Rizky Amelya Furqan, S.S., M.A.
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Kehidupan masyarakat dalam mengenal kesusasteraan pada awalnya dapat melalui dua media, yaitu media lisan dan media tulisan. Bahasa tulis hadir dalam bentuk sastra koran ataupun buku, sedangkan bahasa lisan telah berkembang sebelumnya. Hal ini bisa dilihat dalam kehidupan tradisi lisan di Indonesia, baik itu berupa cerita rakyat ataupun puisi serta sajak. Kehidupan bahasa atau sastra lisan bisa berkembang menjadi sastra tulisan begitu juga sebaliknya.
Tidak hanya bahasa tulis dan bahasa lisan, tetapi juga teknologi menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat pascamodern saat ini. Segala sesuatunya bisa dipermudah dengan adanya teknologi. Internet merupakan salah satu hasil dari kemajuan teknologi saat ini. Hampir semua orang menggunakan internet dalam kehidupan sehari-harinya. Internet juga memengaruhi perjalanan kehidupan kesusastraan di Indonesia. Banyak karya-karya sastra mulai dikenalkan melalui media internet. Hal ini, dikenal sebagai sastra digital. Hal inilah yang menjadi fenomena sejarah kesusastraan Indonesia saat ini. Mulai banyak aplikasi-aplikasi yang memberikan layanan untuk pengguna agar bisa menulis apa pun yang mereka inginkan, misalnya aplikasi Wattpad, Tumblr, dan sebagainya.
Banyak para penerbit yang telah menerbitkan buku ataupun puisi dari penulis-penulis yang ada pada aplikasi online, seperti wattpad dan tumblr tersebut. Salah satunya, penerbit Bentang Pustaka yang selalu melirik penulis-penulis baru yang bermunculan dari media online tersebut. Tak jarang Bentang Pustaka juga mengadakan event-event melalui Wattpad ataupun Tumblr untuk mencari para penulis yang karyanya bisa diterbitkan.
Media online yang memengaruhi kehidupan kesusastraan Indonesia tidak hanya berkaitan dengan itu. Namun, juga munculnya puisi-puisi yang dicampurkan dengan musik. Soundcloud dan Instagram menjadi salah satu media yang dimanfaatkan oleh para pembaca puisi tersebut. Dahulu salah satu akun instagram dan soundcloud yang paling banyak diikuti adalah akun “Melodydalampuisi”. Akun ini dikelola oleh Panji Ramdana. Namun, semenjak tahun 2020 akhir Panji mengubah haluan penulisannya pada media cetak, tetapi dipasarkan secara online. Saat ini, akun Instagram lain yang banyak diikuti adalah @tempatbercakap.
Perubahan-perubahan dapat terlihat terjadi dalam kehidupan kesusastraan di Indonesia. Orang-orang sepertinya tidak menyukai lagi membaca puisi di kamar sendiri-sendiri. Namun, lebih suka membaca puisi di depan umum, bahkan juga diikuti oleh musik. Tidak hanya itu, pembacaan-pembacaan puisi pun juga sudah disebar di media-media online. Banyak akun-akun yang juga mengadakan event-event kepada para pengguna media online tersebut agar berpartisipasi dalam event yang mereka buat. Pada masa pandemi ini, kegiatan pembacaan puisi secara online semakin marak dilakukan.
Tranformasi pembacaan puisi dengan menggunakan media yang berbeda adalah salah satu fenomena yang terjadi. Dahulunya, tradisi berpuisi merupakan tradisi kuno dalam masyarakat. Puisi yang paling tua adalah mantra. Dalam masyarakat desa di Jawa, terdapat tradisi mendendangkan tembang-tembang Jawa pada saat acara jagong bayi atau pesta-pesta. Tamu yang hadir tidak hanya mendengarkan lagunya, tetapi juga isi puisinya yang mengandung cerita atau nasihat. Contoh lain dalam dialog-dialog ketoprak dan ludrug dalam drama tradisional Jawa atau dialog-dialog yang digunakan dalam Randai di Sumatera Barat juga menggunakan bentuk puisi. (Waluyo, 1987: 2). Kemudian, puisi berkembang dari bahasa lisan pada puisi bahasa tulis. Hal ini terliaht dengan terbitnya puisi-puisi cetak pada masa balai pustaka, pujangga baru, angkatan 45 yang dipelopori oleh Chairil Anwar dan seterusnya. Dengan demikian, terlihat bagaimana transformasi puisi dari penggunaan puisi dalam bentuk lisan yang dipentaskan ataupun dipertontonkan kemudian beralih pada puisi-puisi cetak.
Wiil Derk telah membahas dalam esainya yang berjudul Pusat-Pusat Sastra Lokal dan Regional di Indonesia. Derk mengatakan bahwa ada sebuah majalah sastra yang bernama Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP) yang diprakarsai oleh Kusprianto Namma berfungsi “sebagai rumah tanpa pintu” yang bisa dimasuki oleh siapa saja. Dari majalah sastra ini ada para penulis muda yang tidak bisa mengembangkan kaprahnya di ibu kota karena sudah dikuasai oleh penulis-penulis terkenal. Ada program pekan seni dan festival teater dalam perkumpulan mereka. Ada juga lokakarya-lokakarya mengenai penulisan naskah drama untuk televisi. Demikian juga bentuk-bentuk hibrida seperti “musikalisasi puisi”, “dramatisasi puisi”, atau bahkan yang agak membingungkan , “puisikalisasi” wayang Jawa atau bahkan hadrah. (Derk, 403)
Dari penjabaran di atas, dapat diketahui bahwa pembacaan puisi yang dipertontonkan di depan umum memang sudah ada atau sudah mulai digalakkan oleh RSP pada tahun 1994 sehingga sampai saat ini hal tersebut bukanlah hal asing lagi walaupun pada saat itu hal tersebut adalah fenomena yang sering dibicarakan. Namun, berbeda jika pembacaan puisi yang diikuti musik dibacakan melalui media atau platform yang tersedia di internet.
Lebih jauh, Zervous (2002) membatasi puisi multimedia atau digital sebagai jenis puisi yang menggunakan program-program komputer. Puisi yang tidak lagi hanya sederet huruf dan kumpulan kata-kata yang bermakna, tetapi juga sudah menjadi sebuah animasi atau bentuk yang bergerak, berwarna, berbunyi dan berlatar lukisan atau foto. “a significant contribution to the genre of writting called poetry and he called that writting cyber poetry.” Hal inilah yang bisa disebut dengan sastra cyber karena sudah menggunakan aplikasi tertentu dalam penulisan puisinya, seperti tulisan-tulisan yang ada pada game. Media yang digunakan dalam penulisan karya sastra akan selalu mengikuti perkembangan zaman sehingga selalu menarik untuk dibicarakan.
Discussion about this post