Jumat, 16/5/25 | 04:55 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KREATIKA

Puisi-puisi Alya Rekha Anjani dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Minggu, 02/1/22 | 07:00 WIB

Trivia

aku diam saat mendengar mereka bilang putih pada apa yang kulihat hitam
lidahku menjalar saat mencecap manis asin cawan mereka

mataku berlarian saat membaca kertas yang mereka tulis
tubuhku gesit melakukan apa yang mereka sepakati
tanganku galir saat mereka menuntunku ke lubang kelinci

hatiku dimiliki mereka yang menjadikan uang tuhannya
telingaku merekah lebar mendengar perintahnya

kakiku beku saat menaiki mobil yang mereka kendarai
mereka bilang aku melakukan hal yang baik
tapi mengapa terasa seperti Bonnie dan Clyde?

BACAJUGA

Polisi Ungkap Motif Ayah Tiri Bunuh Anak di Dharmasraya: Sakit Hati Ditagih Utang

Polisi Ungkap Motif Ayah Tiri Bunuh Anak di Dharmasraya: Sakit Hati Ditagih Utang

Kamis, 15/5/25 | 21:59 WIB
Sekda Dharmasraya Mundur dari Jabatannya, Ada Apa?

Sekda Dharmasraya Mundur dari Jabatannya, Ada Apa?

Kamis, 15/5/25 | 13:18 WIB

ragaku tenang saat mereka mengajariku menggenggam arang
nyawaku senang saat mereka mengajariku curang
jiwaku bersorak saat mereka memenangkan pengkhianatan
batinku bersulang saat mereka menyiram bensin pada api rumahku
Bekasi, 2021

Juvenil

mencintainya bagai mengendarai mobil baru sebelum jatuh ke jurang
mengingatnya seperti terjun bebas tanpa paralayang
kehilangannya bagai malam buta tanpa kunang
melupakannya seperti menahan waktu agar tak berdentang

kau tunjukkan tempat yang tak bisa kusinggah dengan orang lain
kau ajarkan nada yang tak bisa kudengar dengan orang lain
kau tak bisa bilang “kuat” tanpa-“ku”
pun, bajuku tak pernah “muat” tanpa-“mu”

hatiku adalah bejana yang kau jatuhkan
plester mustahil sembuhkan luka tembak
meloloskan diri dari kejaran ombak
keretaku raib oleh tangan perompak

bayangmu di kaca kini melangit
kau harus tahu, musik terapik tak pernah lahir
kisah cinta terbaik sepanjang masa telah mati
menapak jejak Peter dan Wendy
Bekasi, 2021

Dendam Hamlet

dendam adalah Hamlet yang memeluk angin
Hamlet yang mengejar bayangan
Hamlet yang menangkap air dengan jaring
Hamlet yang menyayat dengan pisau karatan

Dendam adalah Hamlet tanpa nyawa
helm tanpa kaca
mobil tanpa supir
bui tanpa sipir

dendam bagai TV tanpa antena
bagai pertandingan tanpa juri di arena
bagai memutar film tanpa pirsawan
bagai memainkan catur tanpa lawan

dendam adalah Hamlet yang berperang tanpa zirah dan pedang
menelan racun hingga geming
menyisa raga dalam hening

Bekasi, 2021

Biodata Penulis:

Alya Rekha Anjani, pemakan yang ngebut, tapi nggak gendut.
Ia merupakan mahasiswi Jurusan Pendidikan Agama Islam di UNISMA Bekasi.

 

 


Kegetiran Puisi


Oleh: Ragdi F. Daye
(buku terbaru yang memuat puisinya Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian, 2021)

 

dendam adalah Hamlet yang berperang tanpa zirah dan pedang
menelan racun hingga geming
menyisa raga dalam hening

 Acep Zamzam Noor dalam bukunya Puisi dan Bulu Kuduk (2021) mengungkapkan bahwa menulis puisi tak sesederhana buang ingus di trotoar. Menulis puisi butuh kekhusukan, penghayatan, pengendapan, dan pendalaman. Menulis puisi adalah mencipta, jadi harus serius, khusuk, dan jelas pertanggungjawabannya. Ide atau ilham yang muncul dari alam, dari lingkungan, dari kehidupan, dari realitas sosial dan politik, dari bacaan, atau dari suasana perlu diolah terlebih dulu sebelum dijadikan karya. Tak bisa sembarang ditulis tanpa proses pengendapan dan perenungan. Seperti halnya tubuh yang butuh makanan bergizi, untuk dapat asupan materi yang berkualitas sebagai bahan menulis puisi, seorang penyair perlu banyak membaca, baik membaca buku maupun membaca alam dan kehidupan sehingga dapat melahirkan karya yang bernas.

