Oleh: Roma Kyo Kae Saniro
(Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)
Luckiest Girl Alive merupakan film thriller misteri yang dirilis pada tahun 2022, tepatnya pada 30 September 2022 dan ditayangkan pada 7 Oktober 2022. Karya ini merupakan karya pelayarputihan dari novel yang berjudul sama yang ditulis oleh Jessica Knoll pada tahun 2015. Film ini merupakan Garapan Netflix yang disutradarai oleh Mike Barker. Film ini mengisahkan tokoh TifAni “Ani” Fanelli, editor majalah perempuan di New York. Ani memiliki pacar yang bernama Luke Harrison. Ia dan Luke sedang berfokus mempersiapkan pernikahan mereka. Namun, hadirnya Aeron Wickersham, direktor dokumenter yang ingin membuat film pendek terkait dengan penembakan yang terjadi di sekolah Ani dan Ani sebagai seorang yang bertahan dari peristiwa tersebut.
Ani sebenarnya tidak mau untuk melakukan shooting karena tuduhan bahwa ia terlibat dalam peristiwa penembakan di sekolahnya dahulu, Brentley School. Namun, pada akhirnya, ketika ia mendapat dukungan dari Aeron, ia akhirnya mau melakukan hal tersebut. Ketika Ani dan Aeron melakukan shooting, ia bertemu dengan Dean, mantan pacarnya yang memberikan rumor bahwa Ani memiliki hubungan dengan Arthur dan Ben yang membuat rencana penembakan di sekolah karena Ani menceritakan terkait peristiwa pemerkosaan yang dialaminya. Namun, pada kenyataannya, Dean dan kedua temannya, Liam dan Peytonlah yang melakukan pemerkosaan bergilir kepada Ani ketika Ani teler dan sebenarnya sudah menolak untuk melakukan hubungan dengan kelompok pemerkosaan tersebut.
Kejadian tersebut membuat Ani dijauhi oleh teman-temannya walaupun berdasarkan pengadilan kepolisian ia tidak bersalah. Akhirnya, hingga lulus, ia tidak memiliki seseorang yang dekat dengannya. Adanya kasus pemerkosaan dan rumor yang dibangun oleh Dean membuat hidupnya tidak tenang dan selalu dihantui oleh masa lalu. Akhirnya, Ani memilih untuk menuliskan peristiwa yang dialaminya melalui artikel yang membongkar siapa sebenarnya Dean yang kala itu dianggap sebagai seseorang yang berpengaruh dan memotivasi orang banyak. Melalui artikel itu, Ani dapat menyadarkan banyak orang untuk mampu berbicara terkait dengan diskriminasi atas seks yang dimiliki sebagai perempuan.
Film ini memiliki aspek penting terkait dengan tokoh Ani yang menjadi subordinat karena kelompok geng yang memerkosanya adalah pria dengan status sosialnya yang tinggi. Hal ini didukung oleh pernyataan Butler yang berbicara bahwa subordinasi terhadap perempuan bukanlah karena adanya aspek natural dari biologis, tetapi hal tersebut hanyalah konstruksi budaya yang mampu berubah karena jenis kelamin dan gender sangatlah cair. Ani mengalami subordinat karena ia seorang perempuan dan status sosialnya yang tidak setinggi dengan kelompok laki-laki yang memerkosanya. Tokoh ini hanya mendapatkan diskriminasi tanpa adanya pembelaan dari orang-orang terkait dengan kejadian yang dialaminya.
Melalui artikel yang ditulisnya, adanya norma budaya yang menganggap bahwa jenis kelamin memiliki norma budaya. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan teman Ani, yaitu Dina yang mengklaim bahwa Ani adalah perempuan yang tidak mengikuti aturan karena ia banyak minum dan berpesta. Tidak hanya Dina, penyudutan kepada Ani pun dilakukan oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan dalam hidupnya karena labelisasi perempuan dan tubuh yang dimilikinya (biologis). Jika dilihat dalam pemikiran feminis postmodern, mereka berupa membedakan antara perempuan secara biologis dan entitas sosial serta perempuan, feminin, dan yang lainnya yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki hubungan di dalam sistem yang sadar atau tidak sadar memiliki hubungan yang berbeda. Postmodern menekankan bahwa kealamiahan perempuan (kodrat perempuan) tidak ada di dalam dirinya sendiri, tetapi secara total adalah propertis dengan elemen.
