Memang Dilupakan
Aku bersandar di pojok
Menikmati suasana ramai
Merasa ditelan semesta
Apa aku dilupakan
Aku masih ada
Tapi orang
Tak menganggapku
Ada.
Kapan Aku Mati
Aku selalu lelah
Bekerja ini itu
Dan kurang diperhatikan
Saat aku ingin menangis
Kau pasang topeng macam orang baik
Membuatku lupa kalau selama ini aku budak
Sampai jumpa kesedihan
Aku akan nikmati sisa penderitaan ini
Hanyut dalam sungai yang deras
Merasakan dingin yang bahagia.
Hari Bahagia
Aku ingat senyummu saat itu
Genggam tanganmu yang hangat
Suaramu yang tulus mengiqomahkanku
Nama yang akan kupakai seumur hidup kauberikan
Foto-foto kita waktu itu
Kenangan itu sungguh indah
Kini aku sudah beranjak remaja
Tak ada tangisan yang nyaring
Juga tak ada bayi yang tidur di sampingmu
Tapi itu bukanlah masalah
Aku akan membuatmu bahagia
Dengan cara yang berbeda
Aku akan membuatmu bangga
Membuatmu tersenyum
Dan aku akan selalu cinta kepadamu
Sebab kau cinta pertamaku.
Biodata Penulis:
R.S. Mila suka membaca buku, melukis, dan menulis puisi.
Sekarang, ia masih duduk di bangku kelas VIII SMPIT Adzkia Padang.
Konkretisasi Perasaan yang Abstrak
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Aku ingat senyummu saat itu
Genggam tanganmu yang hangat
Suaramu yang tulus mengiqomahkanku
Pada dasarnya, menulis puisi adalah mengekspresikan pengalaman batin dengan media kata-kata. Pengalaman yang diekspresikannya itu bisa berupa pengalaman hubungan manusia dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, atau hubungan manusia dengan alam. Menulis puisi merupakan sebuah kegiatan ruhani, yang mengekspresikan hubungan manusia dengan segala hal, baik secara fisik maupun metafisik (Maulana, 2012).
Untuk dapat mengekspresikan pengalaman tersebut, lebih lanjut Maulana mengungkapkan bahwa penulis harus mampu mengkreasi bahasa ungkap melalui kosakata yang dipilih dan dipahaminya secara sungguh-sungguh dengan bahasa yang dikuasainya pula. Selain itu, menulis puisi tidak bisa dengan menuliskan sesuatu yang tidak kita alami secara fisik maupun metafisik. Jika hal itu dipaksakan, hasilnya adalah sebuah puisi hampa makna dan bahkan hampa rasa karena tidak mengandung penghayatan atas obyek yang ditulis. Secara sederhana, menulis puisi merupakan pekerjaan mengonkretkan sesuatu yang abstrak dengan menggunakan sarana bahasa.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat tiga buah puisi karya R.S. Mila, pelajar SMP yang baru merasakan pesona sastra. Puisi-puisinya yang dimuat kali ini berjudul “Memang Dilupakan”, “Kapan Aku Mati”, dan “Hari Bahagia”.
Sebagai sarana pengungkapan pengalaman batin, puisi dapat dijadikan penulis untuk menyampaikan respons atas peristiwa yang tertangkap alat indranya yang menimbulkan persepsi tertentu di pikirannya. Penulis memiliki sensitivitas untuk merasakan emosi di lingkungan keberadaannya sehingga memberi warna rupa puisi yang dikarangnya. Puisi “Memang Dilupakan” berisi kegelisahan eksistensialisme, perihal ‘ada’. Menurut Jean Paul Sartre, “Manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri”. Sementara itu, Soren Aabye Kiekeegaard mengedepankan teori bahwa eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang kaku dan statis, tetapi senantiasa terbentuk, manusia juga senantiasa melakukan upaya dari sebuah hal yang sifatnya hanya sebagai spekulasi menuju suatu yang nyata dan pasti, seperti upaya mereka untuk menggapai cita-citanya pada masa depan.
Puisi R.S. Mila secara pilihan kata cukup sederhana, ‘Aku bersandar di pojok/ Menikmati suasana ramai/ Merasa ditelan semesta/ Apa aku dilupakan/ Aku masih ada/ Tapi orang/ Tak menganggapku/ Ada.’ Menggambarkan sosok ‘aku’ yang berada di tengah keramaian namun tidak mendapat perhatian. Ide tak dianggap ada bisa berhubungan dengan kondisi psikologis yang mengarah pada inferioritas kompleks, kecemburuan, atau pesimisme. Hal ini relevan juga dengan Piramida Maslow yang mencerminkan hierarki kebutuhan manusia mulai dari yang paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, kasih sayang, penghargaan, dan puncaknya adalah aktualisasi diri. Pengakuan ‘ke-ada-an’ adalah salah satu kebutuhan manusia dalam interaksi sosial.
