Oleh:
Dini Maulia, S.S., M.Hum.
(Dosen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Trend mengadaptasi lagu Jepang ke dalam bahasa Indonesia cukup populer di Indonesia. Dapat dilihat bagaimana grup JKT48 yang dibentuk pada tahun 2011 memulai debutnya di Indonesia dan meluncurkan lagu Jepang yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sebelum JKT 48, lagu-lagu yang menjadi soundtrack, baik kartun maupun film dari Jepang, lebih dulu populer diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Lagu-lagu tersebut juga populer seiring dengan kepopuleran penayangan kartun maupun film Jepang di Indonesia. Sebut saja anime, seperti Doraemon, Sailormoon, ataupun Dragon Ball. Terdapat juga film seperti Ksatria Baja Hitam RX ataupun Rindu-rindu Aizawa yang telah populer sejak tahun 1990-an.
Apabila ditelusuri kembali ke masa yang lebih lampau, ditemukan bahwa usaha menerjemahkan lagu Jepang ke dalam bahasa Indonesia telah dimulai sejak kedatangan Jepang ke Indonesia pada tahun 1942. Pada masa itu, anak-anak sekolah di Sumatera Barat (khususnya di derah Agam) mendapat kesempatan mendengar lagu-lagu Jepang melalui radio. Salah satu stasiun radio yang diketahui sering memutar lagu Jepang saat itu adalah stasiun RRI Bukittinggi. Stasiun ini juga memiliki nama dalam istilah Jepang, yaitu Sumatora Tyou Hozokyoku. Stasiun Radio ini kerap memutar lagu Jepang pada tahun 1942 dan masih menyimpan piringan hitam yang memutar lagu Jepang di masa itu hingga sekarang.
Beberapa anak juga mendengarkan lagu Jepang secara langsung dari pemuda-pemuda Jepang. Pemuda itu berstatus pelajar yang sering bergaul di tengah masyarakat pribumi dan memberikan motivasi kepada anak-anak untuk dapat menempuh pendidikan di sekolah. Saat itu beberapa sekolah di Sumatera Barat telah memiliki mata pelajaran bahasa Jepang yang diajarkan pada tingkat sekolah lanjutan (setara dengan SMP). Namun, tidak banyak masyarakat yang dapat menempuh pendidikan pada tingkatan ini. Hanya golongan bangsawan dan anak-anak dari pejabat pemerintahan yang dapat duduk di sekolah pada tingkatan lanjutan. Dari beberapa lagu Jepang yang dikenalkan kepada masyarakat Sumatera Barat, terdapat sebuah lagu yang tak lekang dalam ingatan masyarakat. Salah satunya lagu berjudul “Aikoku Koushinkyoku”. Lagu ini tidak hanya dinyanyikan dalam bahasa Jepang, tetapi juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Berikut penggalan lagu tersebut:
Miyo toukaino sora akete
Kyokujitsu takaku kagayakeba
Tenchi no seiki hasuratsuto
Kibou wa odoru oyamashima
Ooseirou no asa gumo ni
Sobi yuru Fuji no sugata koso
Kin ou muketsu yuruginanki
Waga nippon no hokorinare
Berikut terjemahan lirik dalam bahasa Indonesia.
Pandanglah langit fajar di laut timur
Matahari tertinggi bersinar-sinar
Semangatku gembira di dalam dada
Penuh-penuh harapan kepulauanku
Sebagai puncaknya Si Gunung Fuji
Pagi-pagi di atasnya berawan putih
Tidak ada cacatnya sedikit juga
Itulah kehormatan, Sejarah Nippon
Bagi masyarakat Sumatera Barat yang hidup di masa tersebut, lagu ini sangat populer dan melekat dalam ingatan hingga saat ini. Masyarakat yang tersebar di beberapa daerah Sumatera Barat, seperti Solok, Padang Panjang, dan Bukittinggi masih mengenal lagu ini dengan baik dalam versi bahasa Jepang maupun Indonesia. Kedua lirik lagu “Aikoku Koushinkyoku” dalam bahasa Jepang dan Indonesia diajarkan oleh bangsa Jepang sendiri. Ketika disenandungkan, tidak ada perbedaan irama antara lagu “Aikoku Koushinkyoku” dalam versi bahasa Jepang dan bahasa Indonesia.
