Oleh: Alfitri
(Dosen FISIP Universitas Andalas)
Seperti diketahui, daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024 telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Jumlahnya adalah 204.807.222 pemilih. Dari rekapitulasi DPT tersebut diketahui bahwa mayoritas pemilih pada Pemilu 2024 didominasi oleh kelompok generasi zilenial. Ini adalah gabungan dari generasi Z dan generasi milenial.
Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1995 sampai tahun 2000an. Jumlah mereka pada DPT ada sebanyak 46.800.161 pemilih atau 22,85 persen dari total DPT Pemilu 2024, sedangkan generasi milenial adalah mereka yang lahir antara tahun 1980 sampai tahun 1994. Jumlah mereka pada DPT sebanyak 66.822.389 pemilih atau 33,60 persen dari total DPT. Jadi, kalau diakumulasikan kedua generasi ini menjadi kelompok generasi zilenial, maka jumlahnya adalah lebih dari 113 juta pemilih atau sebanyak 56,45 persen dari total pemilih di DPT.
Dengan jumlah sebanyak itu, banyak pengamat melihat bahwa pemilih dari generasi zilenial ini adalah kunci. Untuk bisa berhasil terpilih sebagai anggota legislatif, para caleg harus dapat meyakinkan dan mendapat suara sebanyak-banyaknya dari pemilih generasi zilenial ini. Beberapa karakteristik yang menonjol dari generasi zilenial ini adalah terbuka terhadap hal-hal baru, adaptif dengan teknologi dan aktif bermedia sosial. Sehubungan dengan itu, dapat diduga dalam pemilu 2024, mereka akan gandrung pada caleg yang menawarkan kebaruan, dan berwajah kekinian.
Fernandes, dkk. (2023) menyatakan bahwa Pemilu 2024 akan diwarnai oleh tipikal pemilih muda yang dinamis, adaptif dan responsif. Penetrasi internet dan penggunaan media sosial akan menjadi faktor yang menentukan arah dan preferensi politik pemilih muda. Artinya, pemilih dari generasi zilenial akan tertarik dan mempertimbangkan untuk memilih caleg yang memiliki eksposure yang tinggi di media sosial.
Dalam konteks paparan di atas, menjadi terasa aneh dan jadul jika saat ini masih saja tampak foto-foto caleg lengkap dengan logo partainya ditempel di kaca belakang angkot dan wira-wiri keliling kota. Adakah orang yang akan memperhatikannya. Atau lebih spesifik lagi, adakah pemilih dari generasi zilenial akan tertarik kepada para caleg yang wira-wiri di belakang angkot itu?
Dari 38 orang mahasiswa yang menjawab survai online yang saya lakukan, ternyata hanya 5 orang (13 persen) yang tertarik memperhatikan foto caleg di belakang angkot itu. Tapi kemudian mereka juga lupa dengan sang caleg, sedangkan yang sama sekali tidak tertarik memperhatikan ada 33 orang (87 persen).
Ini menunjukkan bahwa foto caleg plus atribut partai di belakang angkot itu tidak menarik bagi pemilih dari generasi zilenial. Jadi, tampaknya cara mengenalkan diri para caleg lewat foto di angkot adalah suatu hal yang sia-sia. Sesuai dengan karakter kelompok zilenial, para caleg sebaiknya lebih aktif dan kreatif mengenalkan dirinya melalui media sosial.*
Discussion about this post