Senin, 25/8/25 | 07:46 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI RENYAH

Persaingan Perempuan Paling Kuno dalam Everything Everywhere All at Once

Minggu, 19/3/23 | 11:28 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)

 

Bila boleh jujur, saya ingin berkata bahwa saya merasa agak bingung ketika menonton Everything Everywhere All at Once, film absurd yang paling banyak memenangkan kategori Oscar di tahun ini. Setidaknya, rasa bingung itu terasa di separuh akhir bagian pertama (Everything) dan separuh awal bagian kedua (Everywhere).

Anehnya, meskipun bingung saya tetap menonton film ini sampai selesai sambil berusaha meyakin-yakinkan diri bahwa saya memahaminya dan mengerti maksudnya. Saya mencoba mengait-ngaitkan hal-hal tersirat yang hendak disampaikan. Namun, rupanya hal-hal tersirat itu tidak hanya satu atau dua, tetapi banyak seperti seabrek multiverse yang dihadirkan di dalam film.

Kelar menonton, saya mencoba membaca beberapa artikel yang membahas tentang film ini. Beberapa artikel yang saya temukan berkata bahwa film ini begitu absurd serta gila dan saya setuju dengan pendapat itu. Film besutan sutradara Daniel Kwan dan Daniel Scheinert ini menghadirkan beragam multiverse dengan verse-jumping yang kadang membuat terkejut, takut, tertawa, sedih, heran, hingga agak jijik.

BACAJUGA

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Rumah dan Kenangan yang Abadi

Minggu, 24/8/25 | 21:15 WIB
Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Tuah Rumah

Minggu, 17/8/25 | 19:03 WIB

Meski absurd, saya berkesimpulan bahwa film ini dapat dibicarakan dengan beragam sudut pandang. Salah satu hal yang menarik perhatian saya dari film ini ialah ‘persaingan antarperempuan’, yaitu antara seorang ibu, Evelyn (Michelle Yeoh), dengan putrinya, Joy (Stephanie Hsu).

Persaingan antarperempuan terkait ibu versus anak perempuan adalah persaingan paling kuno dan paling awal yang dialami oleh setiap perempuan. Ester Lianawati, seorang peneliti di Hypatia (kajian psikologi dan feminisme di Prancis Utara) berpendapat bahwa persaingan yang terjadi antara ibu dan anak sangatlah normal serta sangat diperlukan. Tujuannya ialah agar anak perempuan dapat menentukan identitasnya, mandiri dari ibunya, dan memiliki kepribadiannya sendiri.

Puncak persaingan antara Evelyn dengan Joy ialah ketika Joy memiliki pacar perempuan. Evelyn menolak keras hal tersebut dan tidak pernah memberi waktu terhadap Joy untuk menjelaskan tentang salah satu pilihan hidupnya itu. Di sisi lain, ia melakukan sejumlah pemberontakan seperti hanya menemui ibunya ketika ada perlu, jarang menelepon, dan memiliki tato. Hal-hal yang tidak disukai oleh ibunya.

Evelyn tidak menghadapi hal itu  secara adaptif. Ketika seorang ibu berhadapan dengan anak perempuannya, memori masa kecilnya kembali aktif. Ia melihat bagaimana ia diasuh dan dibesarkan. Lianawati menyebut memori ini dapat menjadi patogenik (menimbulkan ketidaknormalan) dan ibu memperlakukan anak perempuan sebagai perpanjangan dirinya. Inilah yang terjadi antara Evelyn dengan Joy.

Evelyn tergolong generasi tua yang awalnya meyakini norma-norma tertentu dan menginginkan keturunannya juga mengikuti norma yang sama. Hal itu bukan tanpa alasan. Ia merasa menjalani kehidupan yang salah karena ketika muda mengikuti pilihan sendiri dan melanggar saran orang tuanya. Rupanya Evelyn tidak menjalani kehidupan seindah yang ia bayangkan.

Meski kisah antara Evelyn dengan Joy terlihat agak klasik namun yakinlah Everything Everywhere All at Once menghadirkan penyajian yang tidak biasa. Penyelesain konflik di film ini membutuhkan multiverse tak terhingga hingga terciptalah dialog berkesinambungan dan terarah antartokohnya. Bahkan, dialog antara Evelyn dengan Joy tampak mulai terarah ketika mereka berada di suatu semesta di mana mereka menjalani hidup sebagai seonggok batu.

