Ceriamu Bahagiaku
Apa yang kamu cari?
Berjalan kencang dan berlari
Pada langkah yang tak pasti
Mengejar dunia ini
Dengan sendiri
Ceriamu di pelupuk mataku
Terbayang keindahan saling tolong menolong
Kita saling membutuhkan
Dunia yang sementara
Tiada artinya tanpa bersama
Tetap ceria wahai bintangku
Di dunia ini gelisahku
Dengan kemurunganmu
Padang, 15 Juli 2019
Masa Muda
Kita bersenda gurau
Melayang tinggi
Terbang jauh
Di angkasa
Bersuka cita melepas bahagia
Bahkan tertawa kebablasan
Masa muda penuh kejutan
Memandang bintang di angkasa
Berkilauan
Bercahaya
Malam hari yang bergembira
Masa muda kita
Angkasa adalah asa
Menggenggam setumpuk cita
Padang, 16 Juli 2019
Lautku Indah
Lautku indah
Sungguh memesona
Memandang birunya di kejauhan
Menarik hati untuk bertahan pagi sampai malam
Lautku indah
Dengan keindahan beragam ikan dan terumbu karang
Sungguh nyata indah
Ciptaan-Nya
Ketenangan dirasa
Bermain di sekitarannya
Padang, 18 Juli 2019
Putri Ningsih, lahir di Kec. Kinali, Kab. Pasaman Barat. Beberapa karya puisi dan cerpennya telah dibukukan dalam buku antologi bersama dan memiliki satu buku puisi solo dengan judul “Jejak-Jejak yang Patah”.
Puisi dalam Helaan Napas
Oleh Ragdi F. Daye
(penulis buku kumpulan puisi Esok yang Selalu Kemarin)
Masa muda kita
Angkasa adalah asa
Menggenggam setumpuk cita
Sebagian besar kita tentu telah membaca pesan selamat tinggal dari istri Ridwan Kamil, Atalia Praratya untuk putranya, Emmeril Khan Mumtadz, yang wafat setelah hilang tenggelam di Sungai Aare, Bern, Swiss tanggal 26 Mei silam. Jika disalin ke format puisi, pesan tersebut dapat ditampilkan seperti ini:
Ril…
mamah pulang dulu (ke Indonesia).
Mamah titipkan kamu
dalam penjagaan dan perlindungan terbaik
dari pemilikmu yang sebenarnya: Allah SWT
di mana pun kamu berada.
Insya Allah kamu tidak akan kedinginan,
kelaparan, atau kekurangan apa pun.
Bahkan kamu akan mendapatkan
limpahan kasih sayang, karunia,
dan kebahagiaan
yang tak pernah putus.
Di sini, di sungai Aare
yang luar biasa indah dan cantik ini,
mamah lepaskan kamu,
untuk kita bertemu lagi
cepat atau lambat.
Doa terbaik mamah
dalam setiap helaan nafas.
Kata Sapardi, sebuah teks adalah puisi apabila diperlakukan (dibaca) sebagaimana puisi. Meskipun begitu, sesungguhnya puisi yang dimaksudkan Sapardi menggunakan medium yang digunakan penyair, yaitu alat kebahasaan berupa gagasan, metafora, ironi, citraan, perlambang, suasana, imajinasi, dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat H.B. Jassin yang mengungkapkan bahwa puisi adalah suatu karya sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan atau pikiran serta tanggapan terhadap suatu hal atau kejadian tertentu. Sementara itu, James Reeves memiliki pendapat bahwa puisi adalah suatu karya sastra yang mengungkapkan pikiran serta perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan memfokuskan kekuatan bahasa dalam struktur fisik serta struktur batin.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat tiga buah puisi karya Putri Ningsih. Ketiga puisi tersebut berjudul “Ceriamu Bahagiaku”, “Masa Muda”, dan “Lautku Indah”. Puisi-puisi Putri mengalir sederhana. Sederhana, bukan berarti tidak memiliki jiwa atau tidak mengandung emosi.
Puisi pertama, “Ceriamu Bahagiaku” menunjukkan relasi timbal balik antara aku lirik dan kamu lirik. Pesan Putri sangat lugas: ‘Kita saling membutuhkan/ Dunia yang sementara/ Tiada artinya tanpa bersama’. Kebersamaan adalah harapan lumrah dari orang yang memiliki perasaan sayang. Sekalipun dia tahu dunia bersifat fana, namun dia tetap menginginkan bisa bersama menghadapi situasi dan kondisi, senang atau susah, bersama dalam kefanaan. Selain ingin bersama, aku lirik juga menginginkan orang yang disayanginya hidup berbahagia sebab ‘di dunia ini gelisahku/ dengan kemurunganmu’. Ya, siapa yang tak akan risau ketika orang yang disayanginya kelihatan tidak bahagia?
Apabila puisi pertama bertutur tentang harapan hidup bersama saling melengkapi dan membahagiakan, puisi kedua berjudul “Masa Muda” menggambarkan suasana keceriaan. Masa muda memang menjadi waktu penuh suka cita yang seolah tanpa beban. Anak muda memiliki impian besar dan cita-cita setinggi langit yang ingin diwujudkannya. Impian tersebut menjadi energi yang membuatnya ‘melayang tinggi terbang jauh di angkasa’. Euforia darah muda ini akan membuka peluang untuk mewujudkan rencana kreatif penuh inovasi yang menyertai semangat untuk memperbaiki peradadan sebagai agent of change.
Puisi dapat lahir dari pengalaman menyesakkan seperti ungkapan hati Ibu Atalia di atas, dapat pula terbetik ketika menyaksikan pemandangan yang indah menakjubkan. Materi pemicu struktur puitik tersebut dapat diolah dengan alat kebahasaan sehingga melahirkan karya yang menarik. Puisi ketiga Putri, “Lautku Indah” sepertinya lahir dari pengalaman menyaksikan keindahan alam tersebut. Laut memang selalu membuat takjub: ‘Lautku indah/ Sungguh memesona/ Memandang birunya di kejauhan/ Menarik hati untuk bertahan pagi sampai malam’. Banyak orang yang menghabiskan waktu duduk berlama-lama di tepi pantai menikmati panorama lautan, terlebih ketika sore menjelang matahari tenggelam. Terpesona.
Pada awalnya, puisi lahir dari realita yang ada dalam kehidupan. Penggubah puisi merespons fenomena yang ada dengan menggunakan medium bahasa yang juga dekat dengan kesehariannya, dipengaruhi kondisi geografis, hewan dan tumbuhan, serta interaksi sosial budaya, yang tak lepas dari alam sekitarnya. Puisi menjadi seayun dengan gerak langkah dan alunan napas.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini didedikasikan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post