang tinggal di daerah yang aplikasi pestisidanya tergolong tinggi. Hasilnya para pekerja wanita tersebut memiliki resiko dua kali lebih tinggi melahirkan bayi dalam keadaan cacat dibandingkan dengan wanita yang tinggal di daerah yang tidak menggunakan pestisida sintetik.

Berdasarkan uraian di atas, mari kita tingkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap apa yang kita konsumsi. Aspek kesehatan dapat dijadikan alasan bagi kita untuk mulai berubah, dan menyayangi tubuh kita. Sudah saatnya kita beralih pada gaya hidup sehat, seperti memperhatikan kebersihan dan mengolah bahan pangan tersebut dengan benar. Selalu cuci terlebih dahulu sebelum dimakan, sebaiknya dicuci pada air mengalir. Kemudian kupas dan buang kulit terluar dari sayuran/bahan pangan tersebut sebelum dikonsumsi. Terakhir, masaklah produk pangan tersebut sampai matang (artinya tidak dikonsumsi dalam keadaan mentah), sehingga aman bagi kesehatan kita.

Tags: #Silvia Permata Sari
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Keberadaan Huruf H dalam Bahasa Indonesia

Berita Sesudah

Berbincang dengan Diri Sendiri

Berita Terkait

Jejak Peranakan Tionghoa dalam Sastra Indonesia

Jejak Peranakan Tionghoa dalam Sastra Indonesia

Minggu, 12/10/25 | 12:34 WIB

Oleh: Hasbi Witir (Mahasiswa Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas) Banyak dari kita mungkin beranggapan bahwa sejarah sastra Indonesia modern dimulai...

Makna Dibalik Puisi “Harapan” Karya Sapardi Tinjauan Semiotika

Makna Dibalik Puisi “Harapan” Karya Sapardi Tinjauan Semiotika

Minggu, 12/10/25 | 11:30 WIB

Oleh: Muhammad Zakwan Rizaldi (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas dan Anggota UKMF Labor Penulisan Kreatif)          ...

Puisi-puisi Ronaldi Noor dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Puisi Luka Gaza dalam “Gaza Tak Pernah Sunyi” Karya Hardi

Minggu, 05/10/25 | 23:48 WIB

Oleh: Ragdy F. Daye (Penulis dan  Sastrawan Sumatera Barat)   Kota ini bukan kota lagi. Ia museum luka yang terus...

Menyibak Sejarah melalui Manuskrip Surau Baru Pauh

Menyibak Sejarah melalui Manuskrip Surau Baru Pauh

Minggu, 05/10/25 | 23:29 WIB

Oleh: Febby Gusmelyyana (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)   Pada Jumat, 29 Agustus 2025, pukul 13.30...

Pandangan Khalil Gibran tentang Musik sebagai Bahasa Rohani

Konflik pada Cerpen “Pak Menteri Mau Datang” Karya A.A. Navis

Minggu, 05/10/25 | 23:11 WIB

Oleh: Faathir Tora Ugraha (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)   Ali Akbar Navis atau lebih dikenal A.A. Navis adalah...

Sastra Bandingan: Kerinduan yang Tak Bertepi di Antara Dua Puisi

Sastra Anak, Pondasi Psikologis Perkembangan Kognitif Anak

Minggu, 28/9/25 | 15:19 WIB

Oleh: Dara Suci Rezki Efendi (Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Setiap karya sastra pasti memiliki pembacanya masing-masing,...

Berita Sesudah
Optimalisasi Penyuntingan di Media Massa Digital

Berbincang dengan Diri Sendiri

Discussion about this post

POPULER

  • Afrina Hanum

    Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Seminar Ekonomi UNP Dorong Mahasiswa Jadi Penggerak Ekonomi Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Se Indonesia, seIndonesia, atau se-Indonesia?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Job Fair 2025 UNP Hadirkan Puluhan Perusahaan Ternama, Buka Peluang Karier bagi Lulusan Muda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemkab Solok Hentikan Sementara Kegiatan Wisata Glamping Lakeside Alahan Panjang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024