Selasa, 17/6/25 | 00:08 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Toleran Beragama: Suatu Keniscayaan

Minggu, 26/11/23 | 08:31 WIB

Oleh:
Muhammad Raudhatul, Irfan Trianda, Ahmad Muhaimin Kamil, Alfarizhi Fitra, Muhammad Rozaan, Rafki Ahmad Pagamanda (Mahasiswa MKWK Universitas Andalas)

 

Toleransi beragama merupakan sikap yang penting untuk dijaga di tengah keberagaman agama yang ada di Indonesia. Toleransi beragama menggambarkan sikap saling menghargai dan menerima perbedaan keyakinan (Sebastian & Martoredjo, 2020), dan tantangannya muncul dari kurangnya pemahaman atau adanya prasangka negatif terhadap agama yang berbeda. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan hati dan pikiran terbuka, kesabaran, dan penghargaan terhadap agama lain. Penting untuk menyadari bahwa keberagaman agama merupakan kekayaan, bukan ancaman. Perbedaan agama perlu dihadapi dengan sikap toleransi agar setiap penganut agama dapat hidup damai sesuai dengan keyakinan masing-masing.

Prinsip-prinsip dalam QS Al Kafirun menyajikan dasar-dasar toleransi sejati yang mengandung nilai-nilai universal. Saat seorang penganut agama Islam menghormati akidah agama lain dengan prinsip “tak pernah menjadi penyembah yang kamu sembah,” hal ini juga berlaku pada pemeluk agama lain terhadap agama Islam. Prinsip “tidak ada paksaan dalam agama” menegaskan bahwa seseorang tidak boleh dipaksa untuk masuk agama Islam, ataupun sebaliknya.

BACAJUGA

No Content Available

Toleransi agama sangat penting untuk meningkatkan ketahanan nasional suatu negara. Ini berfungsi sebagai fondasi yang kuat yang mendukung kesatuan, stabilitas, dan kemajuan. Ketika masyarakat dalam suatu negara dapat saling menghormati dan menerima perbedaan keyakinan agama, ikatan yang kuat akan terbentuk di antara warganya dan hal itu akan mengurangi kemungkinan konflik dalam negeri. Dengan cara ini, negara dapat lebih baik menghadapi tantangan dan tetap stabil, yang memungkinkan kemajuan bersama.

Toleransi beragama terdapat dalam Pancasila, yaitu Sila ke-1 yang berbunyi, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sila tersebut mencerminkan prinsip menghormati keberagaman dalam beribadah tanpa memandang perbedaan agama. Sementara itu, Sila ke-3 “Persatuan Indonesia” menekankan pentingnya bersatu dalam perbedaan, termasuk dalam perbedaan agama. Keduanya membentuk dasar bagi toleransi beragama di Indonesia, di mana masyarakat diharapkan hidup harmonis dan menghargai keberagaman agama tanpa konflik atau diskriminasi.

Toleransi agama menunjukkan semangat persatuan dan keberagaman yang kuat di Indonesia. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat yang efektif untuk menyatukan keberagaman agama dan budaya serta keyakinan karena mampu menyebarkan nilai-nilai toleransi untuk saling menghormati antarumat beragama. Bahasa Indonesia berperan sebagai media bagi masyarakat Indonesia untuk menyebarkan pemahaman agama, memfasilitasi untuk diskusi yang positif, dan memperkuat kesatuan dalam komunitas yang beragam. Agama sejati mencerminkan esensi cinta dan toleransi. Perbedaan agama seharusnya memperkuat kedekatan, bukan menyebabkan perpecahan dalam masyarakat (Ngafiyatun Nadifah, 2022). Membangun pemahaman antaragama yang lebih baik adalah upaya untuk menciptakan toleransi, perdamaian, dan harmoni.

Faktor pendorong toleransi termasuk kesadaran beragama, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan kebijakan pemerintah yang mendukung kerukunan umat beragama. Faktor penghambat melibatkan penurunan semangat kekeluargaan dan fanatisme agama, yang dapat menghalangi penghargaan terhadap perbedaan dan menutup diri terhadap kebenaran lain.

Toleransi beragama membutuhkan upaya bersama untuk memahami dan menghargai perbedaan keyakinan. Selain itu, pendidikan menjadi kunci penting untuk mengatasi ketidakpahaman dan prasangka buruk terhadap agama lain. Dengan membuka ruang untuk dialog dan pertukaran gagasan antarumat beragama, masyarakat dapat memperkaya pemahaman mereka tentang keberagaman agama yang ada di Indonesia.

