Sahabat
Oleh: Sauqi Adelio Efendi
Di tepi pantai yang indah, berdiri dua sahabat, Segara dan Lloris. Keduanya adalah anak-anak desa nelayan yang berbagi mimpi besar: menjelajahi lautan yang tak berujung dan menemukan keajaiban yang tersembunyi di dalamnya. Segara, dengan rambut hitam legam dan mata secerah lautan, adalah sosok yang berani dan penuh rasa ingin tahu. Di sisi lain, Lloris, dengan rambut pirang dan senyuman manis, adalah penemu ide-ide hebat dan sangat pandai membaca bintang.
Suatu malam, saat bulan purnama bersinar terang, mereka duduk di atas karang sambil mengagumi bintang-bintang. Lloris mengeluarkan peta tua yang ia temukan di loteng rumah neneknya.
“Lihat ini, Segara!” Katanya dengan semangat.
“Ini peta tempat yang disebut ‘Pulau Cinta’, di mana konon ada harta karun yang terpendam!”
Segara merasa jantungnya berdegup kencang.
“Kita harus pergi mencarinya! Bayangkan semua petualangan yang akan kita alami!” Dengan semangat itu, mereka menyiapkan perahu kecil milik keluarga Segara. Perahu itu telah menampung banyak kenangan, tetapi kini menjadi sarana menuju petualangan terbesar dalam hidup mereka. Mereka membawa bekal makanan, air, dan peta yang Lloris pegang erat.
Pagi-pagi buta, setelah perpisahan hangat dari keluarga, mereka meluncur ke tengah lautan yang biru. Ombak berdebur lembut, seolah menyambut kedatangan mereka. Hari-hari berlalu, dan mereka menikmati kebebasan di lautan, memancing ikan, dan bercerita tentang impian mereka sambil melihat kelap-kelip bintang di malam hari.
Tetapi, petualangan mereka tidak selalu mulus. Pada suatu malam, badai tiba-tiba menerjang. Angin kencang menghempaskan perahu mereka, dan gelombang tinggi menggulung semuanya ke arah yang tidak pasti. Segara dan Lloris harus bekerja sama untuk menjaga perahu mereka tetap bertahan. Dengan peluh dan usaha, mereka berhasil bertahan hingga badai mereda.
Setelah badai, mereka terdampar di sebuah pulau kecil yang tidak ada di peta. Pulau itu dipenuhi pepohonan lebat dan suara burung eksotis.
“Ini mungkin Pulau Cinta!” Seru Lloris, meskipun wajahnya menunjukkan sedikit keraguan. Mereka memutuskan untuk menjelajahi pulau dan mencari petunjuk tentang harta karun yang mereka cari.
Sambil berjalan, mereka menemukan berbagai hal menarik, seperti gua misterius dan bunga-bunga aneh yang bercahaya saat malam tiba. Segara menemukan jejak kaki besar yang aneh.
“Mungkin ini adalah jejak makhluk penjaga harta karun,” tebaknya. Lloris mengangguk, ketarik oleh imajinasi petualangan yang semakin seru.
Setelah berhari-hari menjelajahi pulau, mereka menemukan sebuah gua yang sangat dalam. Di dalamnya, terdapat ukiran-ukiran kuno yang bercerita tentang seorang raja yang menyimpan hartanya di sana untuk menjaga agar tidak jatuh ke tangan yang salah. Namun, cerita tersebut juga menyebutkan bahwa hanya mereka yang memiliki hati yang murni dan persahabatan sejati yang bisa mendapatkan harta itu.
Dengan tekad yang baru, Segara dan Lloris masuk lebih dalam ke dalam gua. Mereka melewati rintangan-rintangan sulit yang menguji keberanian dan kerjasama mereka. Dalam perjalanan, mereka saling menguatkan dan memberi semangat satu sama lain. Lloris misalnya, ketika Segara merasa putus asa karena penghalang yang sulit, ia membagikan harapan dan kepercayaan diri.
Akhirnya, setelah sebuah perjalanan yang penuh tantangan, mereka mencapai ruangan utama gua. Di sana, terletak peti harta karun yang megah. Saat mereka membuka peti itu, alangkah terkejutnya mereka melihat bukan emas atau permata yang bersinar, melainkan peta yang menunjukkan lebih banyak pulau dan tempat ajaib di seluruh lautan.
