Padang, Scientia.id – Aksi tawuran kembali mencoreng wajah Sumatera Barat, dengan sejumlah kejadian yang terjadi sepanjang bulan Maret. Salah satu insiden yang menarik perhatian publik adalah bentrokan remaja di Simpang Haru, kota Padang pada 2 Maret 2025. Aksi tersebut tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga merasakan masyarakat sekitar. Sejumlah pelaku yang masih berstatus belajar berhasil diamankan oleh warga dan aparat kepolisian.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, Firdaus menyoroti maraknya tawuran di kalangan remaja yang semakin sering terjadi. Menurutnya, fenomena ini tidak bisa dianggap sebagai kenakalan biasa, melainkan sebuah gejala sosial yang harus ditangani dengan serius.
“Tawuran bukan sekadar kenakalan remaja, tetapi gejala sosial yang jika dibiarkan bisa berkembang menjadi budaya kekerasan yang semakin sulit dikendalikan,” ujar Firdaus pada Scientia.id, Selasa (11/3).
Firdaus menilai bahwa meningkatnya tawuran bukan hanya kesalahan individu, tetapi juga menunjukkan kegagalan berbagai pihak dalam membina anak-anak muda agar memiliki kegiatan yang lebih positif. Ia menekankan bahwa penyelesaian masalah ini tidak hanya bisa mengandalkan tindakan represif dari kepolisian.
Menurut Firdaus, aparat kepolisian harus bertindak lebih tegas dalam menangani pelaku tawuran, terutama bagi mereka yang berulang kali terlibat dalam aksi serupa. Namun, pendekatan yang hanya mengedepankan penegakan hukum tanpa adanya pembinaan jangka panjang tidak akan efektif dalam menekan angka tawuran.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan razia dan patroli. Harus ada pembinaan yang berkelanjutan. Sekolah, keluarga dan lingkungan harus berperan aktif. Kalau anak-anak ini punya kegiatan yang positif, maka tidak ada mencari kesenangan dengan cara tawuran,” jelas Firdaus.
Baca Juga: Langkah Strategis Meminimalisir Aksi Kekerasan dan Tawuran Pelajar di Sumbar
Firdaus juga mengingatkan bahwa peran sekolah sangat penting dalam membangun karakter siswa. Menurutnya, Pendidikan karakter harus lebih diperkuat agar pelajar memiliki kesadaran dalam mengelola emosi dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan. (tmi)