Karya puisi yang bernas biasanya tidak sekadar enak dibaca, namun juga mampu memancarkan kesan khusus yang merasuk hingga ke batin pembaca, yakni daya pukau untuk membangkitkan ingatan, pikiran baru, emosi, kesadaran, dan nurani. Puisi-puisi tersebut tak akan lalu sekali baca namun bergaung-gaung dalam benak seperti pengalaman pahit dan indah yang sulit dilupakan.

Mengawali tahun 2022 ini, Kreatika memuat tiga buah puisi dari Alya Rekha Anjani. Ketiga puisi dara Bekasi ini berjudul “Trivia”, “Juvenil”, dan “Dendam Hamlet”.

 Puisi pertama berjudul “Trivia”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata trivia adalah kumpulan benda, informasi, fakta, dan sebagainya yang tidak penting. Terasa ironis untuk kata ‘trivia’ yang bunyinya bernuansa riang dan cantik ternyata menyandang arti ‘tidak penting’. Apakah puisi pertama Alya ini sesuai makna dari judulnya? Ayo kita sigi! Puisi ini dibuka dengan larik-larik berikut: ‘aku diam saat mendengar mereka bilang putih pada apa yang kulihat hitam/ lidahku menjalar saat mencecap manis asin cawan mereka// mataku berlarian saat membaca kertas yang mereka tulis/ tubuhku gesit melakukan apa yang mereka sepakati/ tanganku galir saat mereka menuntunku ke lubang kelinci’.

Baris-baris tersebut menyuarakan reaksi ‘aku’ lirik atas kondisi yang dihadapinya. Ada kesan tidak senang, bingung, tunduk, dan penolakan. Bukan sesuatu yang menunjukkan antusiasme dan kegembiraan atas keadaan yang merupakan harapan. Meskipun ada sikap ‘aku’ yang seperti aktif pada larik ‘tubuhku gesit melakukan apa yang mereka sepakati’, namun ini bisa sebagai reaksi mekanistis tubuh yang berbuat secara spontan tanpa dorongan hati yang kadang terjadi ketika seseorang berada di dalam kerumunan atau melakukan rutinitas berulang yang menjemukan tetapi sudah dikuasai tubuh sehingga dapat bekerja di luar perintah si pemilik tubuh. Persis seperti mesin, seperti robot.

Aktivitas mekanistis ini dipertegas pada dua larik di bait tiga: ‘hatiku dimiliki mereka yang menjadikan uang tuhannya/ telingaku merekah lebar mendengar perintahnya’. Meskipun ‘aku’ melakukan segala tindakan dengan patuh dan sigap, namun semua itu tidak bersumber dari dirinya. Ia telah berada dalam kuasa ‘mereka yang menjadikan uang (sebagai) tuhannya’. Apa yang digambarkan oleh Alya di dalam puisi “Trivia” ini merupakan refleksi kehidupan industrial yang menempatkan manusia sebagai mesin-mesin yang bekerja kadang tak sesuai dengan kata hati nuraninya. Kesepakatan bisnis yang berpijak pada tujuan mencari untung sebesar-besarnya (menjadikan uang sebagai Tuhan) membuat manusia kehilangan identitasnya sebagai makhluk yang memiliki otonomi terhadap kehidupannya untuk memilah dan memilih mana yang baik.

Antiklimaks dari realitas tersebut disajikan Alya di bait terakhir: ‘ragaku tenang saat mereka mengajariku menggenggam arang/ nyawaku senang saat mereka mengajariku curang/ jiwaku bersorak saat mereka memenangkan pengkhianatan/ batinku bersulang saat mereka menyiram bensin pada api rumahku.’ Orang-orang yang ditaklukkan tersebut akhirnya menjadi trivia, kumpulan yang tidak penting, yang bisa dikontrol, dikendalikan, dihancurkan, dipakai atau dibuang sesuka hati penguasanya, seperti kerbau yang telah dicucuk hidungnya. Puisi yang getir sekali!

Ada pesona unik pada puisi-puisi Alya, sensasi pahit yang menarik untuk terus ditelusuri sampai di mana ujung sakitnya. Ada jejak-jejak luka dalam imaji Alya yang terus berlanjut pada puisi kedua berjudul “Juvenil” yang lagi-lagi paradoks. Judul yang kedengaran indah seperti nama bunga (daffodil) ternyata di batin puisi ada teror psikologis yang menggidikkan. Bayangkanlah imaji ini ‘mobil jatuh ke jurang’, ‘terjun bebas dari langit tanpa parasut’, ‘tersesat di kegelapan malam’, dan ‘bunyi dentang jam’ di bait ‘mencintainya bagai mengendarai mobil baru sebelum jatuh ke jurang/ mengingatnya seperti terjun bebas tanpa paralayang/ kehilangannya bagai malam buta tanpa kunang/ melupakannya seperti menahan waktu agar tak berdentang’.

