Minggu, 01/6/25 | 16:33 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Kosakata Warna untuk Cewek Bumi, Cewek Kue, dan Cewek Mamba

Minggu, 28/8/22 | 11:35 WIB
Oleh: Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Jurusan Sastra Indonesia Unand dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada)

Ternyata banyak hal yang bisa dibicarakan terkait warna dalam bahasa Indonesia. Pada edisi sebelumnya, sudah ada ulasan tentang “Warna-warna dalam Bahasa Indonesia” (https://bit.ly/warna-Scientia) yang tidak hanya terdiri atas mejikuhibiniu atau merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Dalam daftar istilah warna yang diterbitkan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1984), sudah terdapat 212 warna dalam bahasa Indonesia—yang tentunya terus berkembang hingga hari ini.

Jika dikelompokkan, kosakata warna terdiri atas empat bentuk, yakni kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Kosakata warna yang berupa kata dasar, di antaranya merah, biru, dan kuning; yang berupa kata berimbuhan, di antaranya kecoklatan, kemerahan, dan kehitaman; yang berupa kata ulang, di antaranya kehitam-hitaman dan kemerah-merahan; yang berupa kata majemuk, di antaranya kuning emas dan putih telur. Di antara empat bentuk tersebut, kosakata warna berupa kata majemuk berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan tersebut berkaitan dengan benda-benda di sekitar yang memuat tingkatan warna dari cerah hingga gelap.

Dengan adanya gradasi atau tingkatan warna tersebut, para perempuan di Indonesia kemudian melahirkan tren warna tertentu untuk menunjukkan identitas dirinya.  Oleh karena itu, muncullah istilah warna yang dilekatkan pada perempuan yang bernama cewek bumi, cewek kue, dan cewek mamba.

Pertama, cewek bumi atau disingkat dengan cebum. Istilah ini merupakan istilah yang diberikan kepada perempuan yang suka mengenakan pakaian dengan warna-warna yang melekat pada tanah atau bumi, seperti coklat yang mencerminkan batang pohon, hijau yang mencerminkan dedaunan, abu-abu yang mencerminkan bebatuan, biru yang mencerminkan langit atau laut, serta jingga yang mencerminkan senja. Oleh karena warna ini berkaitan dengan istilah yang ada di bumi, warna coklat, abu-abu, biru, hijau, dan jingga pun selalu digabungkan dengan benda-benda yang berasal dari bumi, misalnya dari hijau, muncul istilah hijau sage ‘hijau keabu-abuan yang mirip dengan daun sage kering’, hijau zaitun ‘hijau kekuning-kuningan yang gelap’, hijau lemon ‘hijau dengan kuning yang cerah’, dan hijau tentara (army).

BACAJUGA

Dr Ria Febrina Isi Kegiatan Linguist Speak-Ngaji Linguistik edisi ke-10, Bahas Soal Linguistik Korpus

Dr Ria Febrina Isi Kegiatan Linguist Speak-Ngaji Linguistik edisi ke-10, Bahas Soal Linguistik Korpus

Rabu, 21/5/25 | 13:35 WIB
Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

Minggu, 18/5/25 | 10:49 WIB

Penggunaan istilah itu dalam berpakaian dapat dilihat salah satunya pada pilihan cewek bumi yang menggunakan celana hijau tentara dengan blus balon yang berwarna hijau. Padanan warna yang sama-sama diambil dari warna hijau. Sementara itu, untuk padanan warna yang sama-sama diambil dari coklat bisa berupa blus coklat kayu oak ‘kayu yang diambil dari pohon oak yang biasanya dimanfaatkan untuk perabot rumah’ dengan celana coklat tan ‘coklat muda yang merupakan warna dari kulit kayu’. Selain itu, cewek bumi bisa juga memadukan aneka warna bumi, seperti kemeja abstrak berwarna kuning lemon dengan celana hijau; kemeja kuning bunga chamomile dengan celana krem; atau blus hijau min dengan rok panjang berwarna coklat kayu walnut. Kita dapat melihat kosakata yang berasal dari alam untuk menunjukkan warna yang dimaksud, seperti kayu oak, tan ‘daging kayu’, lemon, chamomile, min, dan kayu walnut.

Kedua, cewek kue. Perempuan yang disebut sebagai cewek kue dapat dikenali dari pakaian yang berwarna-warni, bahkan sangat percaya diri menggunakan warna yang bertabrakan layaknya kita melihat warna-warni pada kue. Warna yang dipakai cewek kue cenderung terang dan cerah yang diambil dari merah, ungu, kuning, dan hijau, misalnya dari warna merah, muncul istilah merah muda ‘pink’, merah persik ‘merah muda agak kekuningan’, merah bunga fuschia ‘merah keunguan yang cerah’, merah koral ‘perpaduan oranye dan merah muda’, dan merah salmon ‘warna merah muda kekuningan, seperti daging salmon’.

