Duhai Nak
Cerpen: Siswati
Semburat jingga senja telah menghilang di ufuk timur. Berganti dengan merdunya suara azan dari menara masjid Jami’. Masjid Jami’ termasuk salah satu masjid tertua di kampungku. Aku mengusulkan pada suamiku untuk mampir salat di masjid tersebut. Beberapa menit kemudian kami telah turun dari Karisma, sepeda motor butut kami.
Aku mempersilahkan suami serta sulungku untuk salat terlebih dahulu, sementara aku menemani si kecil, bungsuku di teras masjid. Ketika aku baru saja melangkah menuju teras masjid, tetiba terdengar bunyi klason Avanza hitam di belakangku. Reflek aku menoleh ke arah datangnya suara.
“Ibuk Wati ya?” tanya seseorang mendongakkan kepala dari kaca Avanza. Aku sedikit mengerutkan kening, berusaha mengingat sosok tersebut.
“Ini Rendy, Buk. Rendy dulu pernah menjadi murid Ibuk ketika Ibuk mengajar di SMA Yapeta,” jelasnya lagi setelah keluar dari Avanza-nya.
“Oh iya, Rendy yang anak Koto ya,” kataku menyakinkan diri.
Terlihat sosok di depanku tersenyum mengambang. “Betul sekali Buk. Gimana kabar Ibuk dan di mana Ibuk sekarang mengajar?”
“Alhamdulillah sehat. Ibuk masih mengajar di Padang. Wah, jadi pangling Ibuk, Nak. Rendy udah makmur kayaknya sekarang,” ungkapkan seraya melirik ke arah mobilnya.
“Itu mobil kredit kok Buk. Oya Buk, Rendy ke dalam dulu ya, belum salat Magrib,” ucapnya seraya membungkukkan badan.
“Oh ya Rendy, silahkan.”Jawabku seraya mengangguk.
Rendy, ya dia anak rajin, santun, dan aktif. Dia tidak terlalu banyak bicara dan sedikit kalem. Waktu itu Aku pernah ke rumahnya ketika dia sudah beberapa hari tidak datang ke sekolah karena sakit. Dia tinggal bersama orang tua perempuannya saja karena bapaknya telah berpulang. Mungkin karena itulah Rendy agak pendiam.
Melihat pemandangan tadi, aku kagum pada Rendy. Sudah memiliki mobil meskipun katanya kredit, sedangkan aku hanya punya motor butut. Ah, kenapa aku jadi membanding-bandingkan Rendy dengan diriku. Setelah aku selesai salat dan bersiap akan naik Karisma bututku, tetiba Rendy muncul lagi seraya menyalami suamiku. “Ini suami Ibuk ya?” Aku mengangguk berbarengan dengan suamiku.
“Ini Rendy, murid Wati waktu mengajar di SMA Yapeta,” jelasku pada suami.
“Duh maaf Buk, Rendy boleh minta nomor HP Ibuk?” lanjut Rendy, nampak sangat sopan. Spontan aku melirik suamiku, meminta persetujuannya. Suamiku mengangguk.
Tepat pukul 21.05 WIB aku sampai di kampungku. Kulihat kedua anakku telah terlelap. Mungkin mereka sangat kelelahan. Seharian tadi kami mengunjungi tempat wisata di kampung. Tadi saja ketika kami mampir makan malam di sebuah rumah makan, si kecil juga terlihat menahan kantuk. Kami hanya dua hari di kampung. Jadi kami berusaha memaksimalkan waktu untuk mengunjungi berbagai tempat di kampung.
Aku selonjoran di karpet kamar seraya menyalakan benda pipih persegi yang sedari tadi tak sempat kusentuh. Kulihat ada tiga panggilan tidak terjawab. Aku penasaran karena nomor panggilan itu tidak kusimpan. Segera aku mengecek japrian yang masuk. Dugaanku ternyata benar. Nomor tersebut menjapriku.
“Ibuk, ini Rendy. Maaf karena Rendy menghubungi Ibuk malam-malam,” kulihat dia masih online. Segera kubalas japriannya.
“Ada apa Nak?” tak berselang lama, centang dua abu-abu langsung biru.
“Ibuk, apakah besok siang Ibuk masih di kampung? Rencana Rendy dan keluarga mau bertamu ke rumah Ibu,” segera kuperlihatkan chat Rendy pada suamiku yang berada di sisiku. Suamiku mengangguk seraya berkata “Kita sore aja balik ke Padang, jadi anak-anak tidak terlalu panas di motor?”
“Ya Nak. Boleh,” balasku.
