Ada yang meresahkan ketika pengguna bahasa Indonesia membaca judul-judul berita yang ditulis oleh Lembaga Kantor Berita Nasional Antara. Penggunaan huruf kapital pada judul berita tidak sesuai dengan keputusan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia tentang Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD Kelima). Dalam keputusan tersebut, dinyatakan bahwa EYD Kelima merupakan pedoman dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. EYD Kelima wajib digunakan oleh instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Lembaga Kantor Berita Nasional Antara merupakan kantor berita yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Para wartawan diberikan tugas oleh pemerintah untuk melakukan peliputan dan penyebarluasan informasi yang cepat, akurat, dan penting. Bahkan, tidak hanya penyebarluasan informasi, tetapi juga penyebarluasan kaidah bahasa Indonesia. Kehadiran Lembaga Kantor Berita Nasional Antara ini menjadi salah satu perwujudan cita-cita Kongres Bahasa Indonesia I di Solo (25—27 Juni 1938).
Adi Negoro sebagai sastrawan, wartawan, dan pelopor jurnalistik Indonesia dalam Kongres Bahasa Indonesia I mengungkapkan preadvis bahwa sudah waktunya kaum wartawan berdaya upaya mencari jalan untuk memperbaiki bahasa di dalam persuratkabaran. Preadvis tersebut menjadi putusan kongres dan juga menjadi dasar dalam perencanaan bahasa Indonesia bidang jurnalistik.
Sebagai lembaga penyiaran milik negara yang sudah hadir sejak 13 Desember 1937, Lembaga Kantor Berita Nasional Antara seharusnya menjadi rujukan bagi seluruh wartawan terkait penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Namun pada kenyataannya, Lembaga Kantor Berita Nasional Antara justru membuat style atau gaya sendiri. Penulisan judul tidak pernah sesuai dengan pedoman ejaan bahasa Indonesia, baik Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD), Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), maupun Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD Kelima).
Kaidah penulisan judul berita di laman Antaranews.com mirip dengan kaidah penulisan kalimat. Padahal, dalam EYD Kelima, ditetapkan bahwa huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur bentuk ulang utuh) di dalam judul, kecuali kata tugas yang tidak terletak pada posisi awal. Berdasarkan hal tersebut, salah satu judul berita yang sudah mencerminkan kaidah bahasa Indonesia dapat dilihat sebagai berikut.
Presiden Apresiasi Kerja Keras PLN untuk Keandalan Pasokan Listrik G20 (Kompas, 19 November 2022)
Pada judul tersebut, setiap kata menggunakan huruf kapital, kecuali pada kata hubung untuk. Kata hubung lainnya, seperti jika, karena, dan bahwa juga harus ditulis menggunakan huruf biasa dalam sebuah judul. Begitu juga dengan kehadiran kata depan, seperti di, ke, dari, dan pada dalam judul berita, penulisannya juga harus menggunakan huruf biasa.
Kaidah yang dicantumkan pada EYD Kelima ini justru tidak berlaku pada judul-judul yang diterbitkan oleh Kantor Berita Antara Indonesia, khususnya pada berita yang dimuat di Antaranews.com. Berikut beberapa judul berita yang perlu dianalisis—yang dinilai melanggar kaidah bahasa Indonesia.
1. Rektor UI: Konferensi pendidikan tinggi berperan kembangkan SDM (10 November 2022)
Teknik menulis judul pada berita 1 ini menggunakan teknik mengutip pernyataan tokoh. Konferensi pendidikan tinggi berperan kembangkan SDM merupakan gagasan yang disampaikan oleh Rektor UI. Gagasan ini dinilai penting bagi wartawan sehingga dikutip menjadi sebuah judul. Berita yang ditulis dengan teknik mengutip ini melahirkan aturan penulisan bagi wartawan Antaranews.com bahwa huruf kapital (1) digunakan pada nama orang atau jabatan yang diikuti dengan nama dan (2) digunakan pada kata pertama yang menjadi pernyataan seseorang. Dengan demikian, Rektor UI dan Konferensi merupakan wujud dari aturan tersebut. Aturan serupa dapat dilihat juga pada judul berikut.
2. Kemenkes: Kasus polio di Aceh tidak memiliki riwayat imunisasi (19 November 2022)
3. Sandiaga: Pergelaran Topeng-Topeng 2022 bentuk produk wisata budaya
Kemenkes dan Sandiaga merupakan perwujudan dari nama orang atau jabatan yang diikuti dengan nama; sedangkan kasus dan pergelaran merupakan perwujudan dari kata pertama dalam pernyataan seseorang tersebut. Kosakata yang menjadi bagian dalam judul berita—selain yang berkaitan dengan dua posisi tersebut—ditulis menggunakan huruf biasa atau huruf kecil.
Kita dapat melihat bahwa Antaranews.com menetapkan aturan bahwa penulisan kosakata pada judul menggunakan huruf biasa sebagaimana penulisan kata depan dan kata hubung. Sebuah aturan yang membuat kesan bahwa penulisan judul sama dengan penulisan kalimat. Perbedaan hanya terletak pada tanda titik. Sebuah kalimat menggunakan tanda titik pada bagian akhir, sedangkan judul berita di Antaranews.com tidak menggunakan tanda titik.