Puisi bisa muncul dari kejadian yang dialami penyair namun dapat juga lahir dari proses pengamatan, menyimak kisah orang lain, atau perenungan yang berangkat dari empati atas nasib orang lain. Puisi kedua tidak kurang murung dari puisi pertama, bahkan judulnya sudah muram, “Kapan Aku Mati”, ‘Saat aku ingin menangis/ Kau pasang topeng macam orang baik/ Membuatku lupa kalau selama ini aku budak//Sampai jumpa kesedihan/ Aku akan nikmati sisa penderitaan ini/ Hanyut dalam sungai yang deras/ Merasakan dingin yang bahagia.’ Karya sastra hadir sebagai tiruan kehidupan manusia yang bersifat fiktif dengan penyajian yang cenderung dilebih-lebihkan (hiperbolis) untuk menimbulkan kesan tragis atau romantis.
Letupan perasaan ekstrem yang dialami penyair akibat perenungannya terhadap fenomena yang memberinya ilham dapat mewujud sebagai struktur bahasa yang memberi efek kejut kepada pembaca. Puisi di atas bila dibaca dengan derajat kemurungan yang tinggi dapat memancing tindakan buruk untuk menyelesaikan penderitaan. Namun, dengan sudut pandang lain suara tokoh dalam puisi dapat pula ditanggapi sebagai keluhan lebay anak sekolah yang merasa tersiksa dengan beban tugas pelajaran yang bertubi-tubi atau suruhan membantu orang tua dengan instruksi-instruksi cerewet.
Azhari (2014) mengungkapkan bahwa proses kontemplasi yang dilakukan penyair dapat membentuk ciri-ciri terhadap tema yang diambilnya. Perenungan yang dimaksud adalah proses batiniah yang dilakukan oleh penyair sebelum menciptakan sebuah karya. Proses merenung sering memunculkan ide-ide yang tak terduga dan dari hal tersebutlah muncul makna-makna yang lebih dalam dari setiap diksi yang dipakai oleh penyair dalam puisinya. Setiap makna selalu memiliki tanda-tanda yang dapat dihubungkan untuk membentuk suatu makna baru yang mencakup keseluruhan isi karya puisi tersebut. Setiap penyair biasanya mempunyai waktu-waktu tertentu yang digunakan sebagai titik kontemplasinya untuk menaruh tanda-tanda di setiap makna puisinya.
Struktur batin puisi terdiri atas tema, rasa, nada, dan amanat. Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya. Tema itulah yang menjadi kerangka utama pengembangan sebuah puisi. Rasa (feeling) merupakan sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Waluyo (1991) mengatakan bahwa dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Nada (tone) yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dan lain-lain. Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah memahami tema dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya.
Puisi terakhir menawarkan atmosfer yang cerah menyenangkan, “Hari Bahagia”. puisi ini bercerita tentang anak perempuan yang sudah tumbuh menjadi remaja, ‘Kini aku sudah beranjak remaja/ Tak ada tangisan yang nyaring/ Juga tak ada bayi yang tidur di sampingmu// Tapi itu bukanlah masalah/ Aku akan membuatmu bahagia/ Dengan cara yang berbeda// Aku akan membuatmu bangga/ Membuatmu tersenyum/ Dan aku akan selalu cinta kepadamu/ Sebab kau cinta pertamaku.’ Kesimpulan bahwa aku lirik adalah anak perempuan berasal dari larik ini ‘Suaramu yang tulus mengiqomahkanku’. Di dalam tradisi masyarat muslim, setiap anak yang lahir akan diazankan bila berjenis kelamin laki-laki dan diiqamahkan bila perempuan. Dari informasi larik ini, pembaca dapat memahami bahwa puisi ditujukan oleh seorang anak perempuan kepada ayahnya. Si aku lirik mengungkapkan janji dan harapan untuk membahagiakan orang tuanya sebagai bukti cinta.
Puisi adalah refleksi dari perasaan atau pikiran penyair terhadap kehidupan. Ia dapat memancarkan makna yang memberi pengalaman baru bagi pembaca.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerjasama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post