Oleh: Andina Meutia Hawa
(Dosen Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)
Kata ‘sastra’ terdiri dari dua kata dari bahasa Sanskerta, yaitu sas- artinya alat, dan -tra yang artinya mengajar. Dalam bahasa Arab, sastra artinya adalah adab yang memilliki arti kesopanan, keramahan, dan kehalusan pekerti. Berdasarkan kedua terminologi tersebut, sastra memiliki fungsi untuk mendidik, mengarahkan, dan memberi petunjuk kebaikan. Pembelajaran sastra dapat dimulai sejak usia dini, misalnya dengan mengenalkan dan membacakan buku cerita kepada anak. Pada usia ketika anak mulai mengenyam pendidikan, pembelajaran sastra dapat dilakukan melalui kegiatan membaca dan mendiskusikan buku sastra bersama guru-guru di sekolah.
Keberadaan karya sastra diperlukan dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Pada usia ketika anak telah mampu berbicara, anak mulai mengembangkan rasa ingin tahu dengan bertanya tentang apa pun yang ada di sekitarnya. Oleh sebab itu, karya sastra dapat membantu anak dalam mengembangkan imajinasinya, sekaligus menjawab rasa ingin tahunya. Di dalam karya sastra juga terkandung nilai-nilai keindahan yang dapat memberikan perasaan senang saat membacanya. Melalui karya sastra, dapat diperoleh dunia anak yang sederhana, indah, lucu, dan sarat niai pendidikan.
Pembelajaran sastra tidak cukup jika hanya dijadikan pelengkap atau tambahan pelajaran bahasa Indonesia, tetapi baik guru dan murid seyogyanya juga membahas sebuah karya sastra bersama-sama dan mencari makna yang terkandung di dalamnya. Sastra merupakan hasil ciptaaan manusia dan bersifat imajinatif, namun di dalamnya terkandung pesan-pesan seperti nilai pendidikan budi pekerti. Indikator keberhasilan pendidikan tidak hanya dilihat dari keberhasilan peserta didik dalam mendapatkan nilai-nilai di atas rata-rata, tetapi juga perubahan karakter ke arah yang lebih baik. endidikan tersebut tidak hanya dapat diperoleh melalui sekolah formal saja, tetapi juga melalui karya sastra, khususnya sastra anak.
Pendidikan Karakter berbasis Islami dalam Sastra Anak
Pengertian sastra anak tidak terbatas pada jenis sastra yang ditulis atau diperuntukan untuk anak-anak. Hal ini karena anak masih memiliki keterbatasan dalam pemahaman tentang kehidupan dan kemampuannya dalam menciptakan karya. Sastra anak dapat ditulis oleh orang desawa, namun isi cerita dan bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat intelektual dan emosional anak. Sastra anak juga memungkinkan untuk dibaca oleh orang dewasa dewasa, khususnya orang tua dan guru, dengan tujuan untuk lebih dapat memahami dan menyampaikan isi karya sastra tersebut sebagai bahan pengajaran.
Penanaman nilai-nilai pendidikan karakter dapat dilihat melalui unsur-unsur estetik yang terdapat di dalam sebuah karya sastra, misalnya tema, tokoh, dan bahasa. Di dalam unsur-unsur estetik tersebut terdapat nilai-nilai pekerti yang luhur, seperti keimanan, moralitas, religiusitas, dam sosial. Tokoh dan penokohan biasanya menjadi unsur yang paling menonjol dalam buku cerita anak. Melalui penggambaran tokoh baik dan tokoh jahat, dapat dijadikan sarana pembelajaran untuk mencontoh perilaku seperti yang diperlihatkan oleh tokoh baik.
Pendidikan karakter juga dapat ditampilkan melalui buku cerita anak yang mengangkat nilai-nilai religiusitas. Seperti pada buku cerita anak bergambar Seri Rukun Iman berjudul Utusan Allah yang Selalu Sabar karya Putra Perdana. Buku cerita ini dapat menjadi media penanaman sifat percaya kepada Allah. Orang yang memiliki iman kepada Allah akan tercermin dari perilakunya. Aspek-aspek religiusitas yang dimunculkan dalam buku cerita ini adalah iman kepada hari akhir, yang merupakan bagian dari rukun iman.
