Mencari Jejak Pulang
Aku melangkah hampa
Pada megahnya lautan sabana
Menyusun potongan rasa
Yang melanglang buana ke angkasa raya
Di naungan sang saga merah
Para bocah bermain lincah
Tawa merdu mengalun indah
Langkah ringannya teramat gagah
Dulu, semua terasa begitu menyenangkan
Saat kita dikata anak ingusan
Tiap petang begitu berkesan
Bau petrikor yang begitu menenangkan
Kenangan… oh kenangan
Kau begitu kurindukan
Kisah dewasaku sangat membosankan
Kembalilah pada dekapan
Dia, Sahabat
Derit waktu terus melaju
Hilangkan angan yang tiada menentu
Akankah ada kata sampai jumpa
Kala hasrat masih ingin menuai rasa
Warna pelangi terus berkelit
Dalam memori yang terkungkung di langit
Semua cerita indah kita
Ku tak mau hanya sekedar nostalgia
Sahabat
Teduh netramu menjelma embun pagi
Tenangkan diri kala hati terluka
Sebagai pemungkas lara yang mendera
Sahabat
Bukan hanya tentang nama
Bukan pula formalitas belaka
Tapi dia yang selalu ada
Dia, sahabat
Yang tak pernah jemu temaniku
Ubah dukaku jadi bahagia
Ganti isakku jadi tawa
Tetaplah bersama
Sebagai sahabat, bahkan saudara
Biodata:
Ulil Hidayah lahir pada 5 Februari 2006 di sebuah desa terpencil di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara tepatnya di Kelurahan Laru Lombang, Kecamatan
Tambangan. Ia merupakan anak ketujuh dari delapan bersaudara dengan orang tua bernama Bapak Ahyar Lubis dan Ibu Nur Sakimah yang kedua-duanya bekerja sebagai petani. Meskipun berasal dari keluarga kurang mampu, tidak menyurutkan tekadnya untuk dapat berprestasi sebagaimana anak-anak lain dari sekolah dan kota-kota besar. Ia bersyukur karena keluarganya selalu men-support setiap langkahnya mencapai cita-cita.
Derap Riap Harap
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Akankah ada kata sampai jumpa
Kala hasrat masih ingin menuai rasa
Puisi adalah misteri yang menggoda untuk dinikmati. Layaknya negeri asing yang baru pertama kali dijejaki, sekalipun punya banyak persamaan dengan negeri sendiri, bentangan pemandangan di depan mata akan memancing perhatian untuk menjelahi, menelisik apa yang serupa dan mencari mana yang belum pernah dijumpa. Pencarian dan penghubungan dengan koleksi pengalaman batin personal akan membentuk pengalaman baru dengan kesan kontekstual.
Secara etimologis istilah puisi berasal dari kata bahasa Yunani poites, yang berarti pembangun, pembentuk, pembuat. Dalam bahasa Latin dari kata poeta, yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan, menyair. Dalam perkembangan selanjutnya, makna kata tersebut menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata kiasan (Situmorang, 1980:10).
Kreatika kali ini memuat dua puisi karya Ulil Hidayah Lubis. Kedua puisi gadis Mandailing Natal ini berjudul “Mencari Jejak Pulang” dan “Dia, Sahabat”. Puisi-puisi Ulil terjalin rapi dan indah dengan kata-kata yang terpilih dengan baik. Struktur kalimat yang tertata dengan komposisi yang cukup teratur memberi kesan emosi yang tenang terkendali. Enak dibaca apalagi dengan iringan musik yang lembut.
Karya sastra dapat menggugah hati pembaca karena pembaca merasa begitu dekat dengan karya sastra tersebut seolah merefleksikan kehidupannya. Hal ini tidaklah mengherankan karena karya sastra merupakan suatu representasi dari kehidupan manusia. Membaca karya sastra dapat menggerakkan hati pembaca atau mencerahkan pikiran pembaca. Karya sastra dihadirkan dalam ragam bahasa teks yang ditulis oleh pengarang dengan begitu hikmat sehingga tersajilah representasi suatu permasalahan pada masyarakat walau ada batas tertentu. Pembatasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frasa De Bonald bahwa “sastra adalah ungkapan perantara masyarakat” (literature is an expression of society). Karya sastra khususnya puisi tidak hanya sebagai ungkapan rasa penyair, namun dapat menjadi refleksi pikiran masyarakat (Sabrini, 2018).
