Sebagai pengamat dan juga pengguna media sosial, saya tertarik dengan penggunaan kata “sultan” yang belakangan marak digunakan di media sosial. Sebutan “sultan” ditujukan untuk kalangan artis dan selebritis yang terkenal karena kesuksesan dan kekayaan mereka. Kata “sultan” tidak hanya digunakan di media sosial, bahkan salah satu headline terbaru majalah Forbes yang berbasis di Amerika Serikat juga menggunakan kata “sultan” untuk menyebut artis Raffi Ahmad dan istrinya, Nagita Slavina dengan judul headline halaman muka majalah mereka, The Sultans of Contents. Tentu bukan tanpa alasan Forbes menggunakan istilah “sultan” untuk pasangan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, melainkan karena kesuksesan mereka dalam dunia hiburan dan bisnis digital melalui Rans Entertainments. Dunia mengakui kesuksesan pasangan yang dijuluki “Sultan Andara” ini.
Selain Raffi dan Gigi, juga ada “sultan-sultan” media sosial lainnya, seperti Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah pemilik AHHA Management, Gilang Widya Pramana dan Shandy Purnamasari, pemilik kosmetik MsGlow, pasangan artis dan pengusaha, Syahrini dan Reino Barrack, serta musisi Maya Estianty dan suaminya, Irwan Mussry pengusaha jam tangan mewah. Deretan para “sultan” ini memiliki “kerajaan kesultanan” tersendiri yang diakui oleh warganet di media sosial atau jagat maya. Mereka juga sepertinya tidak keberatan, tidak membantah, dan menikmati julukan yang diberikan warganet tersebut. Ciri-ciri para “sultan” ini ditandai dengan pekerja keras, kekayaan yang berlimpah, rata-rata berusia muda, sukses di bidang masing-masing, ramah, dermawan, dicintai para penggemar, dan sering muncul di media sosial dengan deretan kekayaan, seperti hunian mewah bak istana raja, barang-barang branded, serta mengendarai mobil-mobil mewah sekelas Ferrari dan teman-temannya.
Secara kebahasaan, kata “sultan” berarti “raja”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa kata sultan secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘kekuatan raja’. Sementara itu, Wikipedia mendefinisikan kata sultan sebagai gelar di dunia muslim yang dipakai untuk berbagai kedudukan yang beragam dalam sejarah namun pada akhirnya gelar sultan digunakan untuk kepala monarki muslim yang berkuasa. Jadi, julukan “sultan” untuk para artis dan selebritis ini merupakan julukan untuk mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan seperti seorang raja karena kesuksesan dan kekayaan mereka. Mereka bukanlah raja dalam artian yang sesungguhnya, seperti halnya raja-raja dan sultan pada kerajaan-kerajaan yang ada dan diakui secara legal formal di Indonesia, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono di Yogyakarta, Sultan Kasunan Surakarta, Sultan di Kesultanan Cirebon, Sultan di Kesultanan Deli, Sumatera Utara, dan Sultan di Kesultanan Ternate.
Sultan di media sosial adalah orang-orang yang pekerja keras dan sukses dalam dunia bisnis dengan kekayaan berlimpah sehingga mereka memiliki kekuatan seperti seorang raja, bisa melakukan apa pun yang diinginkan, bisa membeli barang-barang mewah, bisa berlibur ke luar negeri, dan mempunyai rumah seperti istana raja. Seyogyanya, sebutan “sultan” untuk kalangan jet set ini adalah sebuah metafora atau kiasan yang mengandung multiinterpretasi dan dapat dikaji dengan semiotika (ilmu tanda), seperti yang disebutkan dalam artikel berjudul “Gaya Komunikasi Kaum Milenial Cermin Ideologi Budaya” oleh Dr. Sulastri, M.Hum. dan diterbitkan di Scientia, 30 Januari 2022.
Kesimpulan dan beban makna yang terkandung dalam kata “sultan” adalah julukan untuk orang-orang yang pekerja keras, terkenal, sukses dalam karier dan bisnis, serta memiliki kekayaan yanng berlimpah. Pelajaran penting dari para “sultan” media sosial ini adalah bekerja keraslah untuk sukses dan kaya-raya agar dapat menjadi “raja” pada bidang-bidang masing-masing dan “raja” untuk keluarga.