Secara terminologi, juvenil (dilafalkan ju·ve·nil) berarti muda, masuk golongan pemuda; terjadinya semasa masih muda; atau berkaitan dengan orang muda, biasanya di bawah umur yang masih dalam wajib belajar. Pemilihan judul ini menyiratkan pengertian tentang masa muda yang labil dan bergolak, penuh dengan hal-hal tidak bijak yang dapat menimbulkan penyesalan di kemudian hari karena menurutkan jiwa muda yang menggebu-gebu. Akhirnya, meninggalkan kekacauan yang diungkapkan dalam larik ‘hatiku adalah bejana yang kau jatuhkan’. Bejana yang jatuh akan pecah, rusak, tak akan utuh lagi. Lalu Alya menulis ‘kau harus tahu, musik terapik tak pernah lahir/ kisah cinta terbaik sepanjang masa telah mati’.

Ada sesak dan gulana yang dilampiaskan Alya melalui puisi-puisinya, entah disadari atau tidak. Pembaca yang pernah mengalami kegundahan yang sama tentu akan merasakan pedihnya, mengendus aroma getirnya sambil mematut-matut pengalaman hidup sendiri.[]

 Catatan:

Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini disediakan untuk penulis pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.

ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-puisi Zikri Amanda Hidayat

Berita Sesudah

Genocide Effect dalam Novel Laut Bercerita Leila S. Chudori

Berita Terkait

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Minggu, 11/5/25 | 07:10 WIB

Puisi-puisi Farha Nabila   Kanak-Kanak dalam Diri Tatkala kutemukan diriku dalam relung kesepian Yang disana takkan kutemukan dengungan sumpah serapah...

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Cerpen “Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat” karya Balqin Adzra dan Ulasannya oleh M. Adioska

Minggu, 04/5/25 | 08:40 WIB

Sejauh Apapun, Kau Akan Selalu Hebat Karya: Balqin Adzra   “Silahkan mampir! Kami mempunyai mochi varian baru!” teriak sang penjual...

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

Minggu, 27/4/25 | 16:31 WIB

Puisi-puisi Feiruzy Azzahra   Merindu Nagari Nan Jauh Tiap langkah yang menapak Meninggalkan rindu yang menjejak Risau nan gulandah memenuhi...

Cerpen “Rantau Nan Jauh” Karya Salman Luthfi Al Fayyadh dan Ulasannya Oleh Azwar

Cerpen “Rantau Nan Jauh” Karya Salman Luthfi Al Fayyadh dan Ulasannya Oleh Azwar

Minggu, 20/4/25 | 20:36 WIB

Rantau Nan Jauh Cerpen Karya: Salman Luthfi Al Fayyadh   Kalian tidak akan percaya jika kuceritakan matahari yang mendaki Singgalang...

Puisi-puisi Fatma Hayati dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Puisi-puisi Fatma Hayati dan Ulasannya Oleh Dara Layl

Minggu, 13/4/25 | 20:49 WIB

Puisi-puisi Fatma Hayati   Daster Ibu Tiba-tiba terdengar suara Kreeekkk..... "Daster ibu sobek" Aku spontan berteriak ke arah ibu Ibu...

Cerpen “Baganti jo Kain Hitam” Karya Athifaleaa dan Ulasannya oleh M. Adioska

Cerpen “Baganti jo Kain Hitam” Karya Athifaleaa dan Ulasannya oleh M. Adioska

Minggu, 30/3/25 | 17:36 WIB

Baganti jo Kain Hitam Karya: Athifaleaa   Di tengah udara yang hangat, di sebuah desa di Minangkabau, kehidupan terasa penuh...

Berita Sesudah
Eksistensi Magis pada Dunia Realis dalam Novel Natisha Persembahan Terakhir

Genocide Effect dalam Novel Laut Bercerita Leila S. Chudori

Discussion about this post

POPULER

  • Sekda Dharmasraya Mundur dari Jabatannya, Ada Apa?

    Sekda Dharmasraya Mundur dari Jabatannya, Ada Apa?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Polisi Ungkap Motif Ayah Tiri Bunuh Anak di Dharmasraya: Sakit Hati Ditagih Utang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024