Oleh:
Queen’di Kumala A., Nahdatul R.P. , Tiara S., Ninda P.L., & M. Fauzan R.
(Mahasiswa Kelas Stilistika Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)
Puisi memiliki sifat penafsiran dalam bahasa yang berirama yang mana puisi merupakan sebagai pendramaan pengalaman (Pradopo, 2009:7). Puisi merupakan alat yang digunakan untuk mengekspresikan pemikiran penulis yang dapat membangkitkan peasaan dan merangsang imajinasi panca indera dalam suasana yang berirama. Dalam praktik kepenulisan puisi, biasanya memiliki banyak jenis atau bentuk guna menyesuaikan tingkat perkembangan zaman seperti yang diungkapkan Riffatere (dalam Pradopo, 2014). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya atau nilai keindahannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, puisi mempunyai peran dalam mengungkapkan makna yang terdapat dalam fenomena sosial maupun realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat, seperti agama, kehidupan, dan juga kematian. Ekspresi jiwa pengarang dapat dihubungkan dengan keterkaitannya ke dunia. Dengan demikian puisi dikategorikan sebagai karya sastra yang paling unik karena tercipta dari imajinasi serta memuat pengalaman terdalam dari penyair yang dianalogikan ke dalam bahasa yang indah. Buku kumpulan puisi Tafakur 3 Munajat Cinta karya Hardi Abu Rafa (Hardisman). Buku yang diterbitkan pada Maret tahun 2022 oleh Bintang Semesta Media ini memuat 62 puisi dan termasuk ke dalam puisi yang memiliki bahasa indah dan penuh makna. Beberapa puisi tersebut di antaranya Sunah Basa Basi, Komentator Agama, Kerudung, dan Menyapa dengan Hati.
1. Sunnah Basa Basi
Oleh: Hardi Abu Rafa
Malam Jum’at telah tiba,
saatnya hidupkan sunnah, tingkatkan qira’ah,
Surah Al-Kahfi dikhatamkan penuh cahaya,
dan shalawat pada maulana,
Rasulullah penghulu jiwa,
Tetapi kau hanya sibuk dengan urusan syahwat saja,
seolah itu satu-satunya sunnah yang ada,
menampilkan seolah kau tau sedekah yang mulia,
padahal berdalih dengan tanpa ilmu dan hujjah,
hanya nafsu syahwat yang ada di kepala.
Puisi Sunnah Basa Basi membahas spiritualitas, praktik keagamaan, dan pentingnya pengetahuan dalam iman. Teks dimulai dengan “Malam Jum’at telah tiba,” yang berarti Jumat malam istimewa sebagai waktu mustajab untuk memanjatkan doa. Ungkapan “saatnya hidupkan sunnah” diartikan menjadi “sudah waktunya untuk menghidupkan kembali amalan sunnah.” Sunnah mengacu pada praktik-praktik yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang penting diikuti. Puisi mendorong pembaca untuk terlibat agar mereka bisa membawa cahaya dan bimbingan ke kehidupannya. “Surah Al-Kahfi dikhatamkan penuh cahaya” berarti “Surah Al-Kahfi dilengkapi dengan cahaya penuh.” Surah Al-Kahfi adalah ayat dalam Al-Quran yang banyak dibacakan oleh umat Islam pada hari Jumat. Membaca surah ini membawa penerangan spiritual dan berkah, seperti bagaimana cahaya menerangi ruangan gelap. Baris “dan shalawat pada maulana, Rasulullah penghulu jiwa” berarti “kirimkan berkah kepada nabi kita, Nabi Muhammad, pemimpin jiwa-jiwa.” Menekankan pentingnya menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada Nabi karena tokoh sentral dalam Islam.
Puisi bergeser ke nada kritis, “Tetapi kau hanya dengan sibuk urusan syahwat saja,” yang berarti “Tapi kamu hanya sibuk dengan hal-hal yang kamu inginkan.” Di sini, penulis menunjukkan bahwa beberapa orang terlalu fokus pada keinginan atau kesenangan fisik daripada pada pertumbuhan dan pemahaman spiritual. Ungkapan “seolah itu sunnah yang ada” diartikan menjadi “seolah-olah itu adalah hal-hal yang tidak perlu dilakukan.” menunjukkan bahwa beberapa individu mungkin berpikir bahwa mereka melakukan sunnah hanya ketika memenuhi keinginan. Teks berlanjut dengan “menampilkan seolah kau tau sedekah yang mulia,” menyiratkan bahwa beberapa orang berpura-pura memahami pentingnya memberi untuk amal, tetapi tidak benar-benar memahami kepentingannya.