Feminisme postmodern, sama seperti postmodernis, berusaha untuk menghindari setiap tindakan yang akan mengembalikan pemikiran falosentrisme atau setiap gagasan yang mengacu pada kata logos,“laki-laki”. Berdasarkan hal tersebut, feminisme postmodern memandang curiga terhadap pemikiran feminis yang berusaha memberikan suatu penjelasan tertentu mengenai penyebab opresi terhadap perempuan atau sepuluh langkah yang harus diambil perempuan untuk mendapatkan kebebasan yang diinginkannya (Tong, 2006).
Dalam feminisme ini, pelabelisasian dengan adanya istilah feminis dan lesbian dianggap sebagai sebuah parasit dan menempel pada pemikiran falogosentrisme yang berkonotasi penyimpangan dari suatu norma dan bukan sebuah pilihan seksual yang bebas atau sebuah ruang solidaritas untuk perempuan (Tong, 2006).
Hal tersebut digambarkan melalui film ini. Penulis novel dan naskah film yang merupakan perempuan memiliki sudut pandang perempuan untuk mengungkapkan tulisannya melalui narasi-narasi. Narasi-narasi ini ditumpahruahkan melalui tokoh Ani yang di dalamnya pun berprofesi sebagai penulis dan berusaha menuliskan kisahannya sebagai perempuan yang harus diketahui oleh orang banyak, terutama kasus diskriminasi, marginalisasi atau pelecehan seksual yang ia terima.
Tokoh Ani yang berani untuk berbicara melalui tulisannya terkait dengan pemerkosaan yang dialaminya merupakan gambaran dari perempuan yang menulis. Hal ini didukung oleh pendapat Helene Cuxius yang mengungkapkan bahwa perempuan haruslah menulis sebagai resistensi dan perlawanan-perlawanan terhadap diskriminasi, pelecehan, marginalisasi, dan hal lainnya yang merugikan perempuan. Perlawanan ini dilakukan oleh tokoh Ani dalam narasi sehingga banyak orang yang membaca dan akhirnya tokoh Dean yang memerkosanya mendapatkan sanksi sosial yang berat. Tentunya hal ini akan membuat nama tokoh Ani bersih karena sebelumnya ia dianggap sebagai orang yang ikut serta dalam kasus penembakan tersebut. Tokoh Ani membuktikan perlawanannya bahwa ia adalah perempuan dan mampu untuk membela kebenaran atas dirinya yang setelah bertahun lamanya. Masa lalu tersebut terus menghantui dirinya.
Gerakan yang dilakukan oleh tokoh dalam narasi atau penulis perempuan dari novel dan penulis naskah film ini memiliki pemikiran yang sama bahwa perempuan harus mampu keluar dari hal-hal yang memberatkan dirinya karena status tubuh. Melalui film ini, tentunya pembaca akan memahami rasa ‘keperempuanan’ yang begitu kental karena berusaha menggunakan tokoh perempuan dan peristiwa yang dialaminya.
Rasa itu tidak hanya dipahami melalui sebuah narasi novel, lalu dituangkan dalam narasi film yang ditulis oleh perempuan. Kemudian, tokoh utama yang dipilih dalam narasi adalah perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan mampu bergerak melawan ketidakadilan yang dimilikinya melalui gerakan menulisnya, menulis pengalaman atau peristiwa yang dialaminya karena seperti yang diungkapkan oleh Cixous, narasi hasil tulisan perempuan akan berbeda dengan tulisan laki-laki baik dari nuansa dan karakteristik penulisan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Cixous, “Lache-toi! Lache tous!” yang dapat dimaknai sebagai ‘Lepaskan diri kamu! Lepaskan semuanya!’
Pemikiran Cixous dan hasil film Luckiest Girl Alive memberikan gambaran kepada masyarakat luas bahwa perempuan harus mampu menulis terkait dengan segala hal yang dirasakannya, terutama pada era digital sekarang ini. Perempuan harus mampu untuk menulis pengalamannya sendiri sebagai sebuah gerakan untuk bangkit dari berbagai hal yang merugikan perempuan. Sebenarnya sudah mulai banyak organisasi atau perkumpulan perempuan menulis. Namun, organisasi itu masih sedikit jika dibandingkan dengan kasus perempuan yang mengalami ketidakadilan. Oleh karena itu, sebagai perempuan, marilah kita menulis, seperti yang diungkapkan CIxous, Lache-toi! Lache tous!”
Discussion about this post