Bila dilihat terjemahan liriknya, lagu ini menunjukkan kebanggaan masyarakat Jepang kepada negaranya. Terdapat lirik yang menggambarkan Gunung Fuji atau juga dikenal dengan Fujiyama. Seperti yang diketahui, Jepang merupakan negara yang dikelilingi oleh gunung merapi. Di antara banyak gunung yang terdapat di Jepang, Gunung Fuji merupakan gunung tertinggi yang memiliki tinggi 3776 m. Dalam lagu “Aikoku Koushinkyoku”, diungkapkan keindahan cahaya matahari yang bersinar dan Gunung Fuji yang menjulang tinggi. Melalui lagu ini, Jepang ingin memperkenalkan kepada Indonesia bahwa Jepang memiliki keindahan alam yang luar biasa. Bangsa Jepang adalah bangsa yang mencintai alam dan keindahannya dan bangsa ini selalu berterima kasih atas berkah yang telah diberikan oleh alam. (Yusuke, 2015: 34).
Dari sekian banyaknya lagu Jepang yang sering didengar masyarakat, lagu “Aikoku Koushinkyoku” sangat melekat di hati masyarakat Sumatera Barat. Dikatakan juga bahwa lagu ini selalu dinyanyikan untuk beberapa kegiatan penting yang diselenggarakan oleh pihak Jepang, seperti sebelum memulai pelajaran di sekolah, kegiatan-kegiatan rapat antarwarga Jepang dan pribumi, dan ketika baris berbaris. Masyarakat pada masa itu juga diajarkan rutinitas pagi oleh bangsa Jepang, di antaranya senam pagi yang dikenal dengan istilah taisou. Terdapat upacara yang biasa dilaksanakan setiap pagi pukul 06.30 WIB sampai 07.00 WIB. Masyarakat akan berbaris bersama tentara Jepang dengan menghadap ke arah matahari terbit.
Menurut Ramli (2018), beberapa aba-aba dalam bahasa Jepang juga diajarkan kepada masyarakat pada masa itu, di antaranya (1) aba-aba tennou haika ni saikerei yang berarti perintah untuk hormat kepada kaisar. Aba-aba ini merupakan perintah untuk menunduk dengan posisi punggung dan lengan kaki membentuk sudut 90 derajat. Dalam bahasa Jepang, posisi ini dikenal dengan istilah ojigi. (2) Aba-aba naore. Aba-aba ini untuk mengembalikan posisi menunduk menjadi posisi bersiap. (3) Aba-aba yasume. Aba-aba ini merupakan perintah untuk beristirahat.
Upacara tersebut dilakukan untuk menghormati matahari terbit. Konon katanya ritual ini memiliki hubungan erat dengan kepercayaan Jepang terhadap Dewa Matahari. Dewa Matahari atau Dewa Amaterasu merupakan dewa utama dalam kepercayaan Jepang. Beasley (2003:267) mengatakan bahwa pada tahun 1930 Jepang memiliki tradisi membungkuk dan memberi hormat untuk mengawali hari sekolah.
Pada masa itu, semua siswa sekolah membungkuk dan memberi hormat kepada potret raja yang tergantung dalam sebuah kuil. Hal ini kemudian juga diajarkan oleh Jepang kepada masyarakat Sumatera Barat. Setelah upacara dilakukan, masyarakat bersama dengan tentara Jepang akan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, termasuk di dalamnya lagu “Aikoku Koushinkyoku”.
Bagi masyarakat Sumatera Barat, lagu ini sangat istimewa sehingga melekat dalam ingatan untuk waktu yang lama. Mereka yang mengenal lagu ini ternyata juga mengajarkan lagu “Aikoku Koushinkyoku” kepada anak dan cucu. Tak heran lagu ini juga dikenal oleh orang-orang yang tidak bertemu langsung saat penjajahan Jepang terjadi di Sumatera Barat. Biasanya, lagu ini diperoleh dari nenek maupun ibu mereka yang hidup dan menyaksikan penjajahan di zaman Jepang. Lagu ini akan sangat jarang diperoleh dari kakek atau bapak karena ternyata sebagian besar pemuda saat itu lebih banyak terkuras perhatiannya untuk mencari kebutuhan keluarga sehingga tidak terpikir untuk menyanyikan lagu ini setelah Jepang tidak lagi menjajah. Namun, bagaimanapun, lagu ini memiliki kesan tersendiri di hati masyarakat pada saat itu. Selain menjadi lagu Jepang yang dapat dipelajari, lagu ini juga dianggap memiliki irama dan lirik yang dapat membangkitkan semangat ketika dinyanyikan.
Discussion about this post