“Ini adalah harta yang sesungguhnya,” kata Lloris dengan mata berbinar.
“Kita bisa menjelajahi lebih banyak tempat bersama-sama!”
Segara tersenyum lebar.
“Pelajaran dari petualangan ini lebih berharga daripada harta yang kita bayangkan.” Ternyata harta sejati adalah pengalaman serta persahabatan yang diperkuat melalui tantangan yang mereka hadapi.
Dengan semangat baru, Segara dan Lloris keluar dari gua, siap untuk melanjutkan petualangan mereka. Mereka kembali ke perahu, meninggalkan pulau tersebut dan berlayar menuju cakrawala yang tak terbatas, mengagumi keindahan lautan dan saling berjanji untuk selalu bersama dalam setiap petualangan yang akan datang.
Lautan bukan hanya sekadar air biru di depan mereka, tetapi juga lambang dari mimpi, harapan, dan persahabatan abadi yang akan terus mereka jaga. Dan di bawah langit yang penuh bintang, Segara dan Lloris berlayar menuju petualangan berikutnya, mengetahui bahwa apapun yang mereka hadapi, mereka akan selalu dapat mengandalkan satu sama lain.
Dengan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki, akhirnya sebuah perahu berukuran sedang selesai dibuat. Lloris tersenyum puas.
”Sejauh mata memandang seluas hamparan lautan….”
”Kita akan selalu bersama melewati semua halang rintangan.” Segara melanjutkan.
Keduanya sontak tertawa terbahak-bahak.
Perahu sudah mereka dorong ke laut, persiapan sudah lengkap.
”Lloris lihat gulungan peta ini bentuknya berbeda.” Lloris yang sedang menyantap seekor ikan menatapnya dengan heran.
”Berbeda bagaimana?”
Segara mengeluarkan peta itu dari peti yang mereka dapatkan. Terlihat gulungan peta itu terbalut oleh tali yang terbuat dari serat aneh.
”Lihatkan pengikatnya saja aneh begini.” Mereka menatap gulungan peta itu dengan heran. Sorot mata Segara berpindah pada ikan yang disantap oleh Lloris.
SAT SET!
Ikan itu sudah berpindah tangan. Segara melahapnya dengan cepat, Lloris hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Kini mereka sedang duduk menikmati indah lautan sore hari, entah berapa lama mereka akan terus mengarungi lautan tanpa tahu kapan akan pulang.
Hari silih berganti tapi mereka masih kebingungan harus pergi kemana. Lautan terbentang luas, satu-satunya pedoman mereka hanya peta dan kompas milik ayah Segara.
”Ayolah Lloris kita ikuti peta aneh itu saja!” Segara berseru. Karena tak ada pilihan menarik untuk dipilih, Lloris akhirnya menyerah pada keputusan Segara.
”Ayo buka ikatan petanya!” Lloris berseru tak sabar, ini akan menjadi petualangan baru yang lebih seru dari pada ‘Pulau Cinta’.
“Ini adalah petualangan baru kita.” Mereka beradu kepalan tangan layaknya perjanjian abadi. Segara mulai membuka peta, alangkah terkejutnya mereka dengan isi peta tersebut. Mereka mendapati rute perjalanan yang ternyata tak jauh dari posisi mereka sekarang.
Pulau itu bahkan sudah terlihat dari kejauhan. Semangat mereka terus terbakar, mereka membuat mesin turbin sederhana dari bambu di pulau sebelumnya. Itu membuat kecepatan perahu mereka lebih kencang dari sampan. Lloris mengayuh turbin bambunya yang berputar layaknya turbin kapal besar.
Segara menunjukan arah dengan kompas. Kerja sama mereka membuat segalanya menjadi lebih mudah.
Perahu mereka melaju tanpa hambatan, tepian pantai mulai terlihat seiring mereka mendekat.
”Lloris lihat! Pesisir pantai sudah dekat.” Air laut yang terdekat mulai terlihat lebih cerah dan transparan, itu membuktikan mereka kini sudah sampai di pesisir pantai.
“Pulau ini bahkan tak terlihat berpenghuni!” Segara yang sedari tadi turun menjelajahi pulau itu, tak berselang lama Lloris juga telah mengekorinya. Pulau ini memiliki pohon raksasa di setiap sudut.