Faktor-faktor yang memperkuat toleransi, seperti kesadaran beragama, kegiatan sosial, dan dukungan kebijakan pemerintah, perlu ditingkatkan melalui pendekatan yang inklusif. Sementara itu, penanggulangan terhadap faktor penghambat toleransi, seperti penurunan semangat kekeluargaan dan fanatisme beragama, perlu untuk dilakukan. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi beragama, masyarakat dapat membentuk pondasi yang kokoh dalam menciptakan perdamaian dan menciptakan lingkungan di mana perbedaan diakui sebagai kekayaan dan bukan sebagai sumber konflik (Aisyah, 2014). Jadi, toleransi agama adalah tanggung jawab bersama masyarakat dan individu.

Sebagai contoh toleransi beragam dapat kita lihat pada Kota Singkawang. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh pemerintah, Kota Singkawang merupakan kota yang paling toleran di tanah air adalah kota singkawang dengan tercatatnya bahwa kota singkawang memiliki skor IKT  sebesar 6,583 poin dan adapun penilaian indeks dilakukan berdasarkan pertimbangan empat variabel, yaitu regulasi pemerintah kota, regulasi sosial, tindakan pemerintah, dan demografi sosiokeagamaan. Tercatat, Singkawang memperoleh skor sebesar 6,67 poin pada variabel regulasi pemerintah.

Toleransi beragama adalah keniscayaan untuk memastikan kerukunan dalam masyarakat multikultural. Keamanan sosial bergantung pada pengakuan terhadap perbedaan keyakinan. Tanpa itu, kemungkinan konflik antaragama dapat meningkat dan mengancam stabilitas masyarakat. Oleh sebab itu, toleransi bukan hanya menghasilkan lebih banyak nilai, melainkan keharusan untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi semua orang dan menghormati hak setiap orang untuk menjalankan agama dan keyakinannya masing-masing dengan damai.

Tags: #Muhammad Raudhatul
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Ujaran Kebencian di Media Sosial

Berita Sesudah

Cerpen “Cinta Tergadai di Ujung Sumatera” karya Wirda dan Ulasannya oleh Azwar

Berita Terkait

Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

Minggu, 15/6/25 | 10:52 WIB

Oleh: Mita Handayani (Mahasiswa Magister Linguistik FIB Universitas Andalas)   Cassirer (dalam Lenk, 2020) mengatakan bahwa manusia adalah animal symbolicum,...

Metafora “Paradise” dalam Wacana Pariwisata

Frasa tentang Iklim dalam Situs Web Greenpeace

Minggu, 15/6/25 | 09:39 WIB

Oleh: Arina Isti’anah (Dosen Sastra Inggris, Universitas Sanata Dharma) Baru-baru ini kita disadarkan oleh fenomena kerusakan alam Raja Ampat yang...

Beban Tidak Kasat Mata Anak Perempuan Pertama

Beban Tidak Kasat Mata Anak Perempuan Pertama

Minggu, 08/6/25 | 08:17 WIB

Ilustrasi: Meta AI Oleh: Ratu Julia Putri (Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia 32 & Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Andalas)   “Kamu...

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Minggu, 01/6/25 | 11:46 WIB

Oleh: Ghina Rufa’uda (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Rekeningku hanya tempat...

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Minggu, 01/6/25 | 11:18 WIB

Oleh: Sufrika Sari (Mahasiswi Prodi Sejarah dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas) Kesalehan lahiriah bukanlah jaminan seseorang...

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Minggu, 25/5/25 | 14:40 WIB

Oleh: Raisa Tanjia Ayesha Noori (Mahasiswa S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Peraturan Daerah (Perda) sering kali dianggap sebagai...

Berita Sesudah
Cerpen “Cinta Tergadai di Ujung Sumatera” karya Wirda dan Ulasannya oleh Azwar

Cerpen "Cinta Tergadai di Ujung Sumatera" karya Wirda dan Ulasannya oleh Azwar

Discussion about this post

POPULER

  • Pengasuh Ponpes Miftahul Huda Dharmasraya Diduga Cabuli Puluhan Santriwati

    Pengasuh Ponpes Miftahul Huda Dharmasraya Diduga Cabuli Puluhan Santriwati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dugaan Korupsi Dana COVID-19, Kantor BPBD Dharmasraya Digeledah Polisi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puan Maharani Temui Diaspora Indonesia di San Francisco : Di Mana Pun Berada, Kita Tetap Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Koto Padang Dharmasraya Swadaya Perbaiki Jembatan Gantung yang Ambruk

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Pagi atau Jajan Pagi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024