Penggunaan istilah itu dalam berpakaian dapat dilihat dari pilihan cewek kue yang sangat nyaman menggunakan celana panjang kerut berwarna merah muda dengan kemban kotak-kotak berwarna ungu; kaus oranye bermotif dengan celana panjang krem; kaus merah muda dengan celana jeans dipadukan dengan tas hijau dan kacamata ungu; serta blus hijau muda yang dipadu dengan kulot garis putih biru dan tas tangan warna merah muda.

Warna-warna yang digunakan cewek kue ini sangat beraneka karena ada yang memadukan dengan warna lembut dan ada juga yang memadukan dengan warna terang. Warna lembut disebut dengan warna pastel, seperti merah muda dan ungu, sedangkan warna terang dapat dilihat dari warna yang terang, seperti kuning sawi atau mustard, biru dongker, hijau tua, biru tua, dan ungu tua.

Di balik warna pastel, ada yang harus dikhawatirkan, yakni istilah yang digunakan cenderung diambil dari bahasa Inggris, seperti pink, lilac, dan peach. Istilah ini dapat dipadankan ke dalam bahasa Indonesia menjadi merah muda, ungu, dan merah muda agak kekuningan. Oleh karena pengguna bahasa Indonesia cenderung menyukai hal yang singkat dan pendek, istilah bahasa Inggris yang hanya terdiri atas satu kata berupa pink, lilac, dan peach lebih populer dibandingkan istilah bahasa Indonesia yang terdiri atas dua atau tiga kata. Ke depannya ada kemungkinan istilah bahasa Inggris tersebut diserap ke dalam bahasa Indonesia, baik dengan penyerapan utuh atau penyesuaian dengan ejaan bahasa Indonesia.

Ketiga, cewek mamba. Mamba merupakan sebutan untuk spesies ular berbisa mematikan yang hidup di Benua Afrika. Penduduk Afrika memiliki banyak dongeng dan legenda tentang mamba ini. Salah satu yang terkenal ialah mamba hitam yang termasuk ke dalam genus dendroaspis. Perempuan Indonesia yang disebut dengan cewek mamba disebabkan oleh pakaian mereka yang cenderung berwarna hitam sebagaimana warna ular mamba, misalnya seorang perempuan yang memadukan kemban hitam dengan rok, sepatu, dan juga tas berwarna hitam. Dengan pilihan warna tersebut, perempuan itu disebut dengan cewek mamba.

Cewek mamba sebenarnya tidak selalu diidentikan dengan warna hitam, tapi diasosiasikan dengan pakaian yang serba gelap. Cewek mamba juga suka memadankan warna gelap dengan warna netral, seperti putih. Selain cewek mamba yang menggunakan pakaian dan aksesori serba hitam, ada juga cewek mamba yang menggunakan celana hitam dengan kemeja motif berwarna gelap dan sepatu kets berwarna silver atau cewek mamba yang menggunakan celana hitam dengan kemban putih dan blazer hitam, serta sepatu hak tinggi putih. Warna hitam, putih, silver, atau warna gelap membuat cewek mamba tampil sederhana dan anggun.

Dalam perkembangannya, kehadiran istilah cewek bumi, cewek kue, dan cewek mamba ini ternyata dapat menumbuhkan kembali warna-warna dalam bahasa Indonesia yang sudah jarang terpakai, misalnya ibu-ibu rumah tangga yang juga mengikuti tren warna pakaian terkini kembali menggunakan merah bata, merah jambu, merah merang, merah bungur, kuning gading, pinang masak, hijau lumut, indranila, biru benhur, lazuardi, nila, kinantan, dan lila untuk mencari warna pakaian yang disuka. Istilah tersebut kemudian diserap oleh generasi muda yang juga suka mencari padanan untuk tingkatan warna yang beragam.

Dengan demikian, tren berpakaian di Indonesia ternyata dapat menyebabkan perkembangan kosakata warna dalam bahasa Indonesia. Warna tidak hanya sekadar kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainya sebagaimana definisi yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi juga menunjukkan budaya berpakaian perempuan di Indonesia pada suatu masa. Indonesia yang kaya warna ternyata juga kaya makna.

Tags: #Ria Febrina
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-puisi Amelia dan Ulasannya oleh Dara Layl

Berita Sesudah

Mager

Berita Terkait

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini akan...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Kali ini kita akan membahas tentang bahasa hukum,...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

Minggu, 18/5/25 | 10:49 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Setelah menelusuri kosakata bahasa Indonesia dari berbagai kamus-kamus...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan...

Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Pengaruh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan tidak...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Makna Kata “Cukup” yang Tak Secukupnya

Minggu, 27/4/25 | 09:02 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Pembahasan Klinik Bahasa Scientia kali ini akan mengulik...

Berita Sesudah
Lari yang Menyedihkan

Mager

Discussion about this post

POPULER

  • Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Libur Panjang 29 Mei – 1 Juni 2025, Ini Rekomendasi Wisata Seru di Kota Padang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Klarifikasi Wali Nagari Koto Gadang, Lahan Sawit yang Dipinjamkan ke Petani Akan Diremajakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zalmadi Sesalkan RS Rasidin Tolak Pasien Hingga Meninggal : Itu Tidak Manusiawi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024