Setiap pohon memiliki tanda aneh, lebih mirip seperti cakaran.
”Segara coba perhatikan! Ini adalah cakaran beruang besar!” Segara yang sadar lalu menarik Lloris menjauh dari kawasan pohon raksasa.
”Segara! AWAS!!!”
Pohon-pohon raksasa itu bergetar hebat lalu beberapa tumbang, nyaris mengenai Segara. Terlihat beruang besar berlarian ingin memangsa mereka, Segara dan Lloris berlari menuju perahu kecilnya.
Dengan cepat mereka menaikkan jangkar, membentangkan layar lalu pergi berlabuh kembali ke tengah lautan.
“Hampir saja kita jadi makanan mereka kan, Lloris.” Mereka mendatangi pulau yang salah, pulau itu ternyata dihuni oleh para beruang besar yang buas.
Namun, masalah mereka tidak sampai di pulau saja kini di tengah lautan yang luas, dua sahabat karib, Segara dan Lloris, terjebak di sebuah perahu kecil. Cuaca buruk mendadak menghampiri, dan badai dahsyat menggulung ombak setinggi gedung di sekitar mereka. Segara, masih terus dangan sikap penuh semangat, selalu menjadi penggagas petualangan. Sementara Lloris, lebih tenang dan skeptis, tetapi memiliki naluri bertahan hidup yang tajam.
Ini dimulai seperti biasanya, ketika mereka berdua memutuskan untuk mengarungi laut demi menjelajahi pulau-pulau kecil yang belum terjamah. Namun, langit biru yang cerah tiba-tiba berganti kelabu gelap. Segara menggenggam kemudi, berusaha mempertahankan arah sambil sesekali melirik ke Lloris yang tampak cemas.
“Tenang, Lloris! Kita bisa melewati ini,” ujarnya meski hatinya mulai berdebar.
Saat angin kencang mulai menerpa, perahu bergetar hebat. Ombak mulai memasuki perahu, membuat mereka semakin basah kuyup. Lloris berteriak.
“Kita harus mencari tempat berlindung!” Tetapi Segara bersikeras untuk terus bergerak, berharap menemukan pulau terdekat yang bisa memberi perlindungan.
“Mungkin kita bisa menggunakan layar sebagai pelindung!” Saran Segara, teringat materi yang pernah mereka pelajari di sekolah. Dengan cepat, mereka bekerja sama, membentangkan layar perahu untuk menangkap angin tepat di saat yang tepat. Namun, badai justru semakin mengganas, dan perahu mereka terbalik seolah-olah benda kecil itu hanyalah mainan di lautan yang marah.
Mereka terjebak di bawah air, berjuang melawan arus. Dalam kepanikan, Lloris meraih tangan Segara, dan dengan kekuatan yang tersisa, mereka berenang ke permukaan. Napas mereka tersengal-sengal saat mereka muncul kembali, berpelukan satu sama lain di atas puing-puing perahu yang hancur.
“Segara, aku tidak tahu berapa lama kita bisa bertahan di sini!” Lloris berteriak, suaranya nyaris tak terdengar karena gemuruh badai. Segara, meski ketakutan, berusaha menenangkan teman sekaligus dirinya.
“Kita punya satu sama lain, kita tidak sendiri!”
Dari antara gelombang-gelombang dahsyat, mereka melihat cahaya samar di kejauhan.
“Itu mungkin pulau!” Teriak Segara dengan harap. Dengan segenap tenaga yang tersisa, mereka berusaha berenang, berpegang pada harapan bahwa mereka bisa selamat.
Perjuangan panjang dan melelahkan itu membawa mereka pada pantai lembut yang tak terduga. Mereka terdampar di pasir, napas mereka terengah-engah, sarat dengan rasa syukur. Badai yang mengamuk kini menjauh, dan sinar mentari mulai merekah, menghiasi langit yang tadinya kelam.
Setelah memulihkan tenaga, Segara dan Lloris menjelajahi pulau tersebut. Mereka menemukan sumber air tawar dan buah-buahan yang tumbuh bebas. Tetapi malam datang dengan cepat, dan mereka harus berhadapan dengan rasa takut yang lebih dalam: kesepian.
