Jika Aku Berpulang
—sajak untuk dr. Joserizal Jurnalis
Jika saat itu tiba, kawan
aku hanya tinggal nama
aku sudah tak bernyawa
tak berdarah, tak bersuara
mata terbuka, mulut menganga,
pucat mukaku, dingin kulitku, kelu tubuhku
jangan menangis
tak usah bersedih
aku sudah berpulang kepada-Nya
kekasih hati yang memilikiku
pemilik jiwa yang menungguku
jika saat itu tiba, sayang
dosaku sudah berhenti
amalku juga tiada bisa ditambah lagi
ambillah wudu untukku
ingat aku segera dalam salat sunatmu
doakan aku dengan yasinmu
kenang aku dengan segala kebaikan
maafkan aku dengan segala khilaf
izinkan aku menemui-Nya
dengan doamu
dengan lisan baikmu
dengan ilmu yang pernah kubagi denganmu
dengan amal yang mungkin sedikit kutabung
semoga mengalir tiada putus karena doamu
dan jika masa itu tiba, sayang
siramkan aku dengan air wudu
tandu aku dengan kasih sayang
iringi aku ke rumah-Nya
ramaikan masjid, berjajar dalam saf
yang panjang
mari salat, sayang,
salatkan aku untuk terakhir kali
jika masa itu tiba, kekasih
antarkan jasadku ke rumah mungil
juga antarkan roh dan amalanku kepada-Nya
kenang, kenanglah aku dalam kebaikan
doakan, doakan aku dalam rahmat-Nya
jadilah kawan, jadilah sahabat
jadilah kekasih untukku pada hari itu
tidak dengan karangan bunga
tidak dengan postingan foto
tidak dengan ucapan di media massa
tidak dengan ratap air mata
jika saat itu tiba, Tuhan
peluklah mereka dengan kasih sayang-Mu
kepadaku, mereka sudah memberikan cinta.
Padang, 20 Januari 2020
Perempuan Bermulut Api
Ini kisah tentang seorang
perempuan bermulut api
menjinjing luka dan menyimpan
air mata dan dendam
tiada sesiapa tahu
betapa pedih di dalam raga
menyimpan pisau kecemburuan
harta, rupa wajah, yang diwarnai kedengkian
menusuk-nusuk imannya
ini perempuan bermulut api
yang mengumbar senyum
dengan tangan menjinjing
sekotak keringat penuh kisah duka
diperas dari tawa sesiapa
lalu dibumbuinya dengan iri berkali-kali
ia pun pergi dengan kelu
menjilati setiap ruang-ruang yang hampa
dan orang-orang yang gamang
lalu menyeruput bahagia mereka
menukar dengan petaka
hingga melukai tubuh yang papa
dengan fitnah, esfatet kata, bahkan
kalimat, dan cerita yang diwariskan
kisah ini tentang seorang perempuan bermulut api
mencongkel mata orang-orang hingga buta
agar tak bisa lagi melihat dengan nyawa
juga merobek selaput telinga
agar tidak bisa mendengar
kasih sayang-Nya dengan indah
ini dia perempuan bermulut api
menceritakan kisah sepasang suami istri
yang meninggal beda hari
menjadi cerita yang asyik penuh bualan
mengubah cerita hingga yang mendengar
menjadi gelisah
oh, manusia
di antara perempuan bermulut api
dengarkanlah, betapa sedap dia memberi drama
menjadi fitnah
hingga tiba ke pangkal jiwa
ke pelukan orang-orang yang berkelam derita
ia tersenyum, tapi terluka di dalam dada.
Yogyakarta, 2021
Hantu-Hantu Gunung
pada jalan-jalan yang sepi
yang tak lagi ditelusuri
engkau berjalan meneruka kenangan
di sepanjang petang hingga malam yang dingin
di antara hamparan sawah dan hutan yang ranum
engkau mencari kampung-kampung
dengan wajah pucat dan kulit kaku
mata nanar tanpa sinar
tiada bayang-bayang dan menyepi
dari kata, dialek, dan bahasa
yang tinggal hanya bulu kuduk
merinding dalam gigil
seram dan kelam
takut dan menebas
hantu-hantu gunung
membawa mitos dan petaka
kepada sesiapa yang tak percaya
atau merasa pongah dengan para tetua
dukun-dukun dengan jampi
hantu-hantu gunung
menemui mereka dalam rimba
merupa orang-orang primitif yang baik hati
menghelat pernikahan dengan bidadari
menjadi raja dalam tahun-tahun yang berlalu
hantu-hantu gunung
tak ingin kau mencicip penganan yang berbalut kenangan
tetapi menikmati sesajen dan kembang malam
juga air sungai yang mengalir ke hulu
agar sepi meramai, nyinyir berdengung, dan celotehan mendekat
orang-orang kemudian pulang
membawaku dalam kaku dan membawakanmu sebuah kisah
tentang hantu-hantu gunung yang turun ke lembah
Biodata Penulis:
Ria Febrina dilahirkan di Batusangkar pada 3 Februari 1988. Ia menamatkan S-1 dan S-2 di Universitas Andalas dan saat ini sedang menempuh studi S-3 di Universitas Gadjah Mada pada Program Doktor Ilmu-ilmu Humaniora. Sejak tahun 2015, ia mengabdi sebagai dosen di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas, Padang. Puisi dan cerpennya pernah dimuat di Harian Padang Ekspres, Majalah P’Mails, Jurnal Bogor, Scientia, antologi puisi Dua Episode Pacar Merah (2005), antologi cerpen Rumah Ibu (2013), dan antologi cerpen Jemari Laurin (2007).
Discussion about this post