Puisi-puisi Karya Asyilah Nurhafidza
Waktu Menelan
Genggaman tangan masih sama kau berikan
Terasa sehangat tungku api malam itu
Senyumanmu masih sama terukirkan
Terbayang danau bermusik bambu
Hanya waktu menelan segala angan
Menyisakan detik kenangan
Lengan yang dahulu kekar
Sekarang ditusuk angin, mengerut
Senyum yang dahulu mekar
Sekarang membeku bersama dingin, terpaku
Kau relakan pundakmu tempat bersandar
Kepalamu menjadi gudang cerita
Tapi kau menolak setiap emas dan perhiasan
Terimakasih sebagai ucapan
dan maaf tanpa alasan
Kenangan Pondok Kecil
Di pondok kecil itu
Kau bawa aku berteduh
Dari tangisan langit dan teriakan awan
Kau peluk erat tubuhku
Menggenggam lenganku
Takut tanah lembab mengambil ragaku
Tubuhku menggigil diselimuti angin dingin
Merinding,
Tapi api unggun tumbuh pada jiwamu
Membuat bekuku meleleh
Di pondok kecil itu
Tangan kasarmu membuat goresan kenangan yang membekas
Jaket hitammu melahap dingin pun jadi berarti
Dan pohon goyang menjadi bukti
Goresan Wajah
Cermin menunjukkan gores diwajahku
Tak merubah kecantikkanku
Tapi tatapan burung hantu tertuju padaku
Ibu
Apakah begitu tajam toreh angin lalu ?
Hingga membekas dipipiku
Ibu hanya menjawab
‘untung saja jalan tak menelan ragamu’
Ayah
Begitu kejamkah kuda besi menerbangkanku?
Hingga aku harus mencium bau tanah
Ayah hanya menjawab
‘untung saja angin juga tak ikut membuangmu’
Tentang Penulis:
Asyilah Nurhafidza, biasa dipanggil asyilah. Sekolah di SMA IT INSAN Cendekia Payakumbuh, yang sekarang meranjak duduk di kelas XI SMA . Bertempat Tinggal di Kepahiang, Bengkulu. Saya suka menulis karena menurut saya menulis adalah salah satu cara menuangkan keluh kesah di hati saya. Dari menulis saya juga merasa kembali ke masa kecil penuh imajinasi. Di masa remaja ini sulit untuk melepaskan imajinasi karena telah berbeda masa. Tapi meluangkan waktu menulis itu, menurut saya sama seperti meluangkan waktu berimajinasi.
Mengabadikan Ingatan dengan Puisi (Analisis Puisi-puisi Karya Asyilah Nurhafidza)
Oleh : Dara Layl
(Pengurus Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Sumatera Barat)
Hanya waktu menelan segala angan
Menyisakan detik kenangan
…
Puisi seringkali dijadikan sebagai sarana untuk mengabadikan momen yang pernah dialami. Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan, kegiatan menulis menjadi alat untuk menyampaikan gagasan dan dapat membentuk proses berpikir dan berkreasi yang berperan dalam mengolah gagasan (Andayani, Pratiwi, & Priyatni, 2017). Puisi adalah salah-satu tulisan sastra yang berfungsi sebagai medium yang sangat pas untuk membagikan setiap pengalaman dengan menggunakan bahasa atau diksi yang indah. Puisi adalah karya sastra yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias, menurut Waluyo (1987:25).
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan tiga puisi dengan judul, “Waktu Menelan”, “Kenangan Pondok Kecil” dan “Goresan Wajah” Karya Asyilah seorang murid SMA IT ICBS Payakumbuh.
Puisi pertama, “Waktu Menelan” sesuai dengan judulnya puisi ini menceritakan tentang waktu-waktu yang pernah dihabiskan bersama orang-orang yang berarti dalam hidup baik itu keluarga, sahabat ataupun orang-orang yang tidak sengaja dijumpai. Puisi ini seakan membawa kita pada kenangan itu.
Puisi “Waktu Menelan” menggambarkan perasaan syukur sekaligus kehilangan akan seorang sosok yang begitu berarti dalam hidup.