Malam itu, di bawah sajadah bintang, mereka berbagi cerita, mengenang masa-masa indah bersama.
“Aku selalu khawatir tentang kita,” kata Lloris, matanya memandang jauh ke langit.
“Tapi melihat kita bertahan, aku merasa lebih kuat.”
“Aku percaya, Lloris, kita bisa menghadapi apa pun selama kita bersama,” sahut Segara, senyum hangat terpancar di wajahnya.
Hari-hari berlalu, dan mereka belajar untuk bertahan hidup di pulau itu. Mereka membuat alat sederhana, memancing, dan saling menjaga. Bersama-sama, mereka menciptakan kenangan baru meski dalam situasi yang sulit. Segara mengajarkan Lloris cara membangun perahu dari kayu dan daun untuk kembali ke rumah. Dan setiap kali Lloris merasa putus asa, Segara selalu ada untuk mengingatkan bahwa harapan adalah jangkar di lautan kehidupan.
Akhirnya, setelah berbulan-bulan tinggal, mereka berhasil menyelesaikan perahu baru. Dengan hati yang penuh harapan, mereka melangkah ke atas perahu, bersiap untuk meninggalkan pulau yang telah mengubah hidup mereka. Gelombang mengantarkan mereka dengan lembut saat mereka berlayar, sambil menyanyikan lagu persahabatan yang membuat mereka terus berjuang.
Saat matahari terbenam, Segara dan Lloris merasa bangga. Mereka telah mengatasi badai, namun yang lebih penting, mereka telah menemukan kekuatan satu sama lain.
“Apa pun yang terjadi di depan, kita akan selalu menjadi sahabat,” ucap Segara saat mereka melanjutkan perjalanan, siap menghadapi dunia yang lebih besar.
Dalam petualangan berikutnya, mereka tak hanya membawa kenangan, tetapi juga pelajaran berharga tentang persahabatan, harapan, dan keberanian—sesuatu yang tak tergoyahkan oleh badai apa pun.
Setelah berbulan-bulan mengarungi lautan kini mereka kembali dengan masalah yang sama, persis seperti hal menimpa mereka kemarin.
Di tengah lautan yang mengamuk, Segara dan Lloris terombang-ambing di atas perahu kecil mereka. Ombak besar menghantam dengan ganas, sementara awan gelap menggantung berat di langit. Mereka adalah dua sahabat yang telah menjelajahi banyak petualangan bersama, namun kali ini merasa lebih terjebak dari sebelumnya. Segara, berusaha sekuat tenaga mengendalikan perahu yang nyaris tenggelam. Di sisinya, Lloris, memiliki keberanian yang tak tertandingi meski wajahnya menunjukkan kepanikan.
“Segara! Kita harus berusaha menjauh dari badai ini!” Teriak Lloris, suaranya hampir tenggelam oleh raungan gelombang.
“Ya, aku tahu! Namun, kita harus menemukan kekuatan dalam diri kita!” Balas Segara, berfokus pada arah yang ingin dituju. Dia ingat pada cerita neneknya tentang pulau tenang yang berada di ujung horizon, tempat yang disebut Pulau Harapan. Di sanalah mereka bisa menemukan perlindungan dari segala ancaman.
Saat gelombang semakin tinggi, Segara mengingat peta yang mereka dapatkan itu sangat mirip berdasarkan kisah-kisah yang diceritakan orang-orang tua di desa. Dengan harapan, dia memusatkan perhatian, berusaha mengingat detail-detail penting yang mungkin menjadi jalan keluar.
“Lloris, kita tidak boleh menyerah! Jika kita bisa melewati badai ini, kita akan menemukan pulau itu!”
Dengan tekad baru, mereka bekerja sama, Lloris memegang kemudi sementara Segara mengatur layar. Setiap detik terasa seperti selamanya, tetapi mereka saling memberi semangat, mengingat semua tantangan yang telah mereka lewati sebelumnya. Akhirnya, dengan sebuah jeritan kegembiraan, mereka melihat celah di antara awan gelap. Cahaya lembut menembus, seperti seberkas harapan.
