Semu
Lika-liku kenyataan telah mewarnai penuh kelakar
Fana, aku menempatinya kadang tanpa sadar
Aku hendak ke mana setelah sumbu bumi berhenti berputar
Saat paruku tak lagi mampu bergetar
Kadang aku lupa jalan
Waktuku masih terbuang tanpa kemanfaatan
Yaa Rabb…
Andai engkau jemput daku dalam kemaksiatan
Apa dayaku yang masih kurang dalam beramal?
Apa langkahku menebus dosa tuk jadi ampunan?
Ibadahku tak seberapa, dosaku berserakan di mana-mana
Sedang karunia-Mu selalu mengucur tanpa jeda
Kuyakini, tujuan perjalanan ini kan abadi
Kusadari, bekalku belumlah mampu tuk menemani
Entah akan tercampak daku ke dalam Jahannam-Mu
Atau cinta-Mu kan mengampuniku
Akankah syafa’at yang kuidamkan mampu menyelamatkanku?
Sedang shalawatku masih ragu-ragu
Amalan tunduk patuhku pada-Mu masih jauh dari harapan Rasul-Mu
Aku termangu, sungguh aku ragu
Seakan dunia telah melenakanku
Membawa damai penuh palsu, semu
Rabb, dekap hatiku, aku sungguh merindu-Mu
Hamparan Rindu, 6 Juli 2021
Rasa, Senja, dan Hujan
Seiring jatuhnya bulir-bulir rindu di awal malam
Aku meminta kerahmatan penuh harapan
Berharap tangisan langit malam ini kan menyejukkan
Membebaskan sukma dari belenggu kekufuran
Menggenangi jiwa dengan cinta-Nya penuh kesyukuran
Memeluk tarian hujan yang berjatuhan
Memandang rintik menyirami segenap kerisauan
Mengalun riuh dentingan di genteng angan
Lembut, menembus sukma di palung terdalam
Kerana atmaja jelmaan kuasa-Nya
Kutumpangkan doa di setiap iramanya
Allahumma shayyiban naafi’an…
Teras Imajinasi, 29 September 2021
Cinta untuk Tuhan
Rintik-rintik masih berjatuhan
Sisa guyuran cinta Sang Pemilik Alam
Kuseruput secangkir madu penuh kepahitan
Di kala senja membawa damai dalam kebisingan
Andai payoda mampu mengikis luka
Deraian atmaja sanggup menghapus duka
Tetaplah qalbu bernyawa layaknya masa
Bertambah usia walau penuh duka jua bahagia
Aku hanyalah secuil kasih-Nya yang menjelma jadi sebongkah nama
Tapi sayang-Nya kan selalu merayap bak bunga sakura di musimnya
Terus bertambah walau dibalasi dengan cela
Akan meningkat kala syukur terucap sempurna
Maha Cinta yang selalu kucinta
Persembahan segenap rasa dari dalam jiwa
Blue City, 7 Maret 2021
Bait Harapan
Ketika mata enggan terpejam
Saungan rindu menari-nari dalam bayangan
Nirwana menjelma di tengah kesuraman
Rembulan seakan malu tuk menatap malam
Butiran kerikil serasa menghamburi paru-paru
Menyesakkan…
Aku tenggelam dalam harapan
Terjebak dalam rindu tanpa sasaran
Terperangkap kungkungan angan dan impian
Rabbiy…
Pada-Mu segalanya kukembalikan
Pada-Mu seutuhnya kupasrahkan
Kubalut lara dalam kenangan
Kubungkus harapan untuk kumohonkan
Berharap Engkau mewujudkan
Agar inginku bertemu dengan kehendak-Mu dalam bilik Kekuasaan
Long City, 2 Maret 2021
Biodata Penulis:
Fitria Sartika, M.Pd. yang akrab disapa Fitria/Fit ini merupakan salah satu pengurus FLP Sumbar bagian divisi karya. Perempuan kelahiran 1993 ini juga founder Forum Literasi Mahasiswa Pascasarjana (FLMP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Artikel-artikelnya telah terbit di beberapa jurnal nasional dan internasional, dapat diakses di akun GS Fitria Sartika. Penulis dapat dihubungi melalui surel fitriasartika22@gmail.com, IG: fitriasartika24oke, Fb: Fitria Sartika Panai, dan WA: 0853 5537 7868
Sisi Religius Puisi
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku terbaru yang memuat puisinya Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian, 2021)
Memeluk tarian hujan yang berjatuhan
Memandang rintik menyirami segenap kerisauan