Larik “padahal berdalih dengan tanpa ilmu dan hujjah” berarti “sambil membenarkan tanpa pengetahuan dan bukti” menunjukkan bahwa beberapa orang membuat klaim tentang iman atau praktik tanpa memiliki pemahaman yang kuat, menyoroti pentingnya pengetahuan dalam praktik keagamaan, menyarankan bahwa seseorang harus belajar dan memahami sebelum berbicara atau bertindak. Teks diakhiri dengan “hanya nafsu syahwat yang ada di kepala,” berarti “hanya keinginan manusia yang ada di pikiran.”
2.Komentator Agama
Oleh: Hardi Abu Rafa
Salah satu kesalahan terbesar dalam agama,
adalah tatkala merasa paling benar dan tidak mau mendengar.
Lalu, berkoar tentang kebenaran,
namun kebenaran hanya apa yang kita fikirkan.
Berteriak tentang akhlak dan budi,
padahal kata-katanya tak terpuji,
tindakannya menyakiti hati nurani.
Merasa pantas memperbaiki,
padahal caranya dengan merendahkan dan mencaci.
Katanya ingin ukhuwah-persaudaraan,
sedangkan kata-katanya menunjukkan kebencian
Mengkriitik semua fatwa syari’ah dan muamalah,
menunjuk salah semua tentang zakat dan shadaqah,
padahal, dia tak pernah ada berbagi dan berderma”
Inilah manusia, yang tak ubahnya dengan komentator
Agama, yang hanya pandai bicara.
Puisi “Komentator Agama” membahas beberapa kesalahan umum yang dilakukan orang dalam agama. Menyoroti bagaimana beberapa individu berperilaku dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai sejati iman. Teks dimulai dengan mengatakan salah satu kesalahan terbesar dalam agama adalah ketika orang berpikir mereka selalu benar, misalnya bayangkan seseorang yang bersikeras tim olahraga favorit mereka adalah yang terbaik, menolak untuk mendengarkan siapa pun yang tidak setuju. Sikap ini dapat menyebabkan argumen dan kesalahpahaman. Poin selanjutnya adalah tentang bagaimana beberapa orang dengan keras menyatakan versi kebenaran. Mereka berbicara dengan percaya diri tentang apa yang benar dan salah, tetapi seringkali kebenaran mereka adalah apa yang mereka percayai secara pribadi. Beberapa orang berbicara tentang moral dan etika yang baik (yang berarti melakukan hal yang benar), tetapi kata-kata dan tindakan mereka tidak cocok. Sebagai contoh, seseorang mungkin mengkhotbahkan kebaikan, tetapi kemudian mengatakan hal-hal yang menyakitkan kepada orang lain. Puisi tersebut menyebutkan bahwa beberapa orang mengkritik aturan dan praktik keagamaan, seperti memberi amal (zakat dan shadaqah). Mereka menunjukkan kesalahan orang lain, tetapi tidak berkontribusi. Ringkasnya, puisi tersebut memperingatkan terhadap bahaya kesombongan dalam keyakinan, ketidakcocokan antara kata-kata dan tindakan, dan pentingnya kebaikan dan komunitas yang tulus dalam beragama.
3. Menyapa dengan Hati
Oleh: Hardi Abu Rafa
Sebuah keinginan yang mustahil,
bila orang tua sangat berharap anaknya punya
kemampuan mengerti dan memahami orang tuanya,
padahal ia masih kecil dan belia dan belum tau apa-apa,
yang dituntut mengerti orang tuanya yang sudah punya
pengalaman hidup dan berpendidikan tinggi,
Adalah sebuah kewajiban muutlak,
orang tualah yang harus menjaga amanah itu,
mendidik dan mengayomi,
mengerti dan memahami,
dengan fikir, rasa, dan hati,
dengan ilmu dan cara terpuji.
Puisi “Menyapa dengan Hati” membahas hubungan antara orang tua dan anak, terutama harapan yang dimiliki orang tua untuk anak-anak yang masih kecil. Teks dimulai dengan mengatakan bahwa tidak realistis bagi orang tua untuk mengharapkan anak-anak untuk memahami mereka. Anak-anak masih sangat muda dan tidak memiliki pengalaman hidup atau pengetahuan yang cukup. Ada perbedaan besar antara pengalaman orang tua dan pengalaman anak-anak mereka.
- Orang tua telah hidup lebih lama, menghadapi tantangan, dan belajar banyak hal.
- Sebaliknya, anak-anak baru mulai belajar tentang dunia.
