Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Bisakah kita kembali ke titik awal persimpangan? Begitu seorang rekan bertanya saat kebingungan di tengah perjalanan. Semakin digas laju kendaraan, semakin terasa sunyi jalanan sekitar.
Banyak jalan ditempuh tentu banyak pula hal yang dilihat, semakin banyak pula persimpangan baru yang dilalui. Besar kemungkinan pula untuk tersesat bila tak hafal rutenya. Tentu semakin mahal pula biaya bahan bakar nantinya.
Bila tidak tahu rute, google map solusinya. Bila dulu malu bertanya sesat di jalan, sekarang sebelum berjalan aktifkan google map teman. Begitulah kira-kira guyonan kami sebagai solusi dalam hal ini.
Apakah permasalahannya sudah selesai? Faktanya belum, dan selalu bermunculan permasalahan selanjutnya. Tiba-tiba rute yang dilalui tidak bersinyal misalnya, tentu ini cukup membebankan.
Berpergian dari sebuah tempat ke tempat lainnya lazim untuk dilakukan. Biasanya, akan banyak hal baru pula yang didapat dari kunjungan itu. Bahkan, dengan kunjungan tersebut pula kita dapat memperbanyak teman. Saya kira tentu ini hal baik.
Dalam pelaksanaanya, selalu ada rintangan dan itu harus dihadapi. Bisa jadi jalannya terjal dan berlubang, atau belum di aspal dan banyak genangan. Mungkin juga si pengendara yang tidak sabaran hingga berujung kecelakaan.
Begitulah perjalanan, terkadang tidak sesuai harapan. Tidak menutup kemungkinan jauh dari ekspektasi, jauh dari kata sempurna dan selamat. Lebih buruknya bisa gagal total, tersesat jauh dan sulit menemukan jalan kembali.
Adakah yang pernah mengalaminya? Berpergian lama hingga menemukan jalanan rusak dan jauh dari permukiman. Lebih mirisnya lagi masuk area blankspot (daerah yang tidak tersentuh sinyal komunikasi).
Apa yang pertama kali dilakukan? Bagi saya dan rekan-rekan adalah kembali ke persimpangan awal. Dari sana ditentukan lagi kemana hendak kita melangkah.
Untuk menempuh perjalanan kembali tentu dibutuhkan kesabaran. Dalam kesabaran pula kita dituntut untuk introspeksi diri. Paling tidak mengingat kembali jalan yang ditempuh sebagai pembelajaran bagi kesalahan sebelumnya.
Apakah yang menyebabkan kita tanpa sadar berjalan jauh dan tersesat? Paling tidak, tebersit saja dari hati pertanyaan ini sudah cukup menyenangkan. Memberikan ketenangan akan mengingat langkah-langkah sebelumnya.
Perlu diketahui, setiap kita berpotensi untuk salah jalan dan tersesat. Begitu juga setiap jalan yang ditempuh bisa saja berlubang atau tidak mulus. Semuanya harus dihadapi.
Begitu pula perjalanan hidup kita sebagai manusia, tentu tidak lepas dari salah dan kilaf baik disengaja maupun tidak. Setiap kita punya kekilafan entah itu kecil maupun besar. Maka perlu untuk sadar agar tak jauh melangkah sesat.
Jika sudah jauh tersesat, ingat selalu ada jalan untuk kembali. Bukankah kembali ke titik persimpangan awal lebih memudahkan? Atau jika mampu lebih baik kembali pulang. Karena jalan pulang tak kan terlupakan.
Discussion about this post