Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Masa sekolah menengah atas adalah panggung utama bagi keisengan remaja yang penuh warna. Salah satunya menjadikan ponsel sebagai alat eksplorasi sosial yang tak terduga. Bayangkan, memiliki ponsel pertama saat itu rasanya seperti menggenggam dunia dalam satu genggaman. Tapi alih-alih digunakan untuk hal-hal yang bermakna, saya dan banyak teman lain lebih memilih jalan nyeleneh: mengacak-acak nomor telepon sembarangan lalu menekan tombol panggil.
Jika beruntung, suara ramah di seberang akan menyapa penuh tanya, “Siapa ini, ya?”. Tapi kalau sial, sambungan langsung diputus dengan dengusan kesal. Anehnya, justru di antara tawa-tawa kecil dan ketegangan itu, ada sensasi seru yang sulit dijelaskan, seperti menggulung dadu untuk permainan tak terduga.
Keisengan itu sebenarnya lebih dari sekadar mencari hiburan. Salah sambung, anehnya, sering membawa kejutan. Ada yang tiba-tiba menjadi teman berbincang hangat, bahkan berlanjut menjadi sahabat virtual yang tak pernah saya temui di dunia nyata. Pernah juga, salah sambung ini justru menyeret saya ke situasi canggung. Namun, bukankah hal-hal tak terduga seperti ini yang membuat masa remaja terasa begitu hidup dan penuh warna?
Dunia salah sambung sebenarnya adalah miniatur dari kehidupan itu sendiri: penuh ketidakpastian, mengundang tawa, kadang memalukan, tapi selalu menawarkan pelajaran kecil. Ini adalah sebuah cerita tentang bagaimana kesalahan kecil bisa menjadi pintu menuju pertemanan, kebetulan aneh, atau sekadar kenangan lucu yang terus dikenang.
Pernah suatu kali, nomor yang saya hubungi diangkat oleh suara bapak-bapak yang terdengar tegas. Tanpa basa-basi, dia langsung berkata, “Halo, ini bagian penagihan kredit.” Seketika, saya merasa seperti tokoh sinetron yang sedang dikejar-kejar rentenir. Jantung saya berdegup kencang, dan tanpa berpikir panjang, saya langsung minta maaf dengan nada gugup, “Maaf, Pak, salah sambung!” Meski percakapan itu hanya berlangsung beberapa detik, sensasi canggungnya masih teringat jelas hingga sekarang.
Hari-hari keisengan seperti itu kini terasa seperti cerita dari masa lalu. Di era teknologi canggih sekarang, ponsel dengan layar kecil dan tombol yang sering salah tekan sudah tergantikan oleh perangkat pintar. Salah sambung pun semakin jarang terjadi, nomor tak dikenal biasanya langsung diabaikan atau ditolak. Namun, salah sambung sebenarnya adalah pengingat sederhana bahwa kekacauan kecil bisa membuka pintu menuju cerita besar, cerita yang menghadirkan senyum di tengah rutinitas.