
Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan di Indonesia, meskipun pemakaiannya tidak sebanyak angka desimal pada umumnya (angka desimal adalah 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya). Angka romawi lazimnya dikenal dengan simbol I, II, III, IV, dan seterusnya. Angka yang lahir pada zaman Romawi Kuno ini memiliki simbol sendiri dalam sistem penomorannya. Dari beberapa sumber yang berkaitan dengan sejarah penulisan angka romawi ini terdapat berbagai informasi. Pertama, simbol yang digunakan dalam penomoran angka romawi ini pada awalnya digunakan untuk mempermudah manusia di kawasan Italia karena simbol yang sudah ada sebelumnya lebih sulit untuk ditulis. Kedua, pada awalnya, simbol-simbol dalam angka romawi tidak merujuk pada gambar tertentu, hanya berupa coretan garis sebagai penanda jumlah. Oleh sebab itu, sistem penulisan nomor dalam angka romawi bersifat penjumlahan. Bagaimana sistem penjumlahan tersebut? Sebelum membahas hal itu, perlu diketahui pula, apa saja simbol dalam angka romawi. Mari Simak uraian berikut.
Pertama, jumlah simbol yang digunakan di dalam angka romawi hampir sama dengan angka desimal, yaitu sepuluh dan sembilan simbol. Sepuluh simbol angka desimal adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 sedangkan sembilan simbol angka romawi adalah I, V, X, L, C, D, M, V̄, dan M̄. Melalui sembilan simbol ini, setiap orang bisa membuat angka hingga jutaan. Hal ini bisa dilakukan karena setiap simbol memiliki jumlah sendiri yang bisa ditambah atau dikurangi untuk merujuk jumlah lainnya. Akan tetapi, secara umum, simbol yang banyak dikenal hanya “I, V, dan X”. Oleh sebab itu, simbol angka romawi terkesan lebih sedikit dibandingkan dengan simbol angka desimal. Sebelum mempelajari sistem penomoran atau penjumlahan tersebut, ada hal penting yang perlu dipahami, yaitu simbol-simbol ini hanya bisa digunakan sebanyak tiga kali secara berurutan. Berikut adalah penjelasannya:
- Simbol “I” untuk jumlah “1”
- Simbol “V” untuk jumlah “5”
- Simbol “X” untuk jumlah “10”
- Simbol “L” untuk jumlah “50”
- Simbol “C” untuk jumlah “100”
- Simbol “D” untuk jumlah “500”
- Simbol “M” untuk jumlah “1.000”
- Simbol “V̄” untuk jumlah “5.000”
- Simbol “M̄” untuk jumlah “1.000.000”
Telah disebutkan sebelumnya bahwa simbol-simbol ini hanya bisa digunakan sebanyak tiga kali secara berurutan. Berikut adalah penjelasannya:
1. Ketika ingin menulis jumlah satuan, bisa menggunakan simbol “I” sesuai jumlah yang diinginkan.
Contoh nomor satu di atas seperti “I” untuk “1”, “II” untuk “2”, dan “III” untuk “3”. Dari sini sudah bisa dilihat sistem penjumlahan yang dimaksud. Angka romawi tidak memiliki simbol khusus untuk angka “2” dan “3”. Oleh karena itu, diperlukan penambahan, yaitu penambahan satuan “I”.
2. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa simbol-simbol tersebut hanya bisa digunakan sebanyak tiga kali.
