Dharmasraya, SCIENTIA – Sebanyak 353 pegawai Non-ASN di Kabupaten Dharmasraya terancam dirumahkan menyusul penerapan kebijakan baru yang mengatur pengurangan jumlah pegawai di lingkungan pemerintah daerah.
“Jumlah tersebut hanya data sementara pegawai Non-ASN yang berisiko akan dirumahkan,” ungkap Kepala BKPSDM Dharmasraya,” Yusrizal Senin (20/1/2025)
Yusrizal menambahkan perihal tersebut bisa bertambah mengingat pegawai Non-ASN tersebar di berbagai OPD. Kebijakan ini, menurut Yusrizal, berpotensi besar mengurangi jumlah pegawai Non-ASN di Dharmasraya.
Salah satu alasan utama kebijakan ini diberlakukan adalah adanya kondisi overkapasitas pegawai yang melebihi kebutuhan berdasarkan Analisis Jabatan (Anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK). Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 800.1.2/54/BKPSDM-2025, yang diteken Bupati Dharmasraya, Sutan Riska Tuanku Kerajaan pada 16 Januari 2025.
Surat edaran ini menginstruksikan seluruh Kepala Perangkat Daerah untuk tidak memperpanjang kontrak maupun melakukan pengangkatan baru Pegawai Non-ASN di lingkungan pemerintah daerah. Kebijakan ini sejalan dengan Surat Menpan-RB Nomor B/5993/M.SM.01.00/2024 yang dikeluarkan pada 12 Desember 2024, yang menegaskan agar penganggaran gaji pegawai Non-ASN disesuaikan dengan kebutuhan daerah, mengingat program pengadaan CPNS dan PPPK masih berlangsung.
Surat edaran tersebut memuat tiga poin utama, yaitu: Pertama, Larangan Rekrutmen Baru: Kepala Perangkat Daerah dilarang melakukan perekrutan atau penambahan Pegawai Non-ASN selama proses pengadaan CPNS dan PPPK berlangsung;
Kedua, Tidak Ada Perpanjangan Kontrak: Pegawai Non-ASN yang tidak terdaftar dalam database BKN, memiliki masa kerja kurang dari dua tahun, atau tidak mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK tidak akan diperpanjang kontraknya. Mereka yang sudah terdaftar di BKN tetapi tidak mengikuti seleksi CPNS atau PPPK juga akan dirumahkan, dan
Terakhir, Sanksi untuk Pelanggaran: Kepala perangkat daerah yang tidak mematuhi kebijakan ini akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku, dan pelanggaran dapat menjadi temuan audit internal maupun eksternal.
Yusrizal juga mengungkapkan bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengatur bahwa pegawai pemerintah harus berstatus ASN, baik PNS maupun PPPK. Beberapa posisi tertentu, seperti penjaga malam, P3K, dan driver, dapat dialihdayakan melalui sistem outsourcing.
Kebijakan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk mengurangi pemborosan anggaran daerah akibat belanja pegawai yang terus meningkat.
Selain itu, kebijakan ini juga mengacu pada sejumlah peraturan dan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk Tahun Anggaran 2024.
Yusrizal berharap kebijakan ini dapat menata ulang sistem kepegawaian di daerah tersebut dan menciptakan pemerintahan yang lebih efisien. Namun, implementasi kebijakan ini diharapkan dapat menjaga stabilitas sosial dan memastikan keadilan bagi seluruh pegawai yang terdampak. (tnl)