Senin, 19/5/25 | 03:29 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI CERPEN

Dear Bahasa

Minggu, 02/10/22 | 12:36 WIB

Cerpen: Nayla Anakamiko

 

“Kupikir aku telah mengenalmu,”
Sebelas tahun bukan waktu yang sebentar. Aku telah mengenalnya selama itu. Ia adalah salah satu warna dalam kanvas kehidupanku. Ada kalanya kami berselisih pendapat. Menyebabkan pertengkaran kecil yang bisa saja meledak menjadi masalah besar. Ada kalanya kami kompak berbuat onar dan membuat keributan. Kenakalan yang mempersulit orang tua kami, benar-benar bukan suatu teladan. Namun, itu adalah warna yang menjaga dunia kami tidak monoton.

Namanya Bahasa. Dia adalah adik kecilku yang sebulan lagi akan merayakan ulang tahun ke sebelas. Meskipun begitu, aku akan selalu melihatnya sebagai adik kecilku. Sementara itu, bulan ini adalah ulang tahunku.Tahun ini sedikit berbeda dari ulangtahun sebelum-sebelumnya. Ketika aku berusia satu hingga tiga tahun aku sama sekali tidak mengingat ulang tahunku. Usia empat sampai tujuh tahun, pesta ulang tahunku seperti anak-anak pada umumnya. Aku mengundang banyak teman, mempersiapkan bingkisan semalam sebelumnya dan tentu saja ada banyak kado menantiku di hari ulang tahun.

BACAJUGA

Cerpen “Perjuangan Pengabdian” karya Muhammad Iqbal dan Ulasannya oleh Azwar, M.Si.

Cerpen “Perjuangan Pengabdian” karya Muhammad Iqbal dan Ulasannya oleh Azwar, M.Si.

Minggu, 28/5/23 | 08:23 WIB
CLBK Sang Kakek

CLBK Sang Kakek

Minggu, 24/10/21 | 00:22 WIB

Ketika berusia delapan tahun, tidak ada lagi pesta dengan banyak undangan. Aku merayakan ulang tahun hanya bersama keluarga dan teman yang benar-benar dekat saja. Saat itu, pesta ulang tahunku digabung saja dengan adikku sebulan setelahnya. Itu masa-masa dan kesempatan untuk adikku. Bahkan seringkali kado ulang tahunku dari mama dan papa ditunda hingga adikku ulang tahun agar diberi bersamaan.

Tapi tahun ini berbeda. Karena Bahasa yang paling pertama memberi kado untukku.
Bisa dibilang aku terkejut. Itu diluar dugaanku. Aku hanya menunggu kado dari mama dan papa. Setiap tahun juga aku dan Bahasa tidak pernah saling memberi kado ketika ulang tahun. Kali ini Bahasa justru menggunakan tabungannya untuk membeli hadiah ulang tahun.
“Apa isinya, Sa?” tanyaku.
“Buka saja,” jawab Bahasa.

Aku membuka bungkusan itu. Tidak butuh waktu lama, aku segera mengetahuinya. Dua buah novel. Rupanya adikku ini benar-benar mengenalku. Tentu saja, memangnya siapa yang tidak tahu tentang kesukaanku membaca?
“Ya ampun, makasih banyak Sa,” kataku tulus.
Sayangnya Bahasa langsung menginterupsi suasana haru penuh ketulusan itu.
“Jangan lupa kado ulang tahunku bulan depan ya, kak,” ujar Bahasa dengan senyum manis.
Tentu saja, air susu tidak boleh dibalas air tuba. Kesal sih, meski Bahasa mengatakannya seolah peringatan, tetapi perkataan itu jelas tuntutan. Berhubung aku sedang baik dan tidak perhitungan di hari ulang tahunku ini, aku balas bertanya, “kamu mau hadiah apa, Sa?”

“Tidak seru kalau begitu. Tidak jadi kejutan nanti,” balas Bahasa.
“Eeh, tapi nanti kakak beli hadiah kamu tidak suka makanya kakak tanya dulu sekarang,” balasku.
“Kakak ini seperti tidak kenal aku saja. Kakak pasti tahu apa yang kuinginginkan ataupun apa yang aku tidak suka,” ujar Bahasa.

Kami berbagi ruangan yang sama setiap malam. Kami selalu saling berbagi cerita menjelang tidur. Sebelas tahun di bawah atap yang sama dan kini kenyataan menyadarkanku.