Puisi yang terdiri dari lima bait ini membawa kita pada pengalaman berbeda di setiap baitnya, pada bait pertama dan keempat seakan menjelaskan sosok yang telah berkorban kepada kita, terlihat di dalam potongan bait;
/Genggaman tangan masih sama kau berikan/ /Terasa sehangat tungku api malam itu/ /Senyumanmu masih sama terukirkan/ /Kau relakan pundakmu tempat bersandar//Kepalamu menjadi gudang cerita/
Di dalam bait ini tergambar pengorbanan seseorang yang begitu tulus.
Sedangkan, pada bait selanjutnya seolah menjelaskan bahwa apa yang dialami sudah menjelma menjadi sebuah kenangan;
/Hanya waktu menelan segala angan/ /Menyisakan detik kenangan/
Dan di bait terakhir, puisi ini ditutup dengan ucapan terima kasih sekaligus maaf yang manis;
/Terima kasih sebagai ucapan/ /Dan maaf tanpa alasan/
Bait terakhir di dalam puisi ini memiliki perasaan yang dekat dengan kita bahwa, apa pun yang telah terjadi kita hanya dapat menyukuri dan menjadikan perbaikan untuk kehidupan kedepannya.
Puisi kedua, “Kenangan Pondok Kecil” dalam KBBI “kenangan” memiliki arti sesuatu yang membekas dalam ingatan atau kesan. Sesuai dengan judulnya puisi ini menggambarkan tentang ingatan yang begitu berkesan bersama seseorang yang cukup berarti dalam hidup, hal ini bisa dilihat dalam sajak;
/Kau bawa aku berteduh/ /Dari tangisan langit dan teriakan awan/
/Api unggun tumbuh pada jiwamu/ /
/Tangan kasarmu membuat goresan kenangan yang membekas/
Jika diperhatikan dengan sekilas puisi ini cenderung mengacu pada puisi romantis yang manis, namun jika dilihat dengan lebih saksama, seseorang yang digambarkan dalam puisi bisa jadi bukan seorang kekasih melainkan seorang ayah atau seorang paman atau bisa jadi seorang kakek yang berperan besar dalam kehidupan anak perempuan dalam keluarga.
Puisi ketiga, “Goresan Wajah” berbeda dengan dua puisi sebelumnya, puisi ketiga ini memiliki perasaan yang lebih berat. Perasaan dalam puisi adalah bagaimana perasaan penyair terhadap masalah dalam puisi (Suwarni, Sri dan Yayat Nurhayat, 2023: 176). Pada puisi ini kata “goresan” yang ada di dalam judul puisi bisa berarti “sebuah bekas luka” luka di sini secara harfiah adalah luka akibat sebuah kecelakaan. Hal ini bisa dilihat dalam potongan bait puisi;
/Ayah/ /Begitu kejamkah kuda besi menerbangkanku?/ /Hingga aku harus mencium bau tanah/
Hal yang membuat puisi ini berbeda dengan dua puisi sebelumnya adalah menggunakan bentuk “dialog” dalam penyajian puisi, sehingga membuat puisi ini menjadi menarik.
Jika ditarik satu benang merah, ketiga puisi ini menggunakan konsep yang sama yaitu secara keseluruhan membahas tema yang sama yaitu “kenangan” yang jelas tergambar di dalam judul puisi dengan pengambilan diksi; “waktu”, “kenangan”, dan “goresan”.
Ketiga puisi diatas menunjukkan bahwa kita bisa memahat kenangan untuk bisa lebih lama diingat dengan menuliskannya menjadi sebuah puisi, kenangan itu bukan hanya kenangan yang indah tetapi juga kenangan yang meninggalkan luka untuk diambil pembelajaran kedepannya.
Puisi adalah salah-satu karya sastra yang mengristalkan kata-kata dengan pemilihan diksi dengan susunan yang indah. Di dalam puisi ini sudah tergambar pengkristalan kata, dimana maksud yang ingin disampaikan oleh penulis tidak secara tersurat ada di dalam puisi.
Selain itu, puisi ini akan lebih bagus lagi jika ditambahkan dengan permainan diksi dan metafora seperti penggunaan kata kiasan.
Terima kasih, Asyilah untuk kiriman puisinya, senang sekali membaca puisi puisi ini, semangat terus menulis puisi.(*)
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.