“Terima kasih Ibuk,” balas Rendy.
Tepat ketika aku selesai mengemas barang-barang yang akan kubawa ke Padang, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Kupastikan itu Rendy dan keluarga yang datang. Dugaanku tak meleset. Namun, aku hanya menemukan sosok Rendy dengan seorang anak balita digendongannya. Segera aku ke ruang tamu ketika sulungku teriak-teriak memanggil, “Ummi.., ada tamu”.
“Istri Rendy tidak jadi bisa datang Buk. Dia ada acara arisan dengan teman-temanya,” ungkap Rendy menjelaskan kenapa istrinya tidak hadir.
“Jadi begini Buk, enam bulan yang lalu Rendy mengambil Avanza dengan cara kredit. Empat bulan di awal Rendy dan istri lancar membayar kreditnya karena uang dari hasil penjualan motor Rendy. Rendy sebelumnya punya motor. Jadi, motor tersebut Rendy jual setelah Rendy memiliki Avanza,” jelas Rendy setelah sebelumnya menanyai kabar aku dan keluarga.
Aku sudah tahu arah pembicaraan Rendy. Belum sempat aku menimpali, Rendy kembali bicara.
“Kemarin siang, pihak bank menghubungi Rendy, Buk. Katanya, Rendy harus melunasi tunggakan cicilan 2 bulan itu segera. Jadi, maksud kedatangan Rendy ke sini untuk minta bantuan Ibuk. Bisakah Ibuk meminjamkan uang untuk melunasinya? Rencana bulan depan Rendy bayar Buk. Rendy akan menjual Sapi. Sebenarnya sudah dari sebulan yang lalu Rendy ingin menjualnya tapi belum menemukan pembeli yang tepat. Semoga Rendy bisa menemukan pembeli dengan harga yang tepat.” Jelas Rendy meyakinkanku.
“Ouwh jadi Rendy punya peliharaan sapi ya? Berapa ekor?”selidikku.
“Hanya seekor Buk. Itu Sapi peninggalan Ibunya Rendy. Setahun yang lalu ibu Rendi meninggal. Sebelum meninggal Beliau bilang Sapinya untuk Rendi.
“Ntar kalau udah dibayar dengan uang penjualan Sapi, cicilan bulan berikutnya Rendy pakai apa bayarnya?” tanyaku.
“Itulah Buk. Sebenarnya Rendy juga binggung memikirkannya. Rendy kerjanya hanya tenaga K3 di Puskesmas. Istri Rendy hanya menjaga anak di rumah atau sebagai ibu rumah tangga. Tidak ada tambahan pemasukan, tapi istri Rendy sangat ingin memiliki mobil Buk. Hampir semua teman istri Rendy memiliki mobil. Apalagi, waktu itu keluarga istri Rendy ada yang mau pulang dari rantau, ada acara keluarga di kampung. Jadi, istri Rendy ingin melihatkan pada saudaranya bahwa dia hidup lebih dari cukup meskipun hidup di kampung.”
Aku terhenyak dengan penjelasan Rendy. Aku tak habis pikir dengan pemikiran istri Rendy. Terlalu memaksakan keinginan, bukan kebutuhan. Aku melihat akhir-akhir ini, orang-orang pada berambisi ingin memiliki mobil. Memiliki mobil adalah sebuah prestise meskipun akhirnya menahan lapar agar bisa membayar cicilan mobil, bahkan tidak sedikit yang mobilnya ditarik pihak dealer karena menunggak cicilan padahal baru beberapa bulan dipakai. Akh,….Aku hanya mampu berdoa agar Rendy dimudahkan untuk membayar cicilan mobilnya.
“Ntar Ibuk bicarakan dulu dengan suami Ibuk ya Nak. Nanti Ibuk kabari gimana keputusannya. Sekarang suami Ibuk lagi istirahat.” Jawabku.
“Bismillah,” ucapku ketika aku menekan tombol benar pada transaksiku di ATM. Aku dan suami akhirnya menyanggupi meminjamkan uang pada Rendy untuk melunasi tunggakan cicilan mobilnya.
* * *
“Alhamdulillah….” lirihku setelah kegiatan pelatihan di sekolah tempatku mengajar usai. Bergegas aku keluar ruangan menuju kantor untuk finger pulang. Tak sabaran rasanya aku segera pulang. Rencananya aku dan keluarga akan pulang kampung. Tiga bulan sudah kami tidak pulang kampung. Aku juga sudah siapkan barang-barang yang akan aku bawa pulang dari semalam. Ketika aku baru saja merogoh saku safariku untuk menghubungi suamiku, tetiba Oppo-ku berteriak. Segera kulihat layarnya, ada panggilan dari Rendy.
