Dharmasraya, Scientia.id – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI PMII) Dharmasraya menyampaikan sejumlah perhatian kepada pemerintah daerah Dharmasraya, khususnya terkait isu buruh perempuan, dalam momentum 1 May peringatan Hari Buruh Nasional.
Ketua KOPRI PMII Dharmasraya, Juwita Dwi Putri, mengungkapkan berbagai persoalan dan polemik yang saat ini dihadapi oleh buruh perempuan. Beberapa isu krusial yang disorot antara lain terkait tunjangan upah, diskriminasi gender, minimnya perlindungan hukum, beban ganda yang seringkali diemban, serta stereotipe gender yang masih melekat.
Lebih lanjut, Juwita juga menyoroti isu kekerasan dan pelecehan di lingkungan kerja. Menurutnya, perlindungan bagi buruh perempuan sangat penting untuk memberikan jaminan rasa aman dan nyaman selama bekerja.
Ia juga menyinggung hak cuti haid dan hamil, serta perlunya dispensasi bagi perempuan pengurus serikat pekerja/serikat buruh untuk mengikuti kegiatan organisasi.
Untuk itu, KOPRI PMII Dharmasraya mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan terhadap implementasi Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja, khususnya di wilayah Ranah Cati Nan Tigo.
“Apalagi saat ini Bupati dan Wakil Bupati kita juga dari kaum perempuan, ini perlu kita dorong untuk keberpihakan kepada kaum perempuan,” ungkap Juwita, Rabu (30/4/2025).
Ironisnya sampai ini, kata Juwita, Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) sebagai bagian dari peringatan Hari Buruh Internasional 2025 belum juga disahkan.
“Padahal, ini telah diperjuangkan selama 21 tahun namun belum menemui titik terang, ujarnya dengan nada kecewa.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Juwita meminta Dinas Ketenagakerjaan untuk terus melakukan pengawasan terhadap perusahaan yang memperkerjakan buruh agar mematuhi ketentuan yang berlaku.
“Jangan sampai nanti timbul persoalan mereka dalam bekerja melebih jam kerja yang telah ditetapkan atau pun tidak membayar uang kelebihan kerjanya,” terangnya.
Selain itu, Juwita juga menekankan agar perusahaan tidak membatasi hak buruh untuk berserikat, serta memperhatikan kesehatan dan gizi pekerja. Undang-undang yang mengatur lebih lanjut hak berserikat ini adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
KOPRI PMII Dharmasraya juga mendorong Dinas Ketenagakerjaan untuk terus memperbarui data ketenagakerjaan, termasuk informasi mengenai jumlah tenaga kerja, struktur organisasi, dan sistem pengupahan.
“Untuk ini kita dorong pemda baik itu legislatif dan ekskutif untuk melakukan percepatan untuk terbuntuknya regulasi standar pengupahan seperti perda dan perbub nya di Dharmasraya dengan melibatkan seluruh stakeholder baik itu FSPTI, Organda, Dinas Ketenagakerjaan, dan akademisi,” tegas Juwita.
Juwita juga mendorong DPRD Dharmasraya dan Dinas Ketenagakerjaan untuk melakukan tinjauan langsung ke perusahaan-perusahaan guna memahami secara langsung persoalan yang dihadapi buruh di Ranah Cati Nan Tigo, serta memperjuangkan tenaga kerja lokal.
“Saat ini pemuda di Dharmasraya sangat membutuhkan lapangan pekerjaan dimana data BPS tahun 2023 Dharmasraya menduduki posisi ketiga tertinggi tentang tingkat penganguran terbuka di Provinsi Sumatra Barat,” bebernya.
Juwita menegaskan untuk mereview pelatihan – pelatihan keterlampilan kerja yang selama ini di gelar oleh Dinas Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Kongres PMII Ricuh, Berikut 5 Desakan Kandidat Ketua Umum dan Kopri Bagi Pengurus PB dan Panitia
” ini kan sesuai dengan komitmen Bupati Dharmasraya dalam menekan angka pengangguran di Negeri Petro Dolar,” pungkasnya. (tnl)