- Anggap saja seperti guru dan siswa; guru tahu lebih banyak karena mereka telah belajar dan mengalami lebih banyak.
Puisi tersebut menekankan bahwa tugas orang tua untuk membimbing dan mendukung anak-anak. Orang tua seharusnya tidak hanya mengharapkan anak-anak untuk memahami. Mereka perlu mengajarkan dan menjelaskan hal-hal dengan cara yang dapat oleh dipahami anak-anak dengan menggunakan kata-kata dan contoh sederhana. Kemudian, larik tersebut menyebutkan bahwa orang tua harus memahami anak-anak dengan pikiran, perasaan, dan hati mereka. Orang tua harus menggunakan pengetahuan dan metode yang baik untuk mengajar anak-anak alih-alih berteriak ketika seorang anak membuat kesalahan. Penting bagi orang tua untuk bersabar dalam menghadapi anak-anak. Sebaliknya, orang tua memiliki tugas penting untuk mengasuh, mendidik, dan memahami anak-anak mereka dengan cinta dan kesabaran, yang menciptakan lingkungan yang sehat dan mendukung bagi anak-anak untuk tumbuh dan belajar.
4. Kerudung
Oleh: Hardi Abu Rafa
Aku kecil tidur di pangkuan ibu,
ku lihat senyumnya manis wajah tersipu,
rambutnya indah tertutup selendang biru,
yang ditusuk hiasan konde penambah syahdu,
dan hijabnya terurai menerpa wajahku.
Itulah senyum manis Indonesia yang aku tahu,
Suara lantunan azan yang ia rindu,
lima kali sehari ia tunggu, lalu bersimpuh dan sujud menundukkan qalbu,
menghancurkan keangkuhan yang lupa berlalu,
Itulah senyum manis Indonesia ku,
yang telah melegenda sejak dari dulu,
suara ibu indah dalam senandung lagu,
tidak menggelegar keluar pintu,
hanya tuk menghibur tatkala pilu,
atau penghantar malam dalam tidur ku,
bukan di panggung pengundang godaan membelenggu.
Ibuku lambang kesejukan Indonesia,
senyum-nya pada tetangga bak mutiara di depan mata,
sapa-nya pada kerabat indah di telinga,
di korong kampung dia dammbaan warga,
kepada siapapun meski berbeda,
ibadahnya ikhlas berbuah nyata,
tercermin dalam shalat sujudnya,
terlihat dari tutur kata,
tindak perilaku yang tak retak mendua.
Ibuku lambang kesejukan Indonesia,
meski dengan tusuk konde pada rambut di kepala,
ía tutup hijab dan selendang panjang indah berwarna,
lantunan bacaan ayatnya menyejukkan dada,
tapi jangan kau hina lantunan azan yang dirindukannya,
jangan kau caci kerudung indah bersahaja,
cukuplah kau belajar lagi sejarah bangsa,
seperti langkah ibu bapak-mu, bapak-ku dan Bapak-Bangsa.
Padang, 4 April-2018/18 Rajab 1439
Puisi “Kerudung” dimulai dengan mengingat masa kecil saat tidur di pangkuan ibu sebagai tempat yang nyaman bagi seorang anak. Ini menunjukkan ikatan yang kuat antara ibu dan anak. Sang ibu digambarkan memiliki senyum manis, yang membuat anak merasa bahagia dan dicintai, yang digambarkan dengan rambut indah ditutupi oleh syal biru. Syal itu disebut “selendang,” yang merupakan pakaian tradisional Indonesia. Puisi Kerudung menyebutkan “konde,” yang merupakan gaya rambut tradisional di Indonesia. Gaya rambut ini sering dihiasi dengan dekorasi, membuatnya terlihat lebih indah. Penampilan ibu mencerminkan tradisi budaya. Selain tentang budaya, puisi tersebut menyoroti pentingnya panggilan untuk berdoa, yang dikenal sebagai “azan” sebagai suara yang memanggil umat Islam untuk salat lima kali sehari. Sang ibu menunggu suara yang menunjukkan pengabdian dan hubungannya dengan iman. Ketika berdoa, merendahkan diri yang berarti dia menunjukkan rasa hormat dan ketundukan kepada Tuhan. Tindakan doa ini adalah bagian penting dari hidup dan mencerminkan nilai-nilainya.
