Selasa, 15/7/25 | 02:54 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI RENYAH

Antara ‘Betina’ dan Perkara Misoginis Lainnya

Minggu, 05/2/23 | 10:53 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)

 

Di media sosial kerap dijumpai kata ‘betina’ untuk menyebut perempuan. Sebutan itu biasanya muncul dalam komentar yang membahas sekelumit persoalan perempuan. Misalnya dalam menanggapi stereotipe perempuan dengan jawaban ‘terserah’ bila ditanya mau makan apa. Ujung dari komentar bisa saja berbunyi, “Maumu apa, sih? Dasar betina!”

Bila merunut arti dalam kamus, ‘betina’ berarti ‘perempuan’ (biasanya dipakai untuk binatang atau benda). Pengertian lainnya dari kata ini ialah ‘pasangan’ (bagi binatang jantan). Berdasarkan arti dari kamus tersebut, keduanya mengarah pada jenis kelamin yang dimiliki oleh binatang maka tidak heran bila sebagian orang tidak berkenan dengan sematan kata ini untuk perempuan.

Penyematan kata ‘betina’ seolah melecehkan dan merendahkan. Kata itu pun kerap muncul dari seseorang yang kurang menyukai sikap atau tindakan tertentu dari perempuan (tanpa memandang sisi positif dan negatifnya). Misalnya untuk mengomentari aktivis yang getol bicara soal kesetaraan gender. Bagi mereka yang menolak kesetaraan, perempuan itu bisa saja dilabeli dengan ‘Betina Ribet’.

BACAJUGA

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB
Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Boleh setuju boleh tidak, penyebutan ‘betina’ kepada perempuan agak menjurus pada tindakan misogini. Kata ‘betina’ biasanya digunakan untuk menghujat, menyudutkan, dan meremehkan perempuan. Sebaliknya, jarang ditemukan kata ‘jantan’ untuk menghujat dan menyudutkan laki-laki. Kata ‘jantan’ justru bermakna positif dan berupa pujian dengan arti gagah dan berani.

Misogini merupakan kebencian terhadap perempuan. Seseorang yang berpotensi misogini tidak hanya laki-laki, namun juga perempuan itu sendiri. Oleh sebab itu, dikatakan misogini tidak bias gender. Tindakannya pun tidak melulu berupa pelecehan dan kekerasan fisik, tetapi juga berbentuk verbal seperti penyebutan ‘betina’ pada contoh kasus sebelumnya.

Seseorang yang menganut pemikiran misogini memandang perempuan dengan rendah hingga sampai pada tahap benci, misalnya pendapatnya tidak didengarkan karena di hadapan misoginis perempuan itu lemah akal. Contoh lainnya, perempuan dipandang sebagai objek yang hanya harus manut tanpa boleh membantah karena di hadapan misoginis perempuan itu tulang rusuk yang bengok. Pemikiran serupa inilah yang kemudian dapat berujung pada tindakan yang lebih ekstrem, seperti pelecehan verbal, kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga pembunuhan.

Kajian gender dan Islam pun menyinyalir bahwa hadis-hadir tertentu bernuansa membenci perempuan. Hadis-hadis ini kemudian disebut “hadis-hadis misogini”. Hadis yang dimaksud di antaranya: perempuan yang disebut tulang rusuk laki-laki, kurangnya akal dan agama perempuan, dan perempuan penghuni neraka terbanyak. Tidak jarang pula hadis-hadis tersebut dijadikan senjata untuk menyudutkan perempuan. Pemahaman yang terlanjur keliru soal hadis-hadis itulah yang berusaha diluruskan oleh aktivis gender dan Islam hingga kini.

Akibat dari pandangan misogini tidaklah main-main. Pandangan ini membuat perempuan rentan mengalami pelecehan dan kekerasan. Seorang misoginis menyalurkan kebenciannya dengan cara menghina, memukul, memerkosa, membunuh, dan perbuatan apa saja yang dapat membuat pelaku merasa puas. Menyebut perempuan dengan ‘betina’ adalah salah satu contoh kecil yang tidak bisa dinormalisasi begitu saja.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-Puisi Annisa Berliana

Berita Sesudah

Kenangan di Yogyakarta (2): Sendal Tetangga di Kereta Jogja-Surabaya

Berita Terkait

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Crack! Sebuah Denting Kecil

Minggu, 13/7/25 | 18:39 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Akhir tahun lalu, saya pernah menulis tentang raket nyamuk di rubrik “Renyah” ini. Tulisan...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Pesan yang Tak Pernah Usai

Minggu, 06/7/25 | 16:34 WIB

  Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Pekan lalu, tepatnya Minggu, 29 Juni 2025, saya menuliskan kembali kenangan tentang masa...

Satu Tikungan Lagi

Yang Tersembunyi di Balik Ramalan

Minggu, 29/6/25 | 19:13 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Semasa sekolah menengah, saya dan banyak teman sebaya gemar mengakses ramalan, dari situs mistis...

Belajar dari Menunggu

Minggu, 22/6/25 | 18:32 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Menunggu ujian bukan hanya soal duduk diam di luar ruang kelas dengan segelas air...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jalan Pagi atau Jajan Pagi

Minggu, 15/6/25 | 17:57 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Beberapa minggu terkahir ini, di akhir pekannya saya suka jalan-jalan pagi. Niat awalnya olah...

Satu Tikungan Lagi

Masih Tentang Busa dan Bilasan

Minggu, 08/6/25 | 17:51 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Minggu lalu, di rubrik Renyah, saya menulis tentang pengalaman mencuci pakaian—aktivitas sederhana yang diam-diam...

Berita Sesudah

Kenangan di Yogyakarta (2): Sendal Tetangga di Kereta Jogja-Surabaya

Discussion about this post

POPULER

  • Sekitar 150 warga Jorong Kampuang Surau, Nagari Gunung Selasih, Kecamatan Pulau Punjung, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, menggelar aksi unik dengan mengarak TOA (pengeras suara) keliling kampung pada Minggu malam (13/7/2025).

    Warga Kampuang Surau Arak TOA Keliling Kampung, Tuntut Pengembalian 20 Persen Lahan dari PT BPSJ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perayaan HUT Koperasi ke-78 di Bukittinggi, Bung Hatta Kembali Jadi Inspirasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penggunaan Kata Ganti Engkau, Kau, Dia, dan Ia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yusri Latif: Koperasi Harus Jadi Kunci Kebangkitan UMKM dan Potensi Lokal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024