Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Sebagian orang telah menemukan pintunya. Pintu itu terbuka dan ia masuk ke dalamnya. Sebagian lagi sedang mengetuk pintu dan menunggu pintu itu terbuka. Sebagian lainnya pula, sedang mencari pintu untuk ia ketuk lagi setelah pintu-pintu sebelumnya tidak terbuka untuknya. Bagaimana denganmu?
Setiap orang mungkin memiliki pintu yang ia suka. Oleh sebab itu, sedari awal ia menempuh rute yang tujuan akhirnya ialah pintu tersebut. Meskipun ia telah menempuh rute yang benar, namun pintu yang ia tuju belum tentu bisa terbuka walaupun ia ketuk berkali-kali? Lalu, apakah ia harus memaksa agar pintu itu terbuka atau mencari pintu yang lain? Sepertinya, pilihan yang terbaik ialah opsi yang kedua.
Loh, kenapa tidak berusaha lebih untuk membukanya? Tentu saja berusaha. Akan tetapi, tidak semua pintu yang disuka dan dimau bisa terbuka. Oleh sebab itu, cari dan coba ketuk pintu yang lain. Meskipun seseorang memiliki pilihan-pilihan dalam hidup, namun takdir bisa berkata lain. Bukankah begitu? Ya, itu pun kalau kamu percaya takdir.
Beberapa bulan lalu, saya mengibaratkan kampus dan jurusan favorit sebagai sebuah pintu kepada siswa-siswa SMA yang sedang berjuang masuk ke perguruan tinggi. Lalu ia bertanya, “Apakah Kakak sudah masuk ke pintu yang Kakak inginkan?” saya terdiam sebentar sebelum akhirnya saya menggeleng dan dengan lirih berkata, “Belum!”
Lalu ia bertanya kembali, “Loh, bukannya dengan Kakak bertemu kami di sini itu artinya Kakak telah masuk ke sebuah pintu?”
“Ya benar, tetapi ini bukan pintu yang Kakak maksud. Ketika dalam perjalanan menuju pintu yang diinginkan, pintu ini terbuka dan mempersilakan masuk. Tentu saja, pintu yang terbuka ini layak dicoba. Anggap saja seperti sebuah persinggahan karena mungkin perjalanan menuju pintu yang diinginkan masih jauh,” jawab saya. Sebetulnya obrolan kami yang terkesan serius ini tidak seserius itu.
Obrolan kami berakhir dengan saya mendoakan agar pintu yang sedang mereka ketuk segera terbuka dan mereka dipersilakan masuk ke dalamnya. Sebagian dari siswa SMA itu tidak menghiraukan harapan baik ini. Sebab, pintu persinggahan yang terbaik saat itu ialah menuju rumah atau tongkrongan setelah dijejali pelajaran dari pagi sampai sore. Beberapa siswa lainnya juga menuturkan harapan baik untuk saya.
“Semoga Kakak segera sampai di pintu yang Kakak tuju. Setelah diketuk, pintu itu juga segera terbuka!” ujarnya. Saya membalasnya dengan amin paling serius. Saat itu saya terharu sekali.
Setelah beberapa bulan berlalu, saya mendapat kabar bahwa sebagian dari mereka telah masuk ke pintu yang mereka tuju. Oh, sungguh senang sekali mendapat kabar ini. Sebagian lainnya masih berusaha mencari dan mengetuk pintu yang lain.
Bila sebuah pintu telah diketuk dan ia tak terbuka, saya kira itu artinya ialah mencoba mengetuk pintu yang lain. Seperti halnya kutipan dari sebuah drama yang saya tonton akhir-akhir ini, “Gagal artinya kau harus mencoba kembali!” Oke, saya setuju! Apakah kamu juga?
Discussion about this post