Kemunculan batu di bagian ini juga seolah hendak mengatakan bahwa bila ingin hidup tanpa persoalan maka jadilah seonggok batu. Jadilah sebuah benda mati, bukan seorang manusia. Batu juga dapat diinterpretasikan bagaimana Joy menjalani hidupnya. Ia terjebak seperti itu (seperti batu) sudah begitu lama.

“Aku berharap kau akan melihat sesuatu yang tak kulihat bahwa kau akan meyakinkanku ada jalan lain.” Inilah dialog dari Joy yang berusaha mengungkapkan isi hatinya kepada Evelyn. Ia juga membangun bagel hitam di semesta lain dengan tujuan untuk menghancurkan dirinya sendiri. Dengan demikian, ia berharap tak merasakan persoalan-persoalan lain selain benar-benar seperti orang mati.

Awalnya, Evelyn tampil dengan “kebuasan” seorang ibu yang halus dan tidak langsung. Ia tidak memberi kebebasan kepada Joy untuk menampilkan identitas dan kemandiriannya. Kekangan yang halus ini membuat Joy sesak dan menyimpan kemarahan yang ditampilkan melalui Jobu Tupaki.

Sebetulnya saya masih belum mengerti secara keseluruhan dari maksud film ini. Setidaknya dua hal yang menarik perhatian saya selain persaingan ibu dan anak perempuan ialah hubungan Evelyn dengan suaminya Waymond (Ke Huy Quan) dengan cinta yang begitu dalam dan menyentuh.

Meski pertama rilis di Indonesia pertengahan tahun lalu namun karena film ini mendapat perhatian yang begitu besar terlebih mendapat setidaknya 7 piala Oscar, Everything Everywhere All at Once kembali tayang di bioskop saat ini. Bila penasaran dengan seabrek multiverse yang membuat kepala pening, maka tontonlah selagi masih tayang.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Jus Buah

Berita Sesudah

Cerpen “Mamung” Karya Afrizal Jasmann dan Ulasannya oleh Dara Layl

Berita Terkait

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Rumah dan Kenangan yang Abadi

Minggu, 24/8/25 | 21:15 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Minggu lalu, tepat pada 17 Agustus 2025, saya menulis sebuah catatan...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Tuah Rumah

Minggu, 17/8/25 | 19:03 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Dalam dua tahun terakhir, rumah saya di kampung lebih sering sepi....

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Rahasia di Balik Semangkuk Mi Rebus

Minggu, 10/8/25 | 19:24 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Sore itu, hujan mengguyur tanpa henti sejak siang, menebar hawa dingin yang merayap masuk...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Melangkah Pelan dalam Dunia Pernaskahan: Catatan dari Masterclass Naskah Sumatera

Minggu, 03/8/25 | 21:28 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Menjadi peserta Masterclass Naskah Sumatera yang diadakan oleh SOAS University of...

Suatu Hari di Sekolah

Fiksi dan Fakta: Dua Sayap Literasi

Minggu, 27/7/25 | 16:28 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Perdebatan soal bacaan fiksi dan nonfiksi kerap muncul di...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Ruang Bernama Kita

Minggu, 20/7/25 | 21:04 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Pada 16 Februari 2025, saya pernah menulis di rubrik...

Berita Sesudah
Cerpen “Mamung” Karya Afrizal Jasmann dan Ulasannya oleh Dara Layl

Cerpen "Mamung" Karya Afrizal Jasmann dan Ulasannya oleh Dara Layl

Discussion about this post

POPULER

  • Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PCNU Dharmasraya Gelar Konfercab ke-V

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbar Raih Penghargaan Nasional Perhutanan Sosial 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Kecelakaan Kereta di Padang: Wagub Sumbar Desak Perbaikan Sistem Keselamatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ormas dan OKP Tak Dilibatkan dalam Kebijakan Pemkab, Sekretaris KNPI Dharmasraya: Bentuk Keangkuhan Bupati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pawai Budaya Sungai Duo Meriah, Panitia Tekankan Pelestarian Tradisi dan Kreativitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024