“Assalamualaikum wrwb Rendy. Ada apa Ren?
Tidak ada jawaban dari seberang sana, hanya terdengar Isak tangis.
“Rendy, apa yang terjadi.” kejarku.
“Buk, mobil kami dicuri Buk. dicuri orang seminggu yang lalu Buk. Rendy berusaha melakukan perlawanan pada pencuri namun Rendy kalah banyak apalagi pencurinya juga membawa senjata. Rendy tidak sanggup mempertahankan Avanza Rendy karena kaki Rendy ditebas oleh pencuri,” terdengar Isak Rendy. Aku diam, terhenyak, kakiku tetiba terasa lemas.
“Bagaimana kondisi Rendy sekarang?”
“Rendy masih di rumah sakit Buk. Rendy baru selesai menjalankan operasi di kaki,” jelas Rendy.
“Buk, Rendy juga baru dapat kabar kalau istri Rendy sekarang di RSJ. Dia tidak bisa menerima semua kenyataan ini Buk, sedangkan anak Rendy dititipin pada mertua Rendy,” ungkap Rendy tergugu. Tercekat aku mendengar semua penjelasan Rendy.
“Andai Rendy menolak ajakan istri Rendy untuk menyopirinya menghadiri arisan teman-temannya hingga larut malam. Andai Rendy tidak memenuhi permintaan istri Rendy untuk kredit mobil. Pasti semua ini takkan terjadi kan Buk?” Suara isak tangis di seberang sana kian menyayat. Tenggorokanku terasa kering, tak mampu berkata-kata atas musibah yang menimpa Rendy dan keluarga. Lama aku terdiam.
“Rendy yang sabar ya. Ibuk yakin Rendy kuat.” Lirihku menanggapi semua yang telah terjadi pada diri Rendy dan keluarga kecilnya. Aku tidak tahu bagaimana nasib anak itu nanti, yang pasti di sepanjang jalan dari Padang ke kampung, di atas motor butut kami, pikiranku tidak bisa lepas dari nasib Rendy.
“Duhai Nak..!”
Biodata Penulis
Siswati merupakan staf pengajar di MA Perguruan Islam Ar Risalah Padang sejak Juli 2008. Tulisannya telah dibukukan berjudul “Perjalanan Berkah Menuju Ka’bah”(Otobiografi), “Idulfitri untuk Ibu (antologi cerpen bersama penulis di FLP Sumbar) dan ” Kisah Inspiratif”(dalam proses cetak). Penulis masih banyak belajar dan terus belajar. Hal ini ditunjukan dengan bergabungnya dalam komunitas menulis. FLP Sumbar dan KPPL Kemenang Padang. Sejak tiga tahun terakhir, penulis diamanahi sebagai Tim Literasi di MA Perguruan Islam Ar Risalah.
Peran Alur dalam Membuat Cerita Pendek Menjadi Berkesan
(Analisis Cerpen “Duhai Nak!” Karya Siswati)
Oleh:
Azwar Sutan Malaka, M.Si.
(Dewan Penasihat Pengurus FLP Sumbar dan
Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UPN Veteran Jakarta)
Pembicaraan tentang analisis struktural dalam karya sastra Indonesia tentunya sudah banyak dilakukan oleh kritikus sastra. Di kalangan akademis, hal ini merupakan hal paling dasar untuk melihat dan menilai sebuah karya sastra. Analisis struktural membantu pembaca untuk memahami bagaimana “bangunan” sebuah cerita disusun oleh pengarangnya. Kepaduan sebuah struktur karya sastra menentukan apakah karya tersebut berhasil atau tidak sebagai karya sastra yang utuh.
Nurgiyantoro (2015) menyampaikan bahwa karya sastra memiliki dua unsur, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Usur intrinsik merupakan unsur bagian dalam atau utama yang menjadi utuhnya sebuah karya sastra di antaranya yaitu tema, alur, latar, tokoh, penokohan, sudut pandang, gaya cerita, dan amanat, sedangkan unsur ekstrinsik merupakan unsur bagian luar yang juga membangun dan mendukung sebuah karya sastra, seperti latar kondisi keagamaan, kebudayaan, sosial, ekonomi, dan nilai-nilai yang dianut masyarakat.