5, Majas dalam Buku Puisi Tafakur 3 Munajat Cinta Seorang Hamba karya Hardi Abu Rafa (Hardisman)
Dalam menganalisis gaya bahasa atau majas yang digunakan dalam puisi, kita harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang majas agar dapat memahami makna yang disampaikan dalam puisi. Gaya bahasa dan majas juga terkandung dalam buku puisi Tafakur 3 Munajat Cinta karya Hardi Abu Rafa (2022). Dikutip dari modul Bahasa Indonesia Teks Puisi Kemdikbud yang disusun oleh Kusen, dkk., penyusunan larik dan baitnya puisi bersifat konotatif (mengandung majas), semantis, mengandung irama, rima, dan ritme. Dalam buku Diksi dan Gaya Bahasa (2008), Gorys Keraf menyebut makna konotatif merupakan suatu jenis makna di mana stimulus respons mengandung nilai-nilai emosional. Untuk menghindari interpretasi yang mungkin timbul, penulis puisi akan berusaha memilih kata dan konteks yang bebas interpretasi. Dikutip dari Bahasa Indonesia Kemdikbud oleh Foy Ario, walaupun bahasa yang digunakan dalam puisi cenderung bermakna konotatif, namun tema puisi juga bisa dapat dirunut dengan menggunakan kata-kata kunci dalam puisi tersebut.
Pengertian majas adalah persamaan atau kiasan yang berfungsi sebagai penunjang gaya bahasa, contohnya seperti hiperbola, eufimisme, sarkasme, ironi, dan lain sebagainya (Keraf, 2017:129). Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa majas yang ditemukan dalam kumpulan puisi Tafakur 3 Munajat Cinta seperti pada puisi berikut: Sunnah Basa Basi, Perjalanan Jiwa, Komentator Agama, Menyapa dengan Hati, dan Kerudung.
Majas personifikasi ditemukan pada larik tak ada suara yang menemani, kata “suara” dibuat seolah-olah hidup karena dianggap bisa “menemani” seperti manusia. Dalam puisi Berahi Illahiyah terdapat beberapa majas, salah satunya majas hiperbola Kurasakan jasad kuat melayang larik ini melebih lebihkan seakan- akan jasadnya melayang padahal ia tidak melayang. Dalam puisi ketika birahi sudah takluk terdapat beberapa majas yang berbeda. Salah satu majas yang terdapat dalam puisi ini adalah majas personifikasi. Pada larik disaat nafsu sudah tunduk, larik ini menjadikan kata “nafsu” dan “ birahi” sebagai benda hidup karena menggunakan kata “tunduk. Dalam puisi Menyapa dengan Hati terdapat majas paradoks menjelaskan sesuatu yang bertentangan, yaitu dimana anak kecil yang bekum tau apa-apa, dipaksa untuk mengerti hal yang belum pada usianya, “padahal ia masih kecil dan belia dan belum tau apa-apa, yang dituntut mengerti orang tuanya yang sudah punya pengalaman hidup dan berpendidikan tinggi”
Dalam puisi Kerudung terdapat majas personifikasi karena beberapa larik dalam puisi menggambarkan benda mati layaknya manusia seperti, “Itulah senyum manis Indonesia yang aku tahu” dan “Itulah senyum manis Indonesiaku”. Dalam puisi kita hanya sedang bermimpi terdapat majas sarkasme adalah bohong yang mengatakan banyak pemimpin memperkaya diri, adalah tidak benar di mana-mana terjadi korupsi nyatanya pemimpin saaat ini banyak yang memperkaya diri dan banyak terjadi korupsi di berbagai instansi pemerintah.
Pada puisi Mulai Saat Ini terdapat majas repetisi “Bekerjalah… berkaryalah… mulailah saat ini”, pengulangan kata kerja dengan partikel -lah pada kata bekerjalah, berkaryalah, mulailah merupakan majas repetisi. Majas simile “Semakin tinggi kau terbang, setinggi itu pulalah kau akan jatuh berantakan” Perbandingan langsung untuk menunjukkan seberapa jauh dan bagaimana resiko yang diambil, dan majas personifikasi “Qalbu yang tenang tidak melayang karena hembusan” yang memberikan sifat manusia kepada qalbu.
Selain mengandung majas-majas, buku puisi Tafakur 3 Munajat Cinta Seorang Hamba berfokus terhadap ayat-ayat Illahiyah yang terus terang dan bermakna. Refleksi yang dikemas dalam buku ini disampaikan melalui berbagai bentuk, termasuk puisi syair bebas, komposisi berima, dan kata-kata mutiara. Setiap bagian penutup disertai dengan momen atau kejadian tertentu yang menginspirasi atau beresonansi dengan pengalaman atau pengamatan penulisnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, nasihat yang terkandung dalam puisi-puisi tidak dapat disangkal memiliki kehadiran nyata di dunia empiris dan berfungsi sebagai bentuk bimbingan yang mengingatkan diri sendiri.