Dalam perjalanan melewati badai, Segara dan Lloris belajar banyak tentang kekuatan persahabatan. Ketika salah satu dari mereka mulai putus asa, yang lain akan memberikan dorongan. Di saat-saat paling sulit, mereka saling bercerita tentang mimpi-mimpi mereka. Segara berbicara tentang keinginannya untuk menemukan keindahan yang tersembunyi di Pulau Harapan, sementara Lloris ingin menjadikan pulau itu sebagai tempat di mana mereka dapat berdiri bersama, menciptakan kenangan yang tak terlupakan.
Setelah berjam-jam berjuang melawan ombak, akhirnya mereka melewati badai. Pengalaman terjebak di badai sebelumnya memberikan mereka kekuatan. Lautan mulai tenang, dan di depan mereka terbentang pemandangan yang menakjubkan. Pulau Harapan muncul dari balik kabut, dihiasi dengan pepohonan hijau rimbun dan pantai pasir putih yang berkilau. Keduanya memandang satu sama lain dengan mata berbinar.
“Kita berhasil, Segara! Kita melakukannya!” Teriak Lloris, kegirangan membara di dalam hatinya.
Mendekati pantai, mereka merasakan angin lembut yang membawa aroma segar dan kebebasan. Begitu perahu mereka merapat, Segara dan Lloris melompat ke pasir, berlari dengan tawa riang. Mereka menjelajahi pulau dengan penuh rasa ingin tahu, menemukan berbagai keajaiban alam yang selama ini hanya mereka impikan. Air terjun jernih, hutan lebat, dan warna-warni bunga yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Di tengah penjelajahan, mereka menemukan gua tersembunyi di balik semak-semak. Terpandu oleh rasa ingin tahu, mereka masuk ke dalam gua. Di dalam, mereka menemukan lukisan kuno di dinding, menggambarkan kisah nenek moyang yang pernah tinggal di pulau itu. Gambar-gambar tersebut bercerita tentang perjalanan para petualang yang gagal dan sukses, yang diperjuangkan oleh keberanian dan persahabatan.
“Lihat, Segara! Ini seperti cerita kita,” ujar Lloris, menunjuk pada lukisan yang menggambarkan dua sahabat yang melintasi badai.
“Kita adalah bagian dari legasi ini!”
Malam itu, di bawah langit berbintang, mereka berbaring di pantai, mendengarkan suara ombak yang lembut. Segara berpikir tentang perjalanan mereka dan semua kesulitan yang telah dilalui.
“Lloris, kita harus menjaga pulau ini. Ini adalah tempat di mana kita menemukan diri kita dan persahabatan kita.
“Ya, kita akan membuat kenangan di sini selamanya,” sahut Lloris, tersenyum.
Sejak hari itu, Segara dan Lloris tidak hanya menjadi sahabat, tetapi juga penjaga Pulau Harapan. Mereka belajar cara hidup selaras dengan alam, menjelajahi setiap sudut pulau, membangun rumah dari kayu-kayu yang jatuh, dan menciptakan kehidupan baru yang indah. Dalam setiap petualangan, mereka menemukan kekuatan dan makna sejati dari persahabatan, yang membantu mereka mengatasi badai kehidupan.
Ketika matahari terbenam, melukis langit dengan warna-warna cerah, Segara dan Lloris saling memandang, menyadari bahwa mereka telah menemukan bukan hanya pulau yang mereka cari, tetapi juga diri mereka yang sesungguhnya. Mereka telah belajar bahwa, meskipun badai bisa datang kapan saja, dengan adanya persahabatan, mereka dapat menghadapi apa pun yang menghalangi jalan mereka.
Begitulah, Segara dan Lloris melanjutkan petualangan mereka di Pulau Harapan, mengukir kisah baru setiap harinya dan menjaga semangat persahabatan mereka agar tetap bersinar dalam gelapnya malam.
Padang, 2024.
TENTANG PENULIS
Sauqi Adelio Efendi atau yang lebih dikenal dengan nama Sauqi merupakan seorang pelajar yang sedang melanjutkan studynya di kelas IX Qotif SMP Perguruan Islam Ar Risalah. Penulis muda ini menuliskan karyanya dalam bentuk cerpen untuk membagikan inspirasinya kepada para pembaca di indonesia.
