Oleh: Arina Isti’anah, S.Pd., M.Hum.
(Dosen Sastra Inggris, Universitas Sanata Dharma dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora, Universitas Gadjah Mada)
Promosi dalam pariwisata lekat dengan penggunaan bahasa persuasif yang dapat kita jumpai dalam metafora, adjektiva, penguat boosters, dan angka. Angka dalam KBBI didefinisikan sebagai ‘tanda atau lambang sebagai pengganti bilangan; nomor’ seperti 14, 27, atau 100. Promosi pariwisata ternyata juga memanfaatkan angka dalam promosinya. Sebagai contoh angka ditemukan dalam promosi pariwisata Raja Ampat berikut, “Destinasi ini memiliki kekayaan dan keunikan spesies yang tinggi dengan ditemukannya 1.318 jenis ikan, 699 jenis moluska (hewan lunak), dan 537 jenis terumbu karang”. Angka-angka dalam promosi tersebut merujuk pada kekayaan alam Raja Ampat dan betapa bervariasinya fauna bawah laut Indonesia.
Dalam ilmu linguistik, ternyata angka merupakan salah satu piranti yang memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam penilaian terhadap entitas alam, seperti laut, pantai, hutan, atau taman nasional. Kaitannya dengan promosi pariwisata, angka acapkali digunakan untuk menajamkan penilaian pembuat promosi untuk menarik perhatian para pembaca promosi maka tak heran dalam situs web pariwisata Indonesia ditemukan berbagai angka untuk promosi.
Promosi, termasuk pariwisata, melibatkan jenis komunikasi interpersonal yang memuat negosiasi hubungan sosial antara pembuat teks promosi dan pembaca teks. Secara linguistik, aspek interpersonal memuat makna evaluatif yang memungkinkan penutur dalam mengungkapkan perasaan atau emosi, penilaian terhadap perilaku, dan apresiasi terhadap entitas (termasuk alam). Makna evaluatif yang disampaikan dalam tuturan juga menunjukkan posisi penutur dalam konteks komunikasi, seperti keyakinan atau keragu-raguan penutur.
Contoh sederhana konteks promosi adalah penggunaan penilaian dalam ‘750 spesies terumbu karang dari total 850 variasi yang ada di dunia’. Penggunaan angka ‘750’ dalam contoh tersebut menunjukkan keyakinan penutur yang menajamkan penilaian terhadap spesies terumbu karang di salah satu tujuan wisata di Indonesia. Secara spesifik, Martin & White (2005) menyebut penilaian atau evaluasi seperti dicontohkan di atas sebagai appraisal yang bermakna penilaian. Appraisal terwujud dalam untaian fitur linguistik tertentu untuk menyampaikan perasaan/ emosi dan pendapat yang memungkinkan penutur atau penulis menyesuaikan sikap mereka, termasuk menajamkan atau melemahkan penilaian terhadap emosi, perilaku, atau entitas yang dinilai. Dalam promosi pariwisata, angka digunakan untuk menajamkan penilaian terhadap entitas, terutama alam, dengan tujuan meyakinkan pembaca atas tujuan wisata yang ditawarkan.
Penajaman penilaian dengan angka secara linguistik diidentifikasi melalui aspek graduasi atau graduation. Angka merupakan wujud penilaian kuantifikasi suatu entitas. Dalam konteks promosi entitas alam Indonesia, graduasi yang secara eksplisit memuat angka-angka merupakan strategi promosi untuk menajamkan penilaian atas alam Indonesia. Penulis promosi pariwisata memanfaatkan penggunaan berbagai macam angka untuk meyakinkan pembaca promosi atas jumlah kekayaan Indonesia yang patut untuk dikunjungi oleh para pelancong. Angka-angka tersebut merupakan penajaman penilaian terhadap alam Indonesia.
Seperti dicontohkan di awal tulisan ini, angka dalam promosi pariwisata Indonesia sering digunakan untuk menunjukkan kekayaan alam Indonesia, terutama flora dan fauna. Sebagai contoh, Raja Ampat dipromosikan sebagai “rumah bagi hampir 600 spesies karang, termasuk 75% dari semua spesies koral terkenal di dunia, serta setidaknya 1.074 spesies ikan” dan Taman Nasional Baluran yang memiliki “444 spesies pohon”. Promosi Raja Ampat dan Baluran secara eksplisit menggunakan berbagai angka untuk menunjukkan kekayaan flora fauna alam Indonesia yang ada di sana.