Kupikir aku yang paling mengenalnya. Kupikir aku tahu segalanya tentangnya.
Namun kini justru aku yang kebingungan. Hanya untuk memilih hadiah ulangtahun.
“Apa kamu punya saran, Math?” tanyaku pada teman masa kecilku.
“Kamu bertanya pada orang yang salah,” balasnya.
“Habisnya, ini sesuatu yang terlalu aneh untuk dijadikan sebagai masalah rumit, tapi bagiku ini rumit. Merusak harga diri sebagai kakak,” ujarku.
“Aku anak tunggal,” komentar Math.
“Iih, masa iya kamu tidak paham sama sekali dengan perasaanku sebagai seorang kakak. Pasti kamu juga setidaknya punya adik sepupu,” kataku.
“Aku-“
“Jangan bilang kamu cucu paling bungsu!” interupsiku langsung. Memang bicara sama Math itu tidak ada gunanya. Tetapi hanya dia yang bersedia mendengar permasalahan tidak pentingku.
Math menghela napas panjang. “Belikan payung kalau begitu,”
“Hah? Kenapa payung?” balasku.
“Kan kemarin-kemarin kamu cerita, kamu meninggalkan payung adikmu di sekolah dan hilang. Ya sudah, ganti saja payung yang hilang itu,” kata Math.
“Ups, aku bahkan lupa memberitahunya kalau aku menghilangkan payungnya,” jawabku.
“Tapi, tapi, tapi kan … Kayaknya dia tidak mengharapkan itu deh. Kalau dia tahu payungnya hilang pasti dia minta ganti rugi diluar hadiah,” kataku.
“Menurut perhitunganku lebih baik kamu tidak beritahu dia, terus hadiahkan payungnya dan bulang maaf. Dengan begitu dia tidak akan menuntut ganti rugi payungnya lagi dan hadiah ulang tahunnya kelar,” kata Math.
“Kamu terlalu perhitungan.”
“Terserah padamu lah. Harusnya kamu yang paling tahu apa yang diinginkannya. Toh kamu yang tinggal seatap dengannya,” ujar Math.

Hingga tiba hari ulang tahun Bahasa. Aku masih tidak punya ide yang lebih baik dibanding saran Math. Akhirnya aku benar-benar memberi payung sebagai hadiah ulang tahun Bahasa. Tentu saja adikku itu langsung bisa menebak.
“Jadi kakak yang menghilangkan payungku?” katanya.
“Kan sudah diganti nih,” balasku.
“Haaah, pokoknya ini masuk hitungan ganti rugi, bukan hadiah,” kata Bahasa.
“Oke sih, tapi kamu pengennya hadiah apa?” tanyaku.
“Kakak pasti tahu. Jangan pura-pura tidak tahu,” balas Bahasa.
Dan aku masih tetap bingung. Aku tidak tahu apa yang Bahasa inginkan.

Dear Bahasa …
Kupikir aku telah mengenalmu …
Namun, meskipun sebelas tahun berada dibawah atap yang sama, aku masih tidak mengerti kamu sepenuhnya.

 

Tags: Cerpen
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Cerpen “Prasangka” Karya Reno Danarti dan Ulasannya oleh Azwar Sutan Malaka

Berita Sesudah

Puisi-puisi Joni Saputra dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Berita Terkait

Cerpen Lelaki Tampan yang Membawaku Pergi

Cerpen Lelaki Tampan yang Membawaku Pergi

Minggu, 20/10/24 | 16:56 WIB

Cerpen: Armini Arbain Senja turun dengan cepat dan azan magrib pun berkumandang dengan merdunya. Seperti biasa aku bergegas mengambil Alquran,...

Luka Hati

Luka Hati

Minggu, 28/7/24 | 09:37 WIB

Oleh: Armini Arbain*   Baru saja aku duduk melepas lelah setelah memberi penyegar pada wajah seorang ibu yang facial, Hp-ku...

Setetes  Air dalam Bensin

Setetes Air dalam Bensin

Minggu, 30/6/24 | 09:10 WIB

Cerpen: Armini Arbain   Pesawat Garuda Boeing 800 lepas landas. Tepat pukul lima sore, pesawat yang membawa calon jemaah haji...

Diriku dan Keterlambatan

Minggu, 16/4/23 | 12:12 WIB

Cerpen: Ibnu Naufal   Aku tak mengerti terkadang dengan diriku sendiri. Diri yang begitu unik dan istimewa, menuntut untuk diperlakukan istimewa oleh...

Jus Buah

Jus Buah

Minggu, 19/3/23 | 10:21 WIB

Cerpen: Reno Wulan Sari   “Satu Vanilla Latte hangat.” Barista itu menatap Kalis dengan kepala yang sedikit dimiringkan, seolah ingin meyakinkan,...

Setelah Hari Kematian Kenya

Setelah Hari Kematian Kenya

Minggu, 22/1/23 | 08:26 WIB

Cerpen: Reno Wulan Sari Setelah hari kematian Kenya, tepatnya setelah 10 hari sejak pemakamannya, semua berkumpul di rumah yang mungil itu,...

Berita Sesudah
Puisi-puisi Joni Saputra dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Puisi-puisi Joni Saputra dan Ulasannya oleh Ragdi F. Daye

Discussion about this post

POPULER

  • Kobaran api yang membakar PT Teluk Luas di Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang dari sisi samping pabrik. Minggu, (18/05/2025) [foto : sci:yrp]

    Pabrik Karet, PT Teluk Luas Terbakar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jumbo, Cermin Estetika Luka Dewasa di Balutan Imaji Anak-Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Yogi Resya Pratama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Realitas Kekuasaan Budaya Politik Elite di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024