Rubrik Cahaya Qalbu ini Diasuh Oleh:
Ustadz Fakhry Emil Habib, Lc, Dipl. Tuangku Rajo Basa
Alumni:
S1 Universitas Al-Azhar Fakultas Syariah Islam dan Hukum (2011-2015).
Pasca Sarjana Universitas Al-Azhar Fakultas Dirasat Ulya Jurusan Usul Fikih (2016-2017).
Peneliti Magister Universitas Al-Azhar jurusan Usul Fikih (2018-Sekarang).
Bahasan Sebelumnya: Cara Mensucikan Najis
Pada dasarnya, setiap najis harus disingkirkan dan dihindari dalam keadaan apapun, karena kesucian badan, pakaian dan tempat adalah syarat sah salat. Akan tetapi ada beberapa najis yang dimaafkan dalam syariat karena sulit dihilangkan ataupun sukar dihindari. Inilah bentuk keringanan yang merupakan salah satu hal penting dalam agama.
Beberapa najis yang dimaafkan adalah :
- Percikan kecil air kencing yang tidak tampak oleh mata pada kondisi normal. Baik yang menimpa badan, pakaian ataupun tempat.
- Sedikit noda darah dan nanah, kecuali najis itu muncul karena adanya perbuatan sengaja. Darah dan nanah yang banyak juga dapat dimaafkan dengan syarat darah dan nanah itu berasal dari dirinya sendiri[1], lukanya muncul tanpa ada unsur kesengajaan, dan nodanya tidak melebar ke darah yang seharusnya tidak dilalui aliran cairan tersebut.[2]
Termasuk yang dimaafkan adalah sisa-sisa najis pada qubul dan dubur yang sudah tidak bisa diusap lagi saat beristinja menggunakan batu dan sejenisnya. Jika najis berpindah, maka ia tak lagi dimaafkan.
- Kencing dan tinja hewan yang menimpa biji-bijian saat biji-bijian tersebut diinjak[3]. Termasuk kotoran hewan yang masuk ke dalam susu saat diperah (selama kotoran tersebut tidak mengubah sifat susu), termasuk kotoran yang menempel pada kelenjar susu hewan ternak.
- Kotoran ikan (di dalam air-pent) kecuali jika air berubah karena kotoran ikan tersebut. Termasuk kotoran burung yang jatuh di tempat lalu-lalang yang sulit untuk dijaga dari kotoran burung.
- Darah yang memercik ke pakaian tukang jagal ternak (kecuali darahnya banyak). Darah yang menempel pada daging juga dimaafkan (sehingga tidak perlu dicuci jika akan dimakan-pent).
- Mulut anak kecil yang terkena najis muntah, sehingga tak perlu dicuci sebelum menyusu. Termasuk air iler bagi orang yang tidak bisa mengontrol air ilernya.
- Debu jalanan yang menimpa pakaian, walaupun debu itu diyakini mengandung najis, karena sulit dihindari.
- Bangkai hewan yang tidak memiliki darah jika jatuh ke dalam cairan, seperti lalat, nyamuk, semut, dengan syarat hewan-hewan seperti ini jatuh dengan sendirinya, dan sifat air tidak berubah. Ini didasarkan pada riwayat Abu Hurairah h bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :
إذا وقع الذباب في إناء أحدكم فليغمسه كله ثم يطرحه، فإن في أحد جناحيه شفاء وفي الآخر داء
Artinya : “Jika ada lalat yang jatuh ke dalam bejana salah seorang dari kalian, maka hendaklah ia tenggelamkan lalat itu secara sempurna, baru kemudian dibuang. Sesungguhnya pada salah satu sayat lalat itu ada obat, dan pada sayang lainnya terdapat penyakit,”[4]
Seandainya bangkai lalat dapat menajisi air, tentu saja Nabi tidak akan menyuruh untuk membenamkan lalat di air. Hewan-hewan lain yang memiliki sifat yang sama dengan lalat (sama-sama tidak memiliki aliran darah) juga dihukumi sama dengan lalat menggunakan metode kias.
Catatan kaki:
[1]. Jika kita terkena darah ataupun nanah orang lain, maka mesti disucikan karena tidak masuk kategori yang bisa dimaafkan. (-pent).
[2]. Ini seperti kondisi luka saat berperang. (-pent).
[3]. Di beberapa tempat, biji dipisahkan dari tangkainya menggunakan metode ini. Wallahu a’lam.
[4]. HR. Bukhari (III/1206 no 3142).
Discussion about this post