Belajar Filosofi Hidup Melalui Cerita Pendek
Oleh: Dara Layl
“Harapan adalah jangkar di lautan kehidupan.” – (Sauqi, 2024)
Karya sastra kaya akan nilai-nilai kehidupan karena pada dasarnya merupakan refleksi dari realitas itu sendiri. Hudhana (2015) mengungkapkan bahwa selain menjadi media hiburan, sastra juga berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan penting dari pengarang kepada pembaca. Salah satu bentuk karya sastra yang sering mengandung pembelajaran hidup adalah cerpen. Cerpen, atau cerita pendek, adalah karya sastra fiktif yang mengisahkan sebuah peristiwa atau kejadian yang dialami tokoh, sering kali merefleksikan kehidupan yang terjadi di masyarakat (Irawati dkk., 2019).
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan sebuah cerpen berjudul “Sahabat” karya Sauqi Adelio Efendi, seorang pelajar kelas IX SMP Perguruan Islam Ar-Risalah, Padang. Cerpen “Sahabat” karya Sauqi Adelio Efendi mengisahkan persahabatan dua anak nelayan, Segara dan Lloris, yang memiliki mimpi besar menjelajahi lautan. Suatu hari, mereka menemukan peta kuno yang menggambarkan lokasi “Pulau Cinta” yang diyakini menyimpan harta karun. Dengan penuh semangat, mereka memulai petualangan menggunakan perahu sederhana.
Di tengah perjalanan, mereka menghadapi badai besar yang membawa mereka ke sebuah pulau tak dikenal. Pulau itu menyimpan misteri, termasuk gua yang mengharuskan mereka bekerja sama untuk melewati berbagai rintangan. Harta yang mereka temukan bukanlah emas, melainkan peta menuju lebih banyak tempat untuk dijelajahi. Petualangan terus berlanjut, termasuk pertemuan dengan pulau penuh beruang buas dan badai dahsyat. Persahabatan mereka diuji oleh berbagai kesulitan, namun justru semakin kuat. Akhirnya, mereka menemukan “Pulau Harapan,” tempat indah yang menjadi simbol kekuatan persahabatan dan harapan mereka.
Cerita ini menekankan pentingnya kerja sama, keberanian, dan persahabatan sejati dalam menghadapi tantangan hidup. Petualangan mereka tidak hanya tentang menemukan pulau atau harta, tetapi juga tentang menemukan makna persahabatan dan kekuatan dalam diri masing-masing. Cerpen ini menggunakan alur maju yang menarik sejak paragraf pertama. Pembaca dibuat penasaran akan kelanjutan kisah dengan pembuka yang memikat:
“Di tepi pantai yang indah, berdiri dua sahabat, Segara dan Lloris. Keduanya adalah anak-anak desa nelayan yang bermimpi besar: menjelajahi lautan yang tak berujung dan menemukan keajaiban di dalamnya.” (Sauqi, 2024)
Pembuka tersebut terasa cerdas dan mampu menyihir pembaca sejak awal. Selain itu, cerpen ini sarat akan filosofi hidup yang disampaikan melalui narasi dan dialog, seperti: “Dengan peluh dan usaha, mereka berhasil bertahan hingga badai mereda.” (Sauqi, 2024). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa penulis melalui dialog dalam cerita pendeknya menyisipkan pesan-pesan moral yang bermanfaat untuk hidup.
Selain dialog di atas, dialog lainnya juga memiliki pelajaran berharga yang bisa diambil hikmahnya oleh pembaca. “Pelajaran dari perjalanan ini lebih berharga daripada harta yang kita bayangkan. Ternyata, harta sejati adalah pengalaman serta persahabatan yang diperkuat melalui tantangan yang mereka hadapi.” (Sauqi, 2024). Kutipan tersebut walaupun terflihat klise tapi sebagai sebuah karya kreatif yang imajinatif, namun tetap memiliki manfaat yang besar untuk pembaca.
“Setiap kali Lloris merasa putus asa, Segara akan ada untuk mengingatkan bahwa harapan adalah jangkar di lautan kehidupan.” (Sauqi, 2024). Setiap pembaca yang pernah berada dalam titik nadir kehidupan atau dalam keputusasaan tentu merasakan bahwa kalimat tersebut memberi kekuatan pada pembaca tersebut.
