Sabtu, 12/7/25 | 21:01 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Dirgahayu HUT RI Ke-76, Benarkah?

Minggu, 15/8/21 | 07:56 WIB
Oleh: Ria Febrina (Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)

Tulisan yang berjudul “Dirgahayu HUT RI Ke-76, Benarkah?” ini tidak bertujuan untuk mempertanyakan apakah Negara Republik Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke-76 atau tidak. Dalam tulisan ini, yang akan dibahas ialah penulisan kalimat ucapan tersebut apakah sudah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia atau belum. Mengapa demikian?

Setiap 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan. Salah satu wujud kebahagiaan tersebut dilahirkan dalam bentuk bahasa. Setiap orang menulis ucapan selamat merayakan hari kemerdekaan di berbagai media sosial yang dimiliki, seperti Instagram, Facebook, dan Whatsapp. Bahkan, Pemerintah Republik Indonesia juga membuat ucapan selamat di berbagai media komersial yang ada, seperti surat kabar, televisi, media online, spanduk, dan baliho. Terkait ucapan selamat tersebut, ternyata ada tulisan yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, baik terkait kelogisan maupun terkait penggunaan ejaan.

Pertama, ketidaklogisan. Di antara ucapan selamat yang ada, terdapat ketidaklogisan kalimat yang dihasilkan pengguna bahasa Indonesia dalam menggunakan kata dirgahayu dan hari ulang tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat ucapan “Dirgahayu HUT RI Ke-76”. Apa yang salah pada kalimat ucapan ini?

Dirgahayu merupakan kata serapan dalam bahasa Indonesia yang diambil dari bahasa Sansekerta. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), dirgahayu merupakan kata sifat yang bermakna berumur panjang. Kata dirgahayu biasanya ditujukan kepada negara atau organisasi yang sedang memperingati hari jadi, misalnya Dirgahayu Republik Indonesia yang bermakna panjang umur Republik Indonesia.

BACAJUGA

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Perempuan Indonesia Tidak Mengenal Mekap

Minggu, 06/7/25 | 10:35 WIB
Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB

Namun, banyak yang tidak mengetahui bahwa dirgahayu bermakna panjang umur sehingga digabungkan dengan frasa hari ulang tahun. Akibatnya, mereka menuliskan ucapan berupa (1) Dirgahayu HUT RI, (2) Dirgahayu HUT RI Ke-76, atau (3) Dirgahayu HUT RI 76.

Kalimat ucapan (1) dapat diterjemahkan menjadi panjang umur hari ulang tahun Republik Indonesia; kalimat ucapan (2) dapat diterjemahkan menjadi panjang umur hari ulang tahun Republik Indonesia ke-76; dan kalimat (3) dapat diterjemahkan menjadi panjang umur hari ulang tahun Republik Indonesia 76. Ketiga kalimat ucapan tersebut merupakan kalimat tidak efektif karena tidak logis makna yang dihasilkan.

(1) Dengan menggabungkan kata dirgahayu dan hari ulang tahun, tampak bahwa ucapan panjang umur tidak diberikan kepada Negara Republik Indonesia, tetapi kepada hari ulang tahun Republik Indonesia. Selanjut, (2) dengan menuliskan RI Ke-76, hal itu menunjukkan bahwa juga ada Negara Republik Indonesia Ke-1 sampai dengan Negara Republik Indonesia Ke-75. Begitu juga dengan (3) Republik Indonesia 76 yang menjadi satu kesatuan sebagai sebuah nama. Padahal, maksud yang diharapkan oleh pengguna bahasa Indonesia tidaklah demikian.

Makna yang tidak logis tersebut muncul karena bilangan ke-76 diletakkan setelah Republik Indonesia. Akibatnya, kalimat ucapan tersebut menjadi salah. Bilangan ke-76 seharusnya diletakkan setelah dirgahayu atau hari ulang tahun (HUT) sehingga makna yang dihasilkan ialah panjang umur yang ke-76 atau hari ulang tahun yang ke-76.

Dengan demikian, penulisan yang benar ketika menggunakan kata dirgahayu, ulang tahun, dan ke-76 ialah (1) Dirgahayu Republik Indonesia atau (2) HUT Ke-76 Republik Indonesia. Dengan kalimat tersebut, dapat diterjemahkan bahwa kalimat (1) menunjukkan makna panjang umur Republik Indonesia dan kalimat (2) menunjukkan makna hari ulang tahun ke-76 Republik Indonesia.