Jika ini sebuah aturan yang disepakati, seharusnya Antaranews.com menetapkan secara konsisten bahwa nama orang atau jabatan yang diikuti dengan nama orang menggunakan huruf kapital. Sayangnya, aturan tersebut tidak bersifat konsisten sehingga ada judul yang tidak memuat nama orang atau jabatan yang diikuti dengan nama orang, tetap menggunakan huruf kapital—baik posisinya di bagian awal, di bagian tengah, maupun di bagian akhir. Kita dapat melihatnya pada judul berita berikut.
4. Forum Anak: Pelatihan bela diri di sekolah cegah kekerasan seksual (19 November 2022)
5. Kejagung klarifikasi latar belakang pendidikan Jaksa Agung (23 September 2021)
Frasa Forum Anak dan Jaksa Agung bukanlah sebuah nama dan juga bukan jabatan yang diikuti dengan nama. Dalam kaidah bahasa Indonesia, kata yang bukan merupakan nama dan juga bukan jabatan yang diikuti dengan nama tidak boleh ditulis menggunakan huruf kapital. Bahkan, frasa Forum Anak yang dipakai pada judul berita keempat melanggar ketentuan berbahasa Indonesia bahwa kutipan pernyataan harus diambil dari kalimat seseorang. Forum anak tidak merujuk pada seseorang sehingga tidak mungkin melahirkan sebuah pernyataan.
Ketidakkonsistenan penggunaan huruf kapital juga ditemukan pada judul berikut.
6. Fitur China Matters: Apakah Pendidikan Seni Dapat Diakses Semua Orang? (1 November 2022)
Sebuah kalimat—termasuk kalimat tanya—hanya boleh menggunakan huruf kapital pada awal kalimat saja. Namun, pada judul tersebut, huruf kapital digunakan pada setiap awal kata. Kalimat tanya pada judul tersebut bahkan juga bukan pernyataan dari seseorang.
Kaidah lain yang menjadi ketentuan berbeda bagi Antaranews.com ialah penulisan angka dan bilangan pada awal kalimat atau awal judul. Dalam EYD Kelima, dinyatakan bahwa bilangan berupa angka pada awal kalimat yang terdiri atas lebih dari satu kata didahului kata, seperti sebanyak, sejumlah, dan sebesar atau diubah susunan kalimatnya. Sementara itu, dalam salah satu berita yang diterbitkan Antaranews.com, tercantum judul berikut.
7. 35 anak di Jambi dibantu Baznas beasiswa pendidikan ke Mesir dan Turki (7 November 2022)
Ada dua pilihan yang dapat digunakan untuk mengubah judul berita tersebut. Pertama, menambahkan kata sebanyak, sejumlah, dan sebesar pada awal penulisan judul sehingga menjadi “Sebanyak 35 Anak di Jambi Dibantu Baznas berupa Beasiswa Pendidikan ke Mesir dan Turki”. Kedua, mengubah susunan kata dalam judul tersebut. Judul tersebut dapat menjadi “Baznas Bantu Pendidikan 35 Anak di Jambi melalui Beasiswa ke Mesir dan Turki”.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dalam penulisan judul berita tersebut memberikan kesan negatif terhadap fungsi politik bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia dianggap tidak dapat menjadi dasar dan pengarahan bagi perencanaan serta pengembangan bahasa nasional. Padahal, Adi Negoro (1938), Amran Halim (1979), Anton M. Moeliono (1986), dan sejumlah tokoh perencana bahasa Indonesia lainnya—melalui politik bahasa nasional—sudah menetapkan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia. Hal-hal yang berkenaan dengan penulisan bahasa Indonesia sudah ditetapkan melalui EYD Kelima, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Penetapan tersebut dilakukan untuk merancang arah perkembangan bahasa Indonesia, khususnya dalam bentuk tulisan.
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, bahasa Indonesia tulis menjadi salah satu penentu perkembangan bahasa Indonesia pada masa yang akan datang. Tidak boleh ada aturan selingkung terkait kaidah penulisan bahasa Indonesia. Aturan selingkung yang sengaja ditetapkan tidak akan pernah menjadi sebuah prestise, tetapi akan menjadi cerminan kegagalan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia. Dalam hal ini, kegagalan bahasa Indonesia yang dimaksud tampak pada ranah jurnalistik. Dengan demikian, Antaranews.com sebagai perwakilan pemerintah sudah menunjukkan ketidakteladanan dalam berbahasa Indonesia, bahkan menjadi lembaga yang merusak bahasa Indonesia.
Jika ingin menetapkan aturan selingkung, Kantor Berita Antara Indonesia dapat berkreativitas pada jumlah kata dalam kalimat, jumlah kalimat dalam paragraf, atau jumlah keseluruhan kata dalam sebuah berita. Kreativitas lain juga bisa diarahkan pada kemampuan untuk melahirkan kosakata baru, baik berupa padanan dari bahasa asing maupun menciptakan kata atau akronim menjadi sebuah kata baru dalam bahasa Indonesia. Kreativitas tersebut dapat menjadikan bahasa Indonesia semakin berwibawa dan juga memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Namun, jika aturan selingkung ini dipertahankan, mau dibawa ke mana arah pembinaan bahasa Indonesia?