Dengan demikian, untuk angka “4” tidak bisa ditulis dengan simbol “IIII”. Simbol terdekat dengan angka “4” adalah simbol “V” dengan jumlah “5”. Dalam hal ini, diperlukan sistem pengurangan. Angka “4” dalam penulisan angka romawi adalah “IV”. Simbol yang pertama dibaca adalah “V” yang berjumlah “5”. Jika simbol “I” terletak di sebelah kiri atau sebelum simbol “V”, artinya adalah pengurangan, yaitu 5 – 1. Dalam artian, “V” dikurang “I” (lima dikurang satu yang bermakna “4”). Hingga di tahap ini, sudah terlihat penulisan satu sampai 5 yaitu, I, II, III, IV, dan V. Untuk menulis angka “6”, kembali dengan sitem penambahan. Saat ingin menulis penambahan, simbol “I” ditulis setelah “V” artinya, 5 ditambah 1 yang bermakna “6”. Karena satu simbol hanya bisa ditulis tiga kali, maka penjumlahan setelah angka “5” hanya bisa dilakukan sampai “8”, yaitu V (5), VI (6), VII (7), dan VIII (8). Dengan demikian, angka “9” tidak bisa lagi menggunakan penjumlahan “VIIII” tetapi masuk ke sistem pengurangan. Simbol yang terdekat dengan angka “9” adalah “10” yang ditandai dengan “X”. Maka, ketika ingin menulis “9” diperlukan penguraan “X” dengan “I”. untuk pengurangan, simbol yang mengurangi ditulis sebelum simbol yang dikurangi. Simbol untuk “9” adalah “IX”. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat dalam penjumlahan berikut:
1 : I 11 : XI 21 : XXI
2 : II 12 : XII 22 : XXII
3 : III 13 : XIII 23 : XXIII
4 : IV 14 : XIV 24 : XXIV
5 : V 15 : XV 25 : XXV
6 : VI 16 : XVI 26 : XXVI
7 : VII 17 : XVII 27 : XXVII
8 : VIII 18 : XVIII 28 : XXVIII
9 : IX 19 : IXX 29 : XXIX
10 : X 20 : XX 30 : XXX
31 : XXXI
32 : XXXII
33 : XXXIII
34 : XXXIV
35 : XXXV
36 : XXXVI
37 : XXXVII
38 : XXXVIII
39 : XXXIX
3. Dari uraian sebelumnya, sudah terlihat bagaimana cara menulis dari 1 hingga 39. Lalu, bagaimana cara menulis 40?
Sama seperti satuannya, penjumlahan tidak bisa menggunakan “X” lebih dari tiga kali maka angka “40” lebih dekat dengan simbol “L” yang berjumlah “50”. Hal ini sama dengan ketika kita akan menulis “4” yaitu “5 dikurang 1” dengan simbol “IV” maka untuk menulis “40” juga akan menggunakan sistem serupa, yaitu “50 atau L dikurang dengan 10 atau X” dengan simbol “XL”. Mari perhatikan kembali simbol-simbol selanjutnya.
40 : XL 50 : L 60 : LX
41 : XLI 51 : LI 61 : LXI
42 : XLII 52 : LII 62 : LXII
43 : XLIII 53 : LIII 63 : LXIII
44 : XLIV 54 : LIV 64 : LXIV
45 : XLV 55 : LV 65 : LXV
46 : XLVI 56 : LVI 66 : LXVI
47 : XLVII 57 : LVII 67 : LXVII
48 : XLVIII 58 : LVIII 68 : LXVIII
49 : XLIX 59 : LIX 69 : LXIX
4. Jika penulisan pada poin 3 sudah bisa dipahami, tentunya penulisan dengan sistem yang sama terus berlaku hingga angka “89” dengan simbol “LXXXIX”.
Selanjutnya, bagaimana cara menulis angka “90”? Sama seperti angka “4” yang mendekati simbol untuk “5” yaitu “V” maka “90” juga ditulis dengan simbol terdekatnya, yaitu “100” dengan bentuk “C”. Dengan demikian, untuk menulis “90”, diperlukan pengurangan “100 dikurang 10” yaitu “XC”, berikut ini adalah cara penulisannya.
90 : XC 100 : C 200 : CC
91 : XCI 101 : CI 400 : CD
92 : XCII 110 : CX 500 : D
93 : XCIII 115 : CXV 600 : DC
94 : XCIV 120 : CXX 700 : DCC
95 : XCV 130 : CXXX 855 : DCCCLV
96 : XCVI 140 : CXL 900 : CM
97 : XCVII 150 : CL 1.000 : M
98 : XCVIII 155 : CLV 2.000 : MM
99 : XCIX 190 : CXC 3.000 : MMM
Setelah mengetahui cara penulisan angka romawi, kita pun menyadari bahwa penulisan ini cukup rumit karena ada simbol yang digunakan berulang untuk mencapai jumlah penambahan atau pengurangan. Hal unik lainnya yang dimiliki oleh angka romawi adalah tidak ada simbol untuk angka “0” (nol). Oleh sebab itu, kuantitas penggunaan angka romawi tidak banyak karena tidak bisa mewakili berbagai situasi yang diperlukan. Kemudian, kita akan masuk ke pembahasan kapan angka romawi digunakan dalam bahasa Indonesia?
Penulisan angka romawi ada di dalam ketentuan EYD V dalam poin “Angka dan Bilangan”, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. Angka romawi tidak memiliki simbol untuk “0” maka segala situasi yang berkaitan dengan “0” tidak bisa menggunakan angka romawi. Situasi yang memerlukan angka “0” adalah bentuk hitungan, ukuran, suhu, dan sebagainya. Di dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) V tertulis, angka romawi digunakan untuk situasi tertentu.