Lebih jauh, Nurgiyantoro (2015) menjelaskan bahwa alur (plot) lebih menekankan permasalahannya pada hubungan kausalitas (perihal sebab akibat), kelogisan (masuk akal) hubungan antara peristiwa yang dikisahkan dalam karya naratif yang bersangkutan. Naratif bersifat menguraikan, menjelaskan, dan prosa yang subjeknya merupakan suatu rangkaian kejadian. Di dalam penokohan terdapat watak atau peran tokoh yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Di antaranya, tokoh utama (protagonis), tokoh jahat/menantang (antagonis), dan tokoh pembantu/tambahan (tirtagonis). Latar dalam suatu cerita merupakan bisa bersifat faktual yang artinya sebagi hal keadaan dan peristiwa yang merupakan kenyataan sesuatu yang benar-benar terjadi, atau bisa juga diartikan sebagai suatu hal yang bedasarkan kenyataan atau kebenaran.
Adi Irawan, Ria Kristia Fatmasari, dan Ana Yuliati (2021) dari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Bangkalan dalam artikel mereka berjudul “Analisis Struktur Alur (Plot), Penokohan, dan Latar pada Novel Cinta itu Luka karya Revina VT”, menyampaikan bahwa Alur atau plot, berawal dari berbagai aspek ceritanya yang masuk akal dalam kelogisannya. Dari aspek ceritanya, muncul berbagai masalah atau peritiwa yang dialami tokoh utama dengan tokoh-tokoh yang lain dengan waktu dan suasana yang berbeda. Dengan alur cerita yang dikemas dengan bahasa yang menarik mampu membuat pembaca dapat merasakan apa yang dialami penulis.
Cerpen “Duhai Nak” karya Siswati, anggota FLP Sumatera Barat yang juga merupakan guru MA Ar Risalah, Padang ini, menceritakan sepenggal episode hidup seorang guru dengan kehidupannya yang sederhana. Ia bertemu kembali dengan mantan siswanya yang sudah berumah tangga. Pertemuan tidak terduga antara Bu Guru Wati dengan Rendy mantan siswanya itu diceritakan dengan menarik dan penuh hikmah. Awal pertemuannya dengan Rendy, Bu Guru Wati salut pada mantan siswanya itu yang sudah sukses dalam ukuran duniawi (Rendy bertemu dengan gurunya saat ia menggunakan sebuah mobil, sementara gurunya masih menggunakan sepeda motor yang mereka naiki suami istri bersama dua anak mereka).
Namun, pertemuan tidak terduga itu menyeret Bu Guru Wati pada permasalahan hidup Rendy yang terseret hedonisme duniawi karena tuntutan istri. Rendy yang sekarang sudah menjadi pegawai rendahan di sebuah puskesmas, memaksakan diri membeli mobil dengan cara kredit demi memenuhi gaya hidup sang istri. Istri Rendy karena ingin memperlihatkan diri sebagai orang kaya kepada saudaranya dan kepada teman-teman arisannya. Rendy menjual sepeda motor dengan terpaksa untuk uang muka kredit mobil. Pada bulan-bulan berikutnya, Rendy kewalahan membayar cicilan mobil itu sehingga menunggak beberapa bulan. Karena terpaksa, Rendy meminjam uang untuk membayar kredit mobilnya kepada mantan gurunya yang tidak memiliki mobil itu. Rendy menjanjikan akan membayar hutang setelah berhasil menjual sapi warisan orang tuanya. Singkat cerita, nasib Rendy dalam cerpen ini berakhir tragis. Mobil yang dikreditnya dirampok, dia masuk rumah sakit, dan istrinya masuk rumah sakit jiwa.
Secara struktural, alur atau plot cerpen ini adalah alur maju, di mana cerita berjalan linear ke depan seiring perjalanan waktu. Mulai dari awal cerita dikisahkan yaitu saat pertemuan tak terduga Bu Guru Wati dengan mantan siswanya Rendy, sampai akhir cerita Rendy masuk rumah sakit. Tema atau sesuatu yang melandasi cerita ini adalah tentang gaya hidup hedonis atau hedonisme yang melanda banyak manusia modern saat ini. Latar waktu kejadian cerita berkisar pada tahun 2022-an ini. Latar tempat cerita di kampung tokoh Bu Guru Wati dan di Kota Padang. Di kampung Bu Guru Wati, secara spesifik penulis menyebutkan Masjid Jami’ sebagai mesjid tertua di daerah tokoh, di rumah Bu Guru Wati, dan di rumah makan. Sementara itu, di Kota Padang, cerita dikisahkan di rumah Bu Guru Wati dan di sekolah tempat tokoh mengajar.
