Oleh: Mayang Puti Ifanny
(Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas dan Bergiat di UKMF Labor Penulisan Kreatif)
Permasalahan yang sering terjadi ketika sedang menghadapi suatu ujian ialah ketika tidak dapat menjawab pertanyaan dari soal ujian tersebut. Terlebih ketika menghadapi ujian tulis, tidak dipungkiri sering terjadi kepada mahasiswa. Mengaku telah berusaha belajar untuk menghadapi ujian, akan tetapi karena ada rasa gugup, tidak percaya diri atau memang tidak memahami konsep membuat ketidakpastian atau hanya menerka-nerka jawaban yang ditulis. Sungguh itu sangat disayangkan. Hal ini akan mengakibatkan dua kemungkinan, antara terkaan yang ditulis benar atau terkaan yang ditulis salah tidak ada kepastian. Sehingga juga memunculkan dua kemungkinan antara nilai yang bagus atau nilai yang hancur.
Persoalan ini juga terjadi pada puisi Dugaan Jawaban karya Maryatul Kuptiah yang terbit di Scientia.id pada tanggal 23 Maret 2025. Puisi ini merupakan satu di antara empat puisi Maryatul yang terbit di Scientia.id. Ketidakpastian dan tanda tanya yang dihadirkan oleh Maryatul seakan memberikan kesan yang ambigu. Untuk menelusuri lebih dalam perihal ini, dapat dikuliti dengan melihat gaya bahasa yang digunakan.
Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan dari kata Latin yaitu stilus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Keahlian menggunakan alat ini akan mempengaruhi jelas tidaknya tulisan pada lempengan tadi. Kelak pada waktu penekanan dititik beratkan pada keahlian untuk menulis indah, maka style lalu berubah menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau mempergunakan kata kata secara indah (Keraf, 1991).
Gaya bahasa tidak hanya dapat dilirik dari satu titik sudut pandang saja, tetapi dapat diperhatikan dari berbagai titik. Keraf (1991) membagi gaya bahasa menjadi berbagai jenis, salah satunya yaitu gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. Dibagi menjadi lima bagian yaitu klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, repetisi.
Pertama, gaya bahasa klimaks, gaya bahasa yang mengandung urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingnnya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Pada baris terakhir puisi ini “Maknanya menusuk di antara binar mata” memiliki makna jawabaan dari apa yang diduga duga pada baris sebelumnya. Keambiguan jawaban dari baris-baris sebelumnya terjawab pada baris terakhir. Setelah mengetahui makna sesungguhnya dari apa yang diterka, ada kesedihan, pilu yang dirasakan. Ditunjukan dari kata “binar mata”
Kedua, ada gaya bahasa antiklimaks. Antiklimaks ini adalah kebalikan dari klimaks. Urutan bahasanya dari yang terpenting ke gagasan yang kurang penting. “Benar dan salah belum tentu jawabannya”. Baris kedua ini telah memberikan pilihan terlebih dahulu sebagai bentuk inti dari pernyataan mana yang menajadi jawaban pasti. Sehingga ia menjadi kalimat anti klimaks.
Selanjutnya, paralelisme, gaya bahasa ini merupakan gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaina kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama (Keraf, 1991).
Benar dan salah belum tentu jawabannya
Seperti tanya tanpa jawabannya
Dua baris pada puisi ini menunjukkan adanya kesetaraan antara “Benar dan salah” dan pengulangan kata “jawabannya” yang memberikan efek yang sama antara baris ke empat puisi ini dan baris ke lima puisi ini dan kesinambungan antara baris tersebut.
Keempat gaya bahasa yang terdapat pada puisi ini yaitu antitesis, yang merupakan gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.
Meski kalimat sederhana=
Tapi belum ada yang mengerti makna
Kata “Tapi” memberikan hubungan antitesis antara baris ke enam dan baris ke delapan. Dimaknakan bahwa suatu hal yang sederhana akan tetapi tetap saja makna atau artinya belum dapat diketahui. Masih dalam tahap menduga-duga.
Gaya bahasa terakhir pada bagian struktur kalimat, yaitu repetisi atau perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai disebut repetisi. “Meski kalimat sederhana” pada baris ke enam dan baris ke sembilan “ Kalimat sederhana dengan beberapa kata” menunjukkan gaya bahasa repetisi pada puisi ini. Pada awalnya penulis hanya menunjukkan kalimat utamanya yaitu “sederhana” lalu pada baris berikutnya kata “sederhana” kembali diulang sebagai pengurai dari baris sebelummnya. Dengan menjelaskan “beberapa kata” yang hadir pada kalimat sederhana tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa puisi Dugaan Jawaban karya Maryatul Kuptiah ini mengajak pembaca untuk merenungkan dan memaknai satu per satu setiap baris yang dihadirkan. Pada baris awal, kebingungan terjadi dan mempertanyakan perihal benar atau salah. Pertanyaan yang diajukan tidak memiliki jawaban yang pasti bahkan tidak ada. Jika adapun kalimat sederhana sebagai jawabannya, tetapi maknanya belum dapat dipahami. Hingga akhirnya setelah mengetahui jawaban dan makna yang pasti, harus menghadapi kenyataan yang tidak sesuai keinginan. Keambiguan ini menunjukkan bagaimana perjalanan kehidupan manusia yang belum pasti akan berakhir pada ending yang bagaimana. Meski terkadang sudah berusaha melakukan hal yang terbaik untuk diri sendiri.