Puisi Ulil yang pertama, “Mencari Jejak Pulang”, bertutur tentang seseorang yang terpuruk dalam perasaan hampa dengan kenangan tentang hari lalu indah namun menimbulkan efek sesak di dada karena waktu yang telah lampau tersebut tentu tak akan terulang dengan peristiwa yang sama. Misalnya peristiwa main hujan di masa kecil yang riuh dalam deru gemericik hujan dan aroma petrikor yang menyeruakkan suasana ceria membahagiakan penuh gelak tawa dan kebandelan kanak-kanak yang tidak cemas esok hari akan didera demam. Orang-orang dewasa yang kehidupannya telah dijejali hal-hal serius seperti tanggung jawab atas pekerjaan rutin dan tugas mencari nafkah sangat merindukan momen-momen lepas menikmati canda alam raya bergerak bebas berteriak lepas tanpa belenggu aturan ini boleh ini tidak boleh.
Rutinitas dan emban tanggung jawab orang dewasa kadang menyebabkan perasaan menjadi jemu seperti berada di lautan sabana, hanya hamparan padang rumput luas seolah tak bertepi. Pikiran risau akan menimbulkan kebuntuan depresif, mematikan jiwa kreatif yang pernah subur pada masa kanak-kanak. Ulil menulis, ‘Kenangan, oh kenangan/ kau begitu kurindukan/ kisah dewasaku sangat membosankan/ kembalilah pada dekapan.’ Banyak orang yang ingin kembali pada masa kecil yang bahagia, hari-hari hanya berisi main, main, dan main tanpa harus memikirkan persoalan-persoalan berat yang memusingkan kepala dan menaikkan tekanan darah.
Puisi kedua Ulil, “Dia, Sahabat” menukik pada persona yang pernah hadir mengisi perjalanan kehidupan, yakni seorang teman namun bukan sembarang teman. Ini teman yang disertai hasrat ingin menuai rasa. Kebosanan hidup dalam puisi pertama terjawab kemungkinan alasannya pada puisi ini. Ketika kebersamaan yang indah tinggal nostalgia yang perih untuk dikenang, taman elok penuh bunga aneka rupa pun akan terasa padang gersang penuh semak berduri dan ular-ular berbisa yang mengerikan.
Di dalam rentang kehidupan manusia yang penuh dinamika, sosok teman atau sahabat adalah komponen yang punya arti penting. Sahabat-sahabat tersebut bisa berwujud manusia pula atau bisa juga makhluk lain, seperti Nobita dan Doraemon, Sopo dan Jarwo, Harry Potter dengan Ron Weasley dan Hermione, Tintin dan Snowy, George dan Pria Bertopi Kuning, Putri Salju dan Tujuh Kurcaci, atau Cindua Mato dan Dang Tuanku. Keberadaan sahabat di dalam suka dan duka kadang terasa melampaui sanak saudara. ‘Dia, sahabat/ Yang tak pernah jemu temaniku/ Ubah dukaku jadi bahagia/ Ganti isakku jadi tawa’, demikian tulis Ulil.
Seorang sahabat yang telah lama bergaul tentu mengetahui segala kelemahan dan kelebihan sahabatnya, hal yang dibenci dan digandrungi. Biasanya akan memberikan energi pendukung sekaligus penasihat yang dapat membantu membuat keputusan bijak dan tak sungkan marah ketika ada kekeliruan yang tak sepatutnya dilakukan. Ketika seorang sahabat pergi, rasa kehilangannya tentu tak tertanggungkan.
Tahun 2022 akan segera berakhir diganti kedatangan tahun 2023. Puisi dan kisah-kisah akan selalu hadir mewarnai hari-hari. Sastra akan membuat hidupmu lebih berasa. Ayo selalu luangkan waktu untuk membaca. Sempatkan juga menulis! []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post