Kedua, penulisan yang tidak sesuai dengan ejaan. Di samping penggunaan kata dirgahayu dan hari ulang tahun, juga ada kesalahan yang dilakukan oleh pengguna bahasa Indonesia dalam menuliskan bilangan ke-76 yang merupakan bilangan tingkat. Penulisan yang salah terdapat pada HUT Ke 76.

Bentuk HUT Ke 76 merupakan bentuk yang salah karena tidak ada tanda hubung di antara huruf ke dan angka 76. Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (2016), dijelaskan bahwa penulisan bilangan tingkat harus dilakukan dengan cara membubuhkan tanda hubung (-) di antara huruf dan angka. Dengan demikian, penulisan yang benar ialah HUT Ke-76.

Selain pada bentuk HUT Ke-76 Republik Indonesia, penggunaan tanda hubung (-) pada bentuk lain yang menggabungkan huruf dan angka juga terdapat pada gabungan (1) ke- dengan angka pada peringkat ke-2; (2) angka dengan –an pada tahun 1950-an; serta (3) huruf dan angka pada D-3, S-1, dan S-2. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tanda hubung tidak boleh dihilangkan ketika menggabungkan huruf dan angka dalam penulisan bahasa Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, sudah sepatutnya kecintaan kita kepada ibu pertiwi juga diwujudkan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang benar, yaitu sesuai dengan kaidah. Sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia, kita patut berbangga memiliki bahasa pemersatu, yaitu bahasa Indonesia. Bahasa yang dilahirkan dari kecendekiaan tokoh-tokoh pendiri bangsa.

Tanpa bahasa Indonesia, komunikasi tokoh-tokoh pendiri bangsa yang berasal dari berbagai budaya—yang membawa berbagai bahasa daerah—tidak akan terjalin dengan baik. Pemilihan bahasa Indonesia pada saat itu juga menjadi harga diri bangsa karena memilih bahasa sendiri lebih baik daripada menggunakan bahasa asing untuk berkomunikasi.

Bahasa Indonesia sudah ada sejak dahulu di wilayah Nusantara dan diproklamasikan pada Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Lalu, secara de jure bahasa Indonesia diakui secara resmi pada 18 Agustus 1945. Bahasa Indonesia dicantumkan dalam UUD 1945, Bab XV, pasal 36 yang berbunyi, ”Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”.

Cerdas berbahasa Indonesia menunjukkan kecendekiaan kita sebagai warga negara Indonesia. Mari rayakan kemerdekaan Republik Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah. Selamat merayakan hari kemerdekaan! Selamat ulang tahun ke-76 Republik Indonesia!

Tags: #Ria Febrina
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-Puisi Mita Handayani

Berita Sesudah

Akuntabilitas Etika

Berita Terkait

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Perempuan Indonesia Tidak Mengenal Mekap

Minggu, 06/7/25 | 10:35 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas) Layakkah ini dijadikan kesimpulan? Perempuan...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Persoalan Kata Hidup dan Mati

Minggu, 29/6/25 | 08:02 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Kata hidup dan mati termasuk dua kata yang...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Syarat Sebuah Paragraf yang Ideal

Minggu, 22/6/25 | 20:22 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik FIB Universitas Andalas) Mengenal syarat paragraf yang ideal dalam membuat...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Selasa lalu (3 Mei 2025) mahasiswa Sastra Indonesia...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini akan...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Kali ini kita akan membahas tentang bahasa hukum,...

Berita Sesudah
Akuntabilitas Etika

Akuntabilitas Etika

Discussion about this post

POPULER

  • Efisiensi di Negeri Petro Dolar: Jalan Penuh Lubang, Jembatan Reyot Vs Mobil Dinas Baru yang Lukai Rasa Keadilan

    Efisiensi di Negeri Petro Dolar: Jalan Penuh Lubang, Jembatan Reyot Vs Mobil Dinas Baru yang Lukai Rasa Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 100 Hari Kerja Wali Kota Padang Capai Kepuasan 80 Persen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Angka Penyalahgunaan Narkoba di Sumbar Sempat Tempati Posisi Tertinggi, Kapolda : Kita Bakal All Out

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mambangkik Batang Tarandam dalam Naskah Drama “Orang-orang Bawah Tanah” karya Wisran Hadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pemko Padang Percepat Pembangunan Infrastruktur Jalan di Beringin Ujung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024