Filosofi-filosofi ini membuat cerpen “Sahabat” relevan bagi pembaca dari berbagai usia. Penulis muda seperti Sauqi menunjukkan kedewasaan dalam menulis tema kehidupan yang dalam dan reflektif. Cerpen ini juga bisa dibandingkan dengan karya seperti Filosofi Kopi oleh Dee Lestari, yang menginterpretasikan kesulitan hidup dengan cara yang berbeda. Bedanya, “Sahabat” menggunakan latar alam, khususnya lautan, sebagai simbol petualangan dan perjuangan hidup.
Cerpen ini mengangkat tema universal tentang persahabatan, keberanian, dan harapan, yang relevan bagi pembaca dari berbagai kalangan usia. Nilai-nilai ini memberikan pembelajaran hidup yang bermakna. Cerpen menggunakan alur maju yang terstruktur dengan baik. Perjalanan Segara dan Lloris terasa dinamis, dengan konflik dan penyelesaian yang mengalir alami. Alur ini berhasil menjaga rasa penasaran pembaca hingga akhir cerita.
Cerpen ini menyisipkan filosofi hidup yang kuat, seperti pentingnya kerja sama, harapan, dan pengalaman sebagai harta sejati. Dialog dan narasi yang penuh makna memberikan refleksi mendalam bagi pembaca. Penggambaran latar alam, khususnya lautan dan pulau-pulau misterius, memberikan nuansa petualangan yang memikat. Latar ini juga menjadi simbol perjuangan hidup yang penuh tantangan.
Bahasa dalam cerpen ini mudah dipahami dan sesuai dengan target pembaca. Tata bahasa yang digunakan rapi, membuat cerita enak dibaca. Tokoh Segara dan Lloris digambarkan dengan kepribadian yang saling melengkapi: Segara yang berani dan penuh semangat, serta Lloris yang tenang dan cerdas. Hal ini menambah kedalaman cerita dan menonjolkan makna persahabatan.
Kekurangan cerpen ini di antaranya adalah tokoh Segara dan Lloris digambarkan sebagai “anak-anak” di awal cerita. Namun, tindakan dan keputusan mereka lebih menyerupai orang dewasa yang sudah matang secara emosional. Hal ini membuat deskripsi usia tokoh terasa kurang konsisten.
Selain itu penggunaan diksi yang kurang tepat juga mengganggu pembaca. Penggunaan kata “gedung” untuk menggambarkan tingginya gelombang laut kurang sesuai dengan latar alam dan cerita. Kata seperti “bukit” atau “gunung” lebih cocok untuk mendukung suasana petualangan di tengah lautan.
Cerpen ini ditulis dengan penyelesaian konflik yang cenderung terburu-buru. Beberapa konflik, seperti saat badai menghancurkan perahu atau ketika mereka menghadapi bahaya di pulau, diselesaikan dengan cepat tanpa eksplorasi mendalam. Hal ini bisa mengurangi intensitas emosional cerita. Selain itu cerpen ini minimnya penggambaran emosi yang mendalam. Meskipun cerita sarat dengan nilai-nilai kehidupan, penggambaran emosi tokoh, seperti ketakutan, kebingungan, atau kebahagiaan, terkadang kurang mendalam. Hal ini membuat pembaca sulit merasakan keterlibatan emosional yang lebih kuat.
Secara keseluruhan, cerpen ini merupakan karya yang luar biasa, terutama mengingat usia penulisnya yang masih muda. Sauqi menunjukkan potensi besar sebagai penulis yang mampu menggali nilai-nilai kehidupan dan menyampaikannya dengan cara yang menarik. Cerpen “Sahabat” memiliki kelebihan yang jauh lebih banyak daripada kekurangannya. Dengan tema yang kuat, alur yang menarik, dan pesan moral yang inspiratif, cerpen ini sangat layak diapresiasi.
Kekurangan yang ada cenderung bersifat teknis dan dapat diperbaiki dengan pengembangan cerita lebih lanjut, terutama dalam hal emosi tokoh dan eksplorasi konflik. Cerpen ini menunjukkan bahwa Sauqi Adelio Efendi memiliki potensi besar sebagai penulis muda, terutama dalam menyampaikan filosofi hidup melalui cerita yang sederhana namun penuh makna. Semoga karya-karya berikutnya terus lahir dan semakin memperkuat posisi Sauqi sebagai sastrawan muda berbakat. Tetap semangat, Sauqi!
Tentang Kreatika:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.