Tokoh dalam cerita ini adalah Bu Guru Wati sebagai tokoh protagonis yang menjadi pusat pengisahan cerita, Rendy sebagai tokoh pendukung cerita bersama dengan suami Bu Guru Wati. Penokohan dalam cerita ini, Bu Guru Wati dikesankan sebagai guru yang sederhana, bijaksana, dan baik hati yang terlihat pada pilihannya meminjamkan uang kepada Rendy untuk membayar cicilan mobil, sementara dia sendiri tidak memiliki mobil. Sementara iut, tokoh Rendy diceritakan sebagai lelaki yang tidak memiliki pendirian dalam hidup dan tidak tegas sebagai pemimpin keluarga.
Sudut pandang cerita dikisahkan dalam sudut pandang orang ketiga, di mana pencerita berada di luar kisahan cerita. Amanat dalam cerita ini adalah agar hidup secara realistis, tidak perlu memaksakan diri mengikuti gaya hidup orang lain. Selain itu, amanat tambahan dalam cerita ini adalah penyesalan datangnya selalu terlambat.
Kesan saya membaca cerpen ini, kisah yang dituturkan penulis cukup menarik. Penulis dengan lancar menceritakan kejadian demi kejadian dalam cerita yang disusunnya ini. Namun, ada hal cukup mengganjal, seperti kerikil di tengah-tengah jalan yang mulus. Kerikil pada cerita ini adalah pada bagian menuju akhir (ending) cerita yang seolah-olah mengalami lompatan. Seperti ada alur yang terputus untuk masuk pada bagian akhir cerita ini. Padahal, alur pada dasarnya memiliki peran yang besar untuk mengantarkan cerita untuk utuh dan terlihat alami sebagai realitas kehidupan manusia. Alur menurut saya merupakan sesuatu yang penting dalam cerita. Namun sayangnya, dalam cerpen ini alur dikelola dengan kurang baik pada bagian akhirnya.
Ending yang dibuat Siswati untuk cerpen ini terlalu cepat. Jika penulis sedikit bersabar, perlahan memainkan emosi pembaca, tentu akan menambah daya tarik cerpen ini, terutama sebelum mengakhiri cerita dengan tragis-dengan menceritakan kemalangan yang dialami Rendy yang berakibat dia masuk rumah sakit dan istrinya masuk rumah sakit jiwa—bagian ini akan semakin menarik jika penulis secara bertahap menambahkan kejadian-kejadian yang menyentuh pembaca. Bahkan, dengan cerita yang sudah sangat standar sekalipun hal ini cukup membantu memperbaiki cerita. Contohnya karena belum sanggup membayar hutang yang dia janjikan kepada tokoh Bu Guru-nya itu, Rendy akhirnya berbohong dengan mengarang cerita bahwa dia kecelakaan sehingga belum bisa membayar hutangnya. Namun, tak diduga ternyata Rendy dan Bu Guru itu bertemu di sebuah pesta di kampung, terlihat Rendy juga menghadiri pesta itu. Kisah konyol ini walaupun terkesan klise namun cukup membantu untuk masuk pada kisah tragis sebelum Rendy benar-benar kecelakaan, kemudian masuk rumah sakit, dan istrinya masuk rumah sakit jiwa.
Cara lain untuk membuat agar cerita tidak terputus adalah dengan menceritakan satu atau dua kejadian yang membuat istri Rendy memiliki gejala-gejala gangguan jiwa. Jadi, gangguan jiwa yang dialami oleh istri Rendy tidak dibuat tiba-tiba hanya karena kecelakaan itu saja. Contohnya, istri Rendy yang niatnya untuk memperlihatkan hidupnya cukup makmur di kampung pada kerabatnya yang pulang dari rantau, ternyata tidak ditanggapi dengan baik oleh saudaranya dari rantau itu. Bisa jadi saudaranya masih mengejek mobil Rendy yang lebih murah, sementara kerabatnya dari rantau membawa mobil yang lebih mahal dan lebih bergengsi.
Kejadian lain contohnya bagaimana akhirnya istri Rendy yang harus diharapkan dengan realitas bahwa suaminya hanya pegawai rendahan di puskesmas, sementara gaya hidup teman-temannya yang level tinggi terus menuntutnya untuk mengingkari realitas kehidupan rumah tangganya. Dengan menambah kejadian-kejadian sebelum mengakhiri cerita yang tragis ini, mungkin penulis bisa membuat cerita ini semakin menarik lagi.
Catatan ini bukan bermaksud menggurui penulis tentunya, tetapi sekadar masukan agar cerita ini menjadi lebih menarik. Wallahu a’lam bish-shawab. (*)
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca.
Discussion about this post