Analisis Nilai-nilai Religiusitas dalam Buku Cerita Bergambar Ingat pada Pembalasan di Akhirat
Kisah-kisah dalam buku cerita bergambar Rukun Iman memiliki kaitan dengan setiap rukun iman. Pada tulisan ini akan dipaparkan nilai-nilai religiusitas yang terdapat dalam salah satu buku ceritaa Seri Rukun Iman: Ingat Pembalasan di Akhirat. Seri Rukun Iman mengisahkan tokoh Sarah dan Azzam yang sedang belajar agama. Namun pada buku Ingat pada Pembalasan di Akhirat ini memfokuskan pada Azzam. Semua buku berita Seri Rukun Iman diceritakan dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris. Anak-anak yang membaca buku ini direkomendasikan untuk mendapatkan bimbingan dari orang tua ataupun guru karena cerita yang terdapat di dalam buku ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan penanaman nilai pendidikan karakter berbasis islami.
Latar tempat di cerita ini adalah di sekolah. Saat itu Azzam dan teman-temannya sedang di jam istirahat. Tiba-tiba ia melihat Ridho, teman sekelasnya, sedang memeriksa laci meja temannya yang lain dan mengambil sesuatu dari laci tersebut. Setelah jam istirahat selesai, Azzam dan teman-temannya kembali ke dalam kelas. Nanda, teman sekelas Azzam lainnya, merasa uangnya telah dicuri. Azzam mencurigai hal itu adalah perbuatan Ridho, kemudian mengadu kepada wali kelasnya. Wali kelas meminta para siswa untuk keluar kelas, dan menemukan uang di tas Ridho. Wali kelas segera memanggil Ridho dan Azzam secara bergantian dan menanyakan mengapa Azzam memutuskan untuk bercerita kepada wali kelas. Azzam menjawab, hal itu ia lakukan karena ia tidak ingin berbohong dan takut berdosa.
Nilai pendidikan karakter dalam buku cerita diperlihatkan pada tokoh Azzam yang selalu berusaha untuk berlaku jujur. Dalam sebuah hadist, Rasulullah bersabda kepada umatnya untuk berlaku jujur karena jujur akan membawa kebaikan, sebaliknya Rasulullah mengecam ummatnya yang melakukan kebohongan karena akan membawa kepada azab. Selanjutnya, di dalam buku ini juga diperlihatkan nilai-nilai pengajaran ketika Azzam bercerita tentang kejadian di sekolahnya kepada Ibu, Ayah, dan Sarah. Mereka mendegarkan cerita Azzam dengan saksama. Ayah Azzam kemudian berkata, “semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Allah, sehingga selalu berani jujur dimanapun”.
Kejujuran menjadi pondasi keimanan seseorang. Salah satu penentu baik atau buruknya akhlak seseorang ditentukan dari bagaimana seseorang dapat berlaku jujur pada dirinya, dan kepada orang lain. Selain itu, nilai ketakwaan seorang manusia diperlihatkan melalui kejujurannya dalam perkataan dan tindakannya. Tindakan jujur seseorang dapat mengarahkannya kepada kebaikan, sehingga ia akan selalu termotivasi untuk berlaku jujur. Berlaku jujur merupakan salah satu perintah Allah, seperti yang tertera pada Surat At Taubah ayat 119. Allah juga akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang jujur, sehingga akan selalu didekatkan kepada-Nya.
Selanjutnya, nilai pengajaran juga diperlihatkan pada kutipan “apa pun yang kita lakukan, besok di akhirat akan dimintai pertanggungjawabannya, Nak, kata Ibu”. Kutipan ini menumbuhkan keyakinan untuk selalu mengedepankan kejujuran dimanapun ia berada. Hal ini juga merupakan bentuk penanaman mengenai pentingnya memiliki sikap tanggung jawab karena sekecil apa pun perbuatan, baik dan buruk, akan ada ganjarannya. Menanamkan nilai kejujuran dan rasa tanggung jawab merupakan salah satu sifat yang harus ditanamkan kepada anak sejak usia muda. Karya sastra merupakan salah satu media penyampaiannya. Dengan demikian, nilai pendidikan karakter anak berbasis Islami disampaikan dengan penanaman rukun iman yang kelima, yaitu percaya pada hari akhir.
Discussion about this post