Untuk menajamkan luas wilayah dari wisata alam Indonesia, teks promosi wisata juga menggunakan angka untuk mendeskripsikannya. Beberapa contoh berikut, “Wakatobi memiliki luas 1,4 juta hektar” dan “Taman Nasional Bali Barat memiliki luas total 19,002,89 hektar, mencakup 15.587,89 hektare tanah dan 3.415 hektar air”. Digunakannya angka dengan nilai yang tinggi secara eksplisit dimanfaatkan dalam promosi wisata Indonesia untuk menekankan bahwa alam Indonesia memiliki luas wilayah berhektar-hektar yang siap untuk menyambut para calon pengunjung. Hal ini tentunya juga terkait dengan kekayaan alam Indonesia yang ditemukan dalam wilayah tersebut.
Selain itu, angka digunakan untuk menjelaskan jarak dan waktu tempuh menuju lokasi tujuan wisata dari bandara, pelabuhan, atau terminal. Sebagai contoh adalah sebagai berikut, “Nusa Dua terletak 40 km dari Denpasar, akses menuju Kuta hanya memerlukan 20-30 menit”. Angka tersebut bertujuan memberikan informasi kemudahan akses menuju lokasi bagi para pembaca yang mungkin belum pernah mengunjungi lokasi tersebut. Dengan demikian, tujuan persuasif yang dicapai oleh penutur disisipkan dalam tuturan yang mendeskripsikan jarak dan waktu tempuh yang dibutuhkan.
Angka juga digunakan dalam promosi pariwisata untuk memberikan informasi terkait biaya masuk atau tiket menuju lokasi wisata, harga penyewaan beberapa fasilitas, dan jam operasionalnya. Berikut contoh yang ditemukan, “Akses ke Taman Hutan Punti Kayu berkisar dari 5.000 rupiah dengan biaya parkir tambahan dan dibuka dari pukul 9 pagi hingga pukul 4 sore” dan “Biaya masuk ke Pegunungan Malino adalah Rp25.000 untuk anak-anak dan Rp50.000 untuk orang dewasa”. Dengan membaca teks promosi tersebut, calon pengunjung akan memiliki gambaran untuk mempersiapkan waktu kunjungan dan mungkin biaya yang perlu disiapkan. Contoh informasi penyewaan papan seluncur juga ditemukan dalam promosi wisata Indonesia, seperti, “Papan seluncur ini bisa disewa dengan harga Rp100.000”.
Selanjutnya, promosi wisata budaya menggunakan angka untuk menjelaskan sejarah. Sebagai contoh, “Jembatan Ampera dibangun pada 1965”. Nilai sejarah atas suatu lokasi wisata penting disampaikan kepada pembaca agar memberi wawasan tambahan selain keindahan lokasi wisata. Penggunaan angka yang merujuk pada tahun pembangunan jembatan tersebut juga wujud dari penajaman penilaian terhadap suatu entitas. Tahun 1965 memang ditekankan dalam promosi wisata untuk menajamkan penilaian bahwa Jembatan Ampera yang dibangun lebih dari setengah abad yang lalu pun masih berdiri dengan kokoh untuk dapat dinikmati oleh para pengunjung.
Beberapa ilustrasi di atas menunjukkan bahwa angka merupakan piranti penting dalam aspek promosi, terutama pariwisata. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan berbagai kekayaan alam dan budaya dipromosikan dengan angka-angka untuk menajamkan nilai objek pariwisata yang ditawarkan. Kekayaan alam dan budaya Indonesia dipilih sebagai nilai jual selling points yang tinggi dalam pariwisata.
Tulisan ini memberikan sedikit gambaran atas peran bahasa dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan tujuan persuasif penutur kepada mitra tutur. Dalam konteks pariwisata Indonesia, ternyata penggunaan angka seringkali digunakan untuk mencapai fungsi komunikatif tertentu. Selain digunakan untuk menajamkan kekayaan alam dan budaya, angka juga berfungsi untuk memberikan informasi tambahan kepada para calon pengunjung terkait biaya masuk lokasi wisata, jarak, dan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi. Dengan demikian, diharapkan para pembaca teks promosi wisata dapat mempersiapkan perjalanan mereka ke berbagai tempat di Indonesia dengan lebih matang.
Discussion about this post