Karya sastra bercorak religius banyak terdapat dalam khazanah sastra Indonesia, misalnya dalam puisi-puisi Abdul Hadi WM, Mustafa Bisri, Emha Ainun Nadjib, D. Zawawi Imron, dan Taufiq Ismail. Menurut Sutan Takdir Alisjahbana (dalam Kiftiawati, 2020), sastra religius adalah sastra bertendens, yaitu karangan yang penuh susila, memperhubungkan antara sosial, kemanusiaan, dan nasihat-nasihat tentang moral dan ketuhanan. Sementara itu, Goenawan Mohammad merumuskan sastra religius sebagai genre sastra yang bermaksud memberikan jawaban dengan berbasiskan nilai-nilai yang bersifat tradisional keagamaan. Wujud religiusitas dalam kehidupan manusia tidak hanya ketika seseorang melakukan ibadah saja tetapi juga ketika melakukan aktivitas kehidupan lainnya.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat empat buah puisi karya Fitria Sartika. Keempat puisi tersebut berjudul “Semu”, “Rasa, Senja, dan Hujan”, “Cinta untuk Tuhan”, dan “Bait Harapan.” Puisi-puisi Fitria sangat dekat dengan defini sastra religius di atas. Pada puisi pertama misalnya, “Semu”, Fitria menulis ‘Lika-liku kenyataan telah mewarnai penuh kelakar/ Fana, aku menempatinya kadang tanpa sadar/ Aku hendak ke mana setelah sumbu bumi berhenti berputar/ Saat paruku tak lagi mampu bergetar.’ Bait ini berisi perenungan tentang bagaimana nasib seseorang setelah kematiannya. Hal ini menyangkut kesementaraan kehidupan dunia. Setelah meninggalkan dunia, umat manusia akan memasuki alam akhirat dan akan menerima dua kemungkinan, masuk ke dalam surga atau neraka. Klausa ‘sumbu berhenti berputar’ mengacu pada Hari Kiamat sedangkan ‘paruku tak lagi mampu bergetar’ bermakna kematian seorang manusia.
Selain tentang kematian dan alam akhirat yang menyangkut misteri waktu, Fitria juga menulis tentang fenomena alam: ‘Seiring jatuhnya bulir-bulir rindu di awal malam/ Aku meminta kerahmatan penuh harapan/ Berharap tangisan langit malam ini kan menyejukkan/ Membebaskan sukma dari belenggu kekufuran/ Menggenangi jiwa dengan cinta-Nya penuh kesyukuran.// Memeluk tarian hujan yang berjatuhan/ Memandang rintik menyirami segenap kerisauan…’ Manusia beriman dituntun untuk selalu memandang gejala alam sebagai tanda-tanda kekuasaan Sang Pencipta. Apa yang terjadi di bumi tidak lepas dari pengawasannya. Manusia disuruh untuk menggunakan akal pikiran agar dapat berprasangka baik kepada Tuhan.
Di dalam Alquran terdapat sejumlah ayat yang berisi tentang keutamaan sikap seorang manusia beriman dalam mencermati fenomena alam. “Sungguh, pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang mukmin. Dan pada penciptaan dirimu dan pada makhluk bergerak yang bernyawa yang (di bumi) terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) untuk kaum yang meyakini. Dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dengan (air hujan) itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering); dan pada perkisaran angin terdapat pula tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berakal.” (Q.S al-Jatsiyah/ 45: 3-5).
Perenungan yang bersumber dari kesadaran religius juga terlihat dalam puisi “Bait Harapan” ini. Fitria menulis ‘Butiran kerikil serasa menghamburi paru-paru/ Menyesakkan…/ Aku tenggelam dalam harapan/ Terjebak dalam rindu tanpa sasaran/ Terperangkap kungkungan angan dan impian.’ Salah satu penyakit hati manusia adalah panjang angan-angan. Harapan memang dapat menjadi energi agar kita lebih bersemangat mengejar kehidupan di dunia. Namun, apabila terlalu sibuk berangan-angan, hal itu justru dapat merusak kehidupan, seperti butir kerikil dalam paru-paru.
Sebagai ekspresi kehidupan rohaniah, puisi religius dapat ditulis oleh siapa saja untuk dinikmati sendiri ataupun dibaca orang lain sebagai refleksi batin. Membaca karya sastra berhubungan dengan sisi ruhaniyah manusia. Di dalam khazanah sastra Indonesia, kita dapat temukan dalam puisi karya dua orang sastrawan legendaris tanah air berikut.
Berjalan di Belakang Jenazah
Karya Sapardi Djoko Damono
berjalan di belakang jenazah angin pun reda
jam mengerdip
tak terduga betapa lekas
siang menepi, melapangkan jalan dunia
di samping: pohon demi pohon menundukkan kepala
di atas: matahari kita, matahari itu juga
jam mengambang di antaranya
tak terduga begitu kosong waktu menghirupnya
1967
Sebelum Sapardi, Chairil Anwar juga telah menulis sebuah puisi yang menggetarkan kalbu seorang hamba:
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling
13 November 1943
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini disediakan untuk penulis pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post