Pertama, angka romawi bisa digunakan di dalam penulisan alamat. Penulisan alamat yang biasanya diwakilkan dengan angka romawi adalah bentuk tingkatan, misalnya ada perumahan yang bernama “Wisma Indah”. Perumahan ini dibuat di tujuh wilayah yang berbeda, tetapi tetap dengan nama yang sama. Dengan demikian, tingkatan ini memerlukan angka romawi seperti Wisma Indah I, Wisma Indah II, Wisma Indah III, Wisma Indah IV, Wisma Indah V, Wisma Indah VI, dan Wisma Indah VII. Untuk penomoran yang lebih spesifik, seperti nomor rumah, ditulis dengan angka desimal yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan sebagainya. Selain alamat, angka romawi biasanya juga digunakan untuk tingkatan lantai, seperti lantai I, lantai II, lantai III, dan seterusnya.
Kedua, angka romawi digunakan dalam pembagian bab atau unit tertentu di dalam buku, seperti Bab I, Bab II, Bab V, dan sebagainya. Angka romawi juga digunakan dalam penulisan pasal, seperti Pasal I, Pasal II, dan seterusnya. Dalam penulisan halaman buku, ada yang menulis semua halamannya dengan angka desimal, ada juga kombinasi antara angka romawi dan angka desimal. Biasanya, kombinasi angka ini memiliki pembagian khusus. Dalam buku yang berbentuk penelitian, angka roimawi digunakan untuk halaman awal yang menandai halaman pengantar, halam pengesahan, daftar isi, dan sebagainya. Berbeda dengan itu, angka desimal digunakan untuk isi dari buku tersebut.
Ketiga, angka romawi digunakan untuk penandaan peristiwa sejarah yang serupa, yaitu Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan sebagainya. Bersamaan dengan pemahaman ini, angka romawi juga digunakan untuk nama tokoh yang berpengaruh, yaitu Ratu Elizabeth II, Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan sebagainya. Angka romawi juga digunakan untuk penunjuk abad, yaitu Abad XX, Abad VII, dan sebagainya.
Dari pemaparan ini kita sudah bisa menarik kesimpulan kapan menggunakan angka romawi dan kapan menggunakan angka desimal. Kesimpulannya adalah:
- Angka romawi tidak bisa digunakan untuk situasi yang membutuhkan “0” (nol) atau pecahan desimal yang menggunakan koma, seperti 2,05. Dengan demikian, angka romawi tidak bisa digunakan dalam kebutuhan hitungan matematika, ukuran, suhu, dan sebagainya.
- Penulisan angka romawi yang cukup rumit karena harus mengingat simbol dan hitungannya, membuat penggunaannya tidak bisa dalam jumlah yang besar. Oleh sebab itu, bisa digunakan dalam alamat yang masih dalam bentuk penamaan perumahan, tingkatan lantai yang rata-rata sampai 30-an, dan penulisan abad yang tidak sebanyak penulisan tahun. Jika penulisan tahun menggunakan angka romawi, hal ini akan menimbulkan kebingungan jika kita tidak mengingat semua simbolnya. Hal ini juga berlaku untuk penomoran halaman buku. Angka romawi digunakan untuk halaman tertentu yang jumlahnya tidak mencapai 50 ke atas. Jika semua halaman ditulis dengan angka romawi, apalagi untuk buku yang sangat tebal, sangat tidak efektif.
- Angka romawi digunakan untuk tingkatan atau level, seperti bab dalam buku, peristiwa sejarah, tokoh berpengaruh, dan lain-lain. Hal ini bisa dipahami karena jumlahnya tidak banyak dan tidak dimulai dengan angka “0”. Semua tingkatan ini dimulai dari angka “I”.
- Secara umum, angka romawi sering ditemukan selalu dalam hitungan yang kecil. Nomor ruangan yang tidak melebihi 10 biasanya juga bisa ditulis dengan angka romawi. Oleh sebab itu, beberapa penulisan angka di dalam jam (jam dinding atau jam tangan) menggunakan angka romawi karena hanya membutuhkan simbol “I” sampai “XII”. Oleh sebab itu, jam digital tidak menggunakan angka romawi.
Demikianlah penjelasan berbagai hal yang berkaitan dengan penggunaan angka romawi. Semoga penjelasan ini bisa memberi manfaat agar kita bisa menggunakan penulisan nomor yang efektif untuk situasi yang tepat.