Yudhistira Ardi Poetra, M.I.Kom.
(Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya)
Pemberitaan tentang Komisi Penyiaran Indonesia atau lebih sering dikenal dengan KPI sedang memanas dalam beberapa waktu belakangan ini. Akhir Agustus 2021 lalu, muncul kabar tidak mengenakkan di lingkungan KPI ke tengah masyarakat yang tersebar melalui beberapa akun media sosial. Kabar itu mengenai dugaan tindak bullying hingga pelecehan seksual yang diterima oleh salah seorang pegawai KPI oleh beberapa orang rekannya yang juga sesama pekerja di KPI. Semua detail kejadian yang dianggap sebagai tindakan pelecehan seksual tertuang pada surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo yang ditulis oleh korban. Peristiwa ini menjadi lebih viral dan besar setelah diketahui bahwa peristiwa pelecehan yang dilakukan di lingkungan KPI ini telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Tindakan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan KPI membuat citra lembaga negara tersebut menjadi semakin buruk. Menurut Frank Jefkins dalam Soemirat dan Elvinaro Ardianto (2007), citra merupakan kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. Jika diperhatikan lebih mendalam, KPI menjadi salah satu lembaga negara yang sering mendapat respon negatif dan mempengaruhi citranya kepada masyarakat. Di antara banyaknya respon tersebut, sebagian besar merupakan kritikan dengan nada-nada yang pedas dan cenderung mempertanyakan kinerja KPI. Masyarakat mempertanyakan beberapa hal-hal lucu aneh yang dibuat oleh KPI, seperti penyensoran pakaian renang pada beberapa tokoh kartun, peneguran pada penayangan kartun Spongebob yang dianggap melanggar norma-norma, pelarangan iklan Shopee yang dibintangi girlband asal Korea Selatan, Blackpink, karena menggunakan rok mini, hingga masih diperbolehkannya tayangan-tayangan yang tidak edukatif tayang di televisi.
Kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkungan KPI mengalami peristiwa-peristiwa yang lucu. Orang-orang yang disebut menjadi pelaku dalam kasus ini malah melaporkan balik si pembuat surat terbuka dengan Undang-Undang ITE. Sebuah kejadian yang pastinya membuat beberapa masyarakat yang sudah marah menjadi semakin marah kepada KPI. KPI dianggap tidak bisa menjaga keharmonisan lingkungan kerja dan tidak bisa mengambil keputusan tegas dalam kasus ini. Fenomena ini bisa memberikan memberikan pesan kepada masyarakat bahwa sesuatu yang sangat buruk sedang terjadi di dalam KPI.
Belum selesai permasalahan pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI, KPI kembali mendapat perhatian publik di awal bulan September sehubungan dengan bebasnya Saepul Jamil dari penjara setelah 5 tahun 7 bulan mendekam di sana. Saepul Jamil mendekam di sana karena terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan penyuapan kepada panitera. Keluarnya Saepul Jamil dirayakan oleh orang-orang terdekatnya dengan suka cita seraya mengalungkan bunga bagai seorang juara olimpiade dan diliput oleh banyak media. Perhatian publik semakin tertuju ke sana setelah Trans TV mengundang Saepul Jamil pascasatu hari pembebasan dirinya. Hal ini lah yang membuat masyarakat menuntut KPI agar melarang media menampilkan Saepul Jamil di setiap program mereka.
Publik menyayangkan cara media memperlakukan selebriti mantan pidana kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur tersebut layaknya seorang juara yang dielu-elukan. Masyarakat menyayangkan KPI yang dianggap lalai dalam mengawasi media-media yang menghadirkan sosok yang dicap sebagai predator tersebut dihadirkan sebagai orang yang baru keluar dari penjara yang seakan menyiksanya. Masyarakat juga kecewa kepada media yang telah mencoba membuat framing kepada masyarakat bahwa orang seperti Saepul Jamil layak untuk disambut kembali ke media setelah menjalani hukuman yang sangat berat. Media mencoba mengenalkan Saepul Jamil dengan citra baru dan meminta masyarakat agar bisa memaafkan serta melupakan kesalahannya secara tersirat.
Ada istilah baru yang dikenalkan ke masyarakat setelah kejadian ini ramai dibicarakan di berbagai media dan mengundang banyak public figure mengutarakan pendapatnya melalui berbagai platform media, yaitu glorifikasi. Kata glorifikasi muncul pada judul video yang diunggah oleh Narasi TV pada 4 September 2021, yaitu “Saipul Jamil dan Bahaya Glorifikasi Pelaku Kekerasan Seksual”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), glorifikasi merupakan sebuah proses, cara, perbuatan meluhurkan maupun memuliakan. Dalam kasus ini, media dianggap sudah melakukan upaya pemuliaan atau pemberian penghargaan pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur.
Kegiatan glorifikasi yang dilakukan oleh media kepada seorang mantan narapidana kasus pelecehan anak di bawah umur merupakan seseuatu yang sangat berbahaya dari sudut pandang komunikasi. Media massa memiliki fungsi komunikasi untuk setiap individu yang menjadi komunikannya. Salah satu fungsi komunikasi yang dilakukan oleh media massa adalah penyebaran nilai-nilai. Media massa yang merupakan perwakilan dari gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, serta dibaca oleh komunikan. Media massa dapat memperlihatkan kepada kita bagaimana mereka bertindak serta apa yang mereka harapkan dari tindakan mereka (Prasetyo, 2020). Ketika media melakukan glorifikasi terhadap Saepul Jamil di hadapan masyarakat, itu menandakan bahwa media sedang menyebarkan nilai-nilai kebaikan dan pemuliaan mengenai Saepul Jamil kepada masyarakat.
Sebagai lembaga tertinggi dalam mengatur dan mengawasi kualitas penyiaran di Indonesia, KPI menanggapi kritikan dari masyarakat terkait siaran pembebasan Saipul Jamil dari penjara yang dilakukan oleh media. Tanggal 6 September 2021 yang lalu, KPI sudah membuat surat kepada seluruh lembaga penyiaran agar tidak mengulang dan membuat kesan merayakan pembebasan Saipul Jamil. Selain itu, KPI berharap muatan terkait hal-hal seperti, penyimpangan seksual, prostitusi, narkoba, dan tindak melanggar hukum lainnya yang dialami oleh artis atau publik figur dapat disampaikan secara berhati-hati dan diorientasikan kepada edukasi publik. Namun, sedikit disayangkan, KPI tidak menjelaskan lebih rinci penjelasan mengenai masih diperbolehkannya Saipul Jamil tampil di TV untuk tayangan edukasi kepada masyarakat bahayanya kekerasan seksual. Oleh sebab itu, KPI lagi dan lagi menuai kritikan dan menuai respon negatif dari masyarakat Indonesia.
Media merupakan sumber informasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengetahui kejadian dan peristiwa yang terjadi di sekitar. Media diharapkan selalu konsisten untuk menyediakan siaran-siaran bermutu kepada masyarakat, bukan sekedar meraup keuntungan dari hal-hal yang dianggap akan laku. Dengan demikian, pengelola media juga harus menggunakan pikiran dan perasaan mereka lebih baik lagi dalam menyediakan tayangan-tayangan baik yang bersifat informatif, edukatif, maupun hiburan kepada publik. Masyarakat sebagai penonton juga tentu berharap kepada orang-orang yang berada dan bekerja di lingkungan KPI agar lebih tegas dan cerdas lagi menjalankan wewenang mereka sebagai “Komisi Penyiaran Indonesia”.