Senin, 25/8/25 | 08:13 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI RENYAH

Sindrom Gadis Baik

Minggu, 21/8/22 | 11:33 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)

 

Beberapa hari lalu, saya baru saja selesai membaca buku yang sebetulnya sudah lama ingin dibaca. Buku itu berjudul Toxic Relationsh*t yang ditulis oleh Diana Mayorita. Ia merupakan seorang psikolog klinis yang fokus menangani persoalan seputar hubungan, pernikahan, dan seksualitas. Di buku itu dijabarkan sebuah jebakan yang dapat membuat seseorang masuk ke dalam hubungan yang toksik, seperti di judul bukunya. Jebakan itu ialah dengan menjadi ‘gadis baik’.

Mungkin saja, berkarakter gadis baik menjadi keinginan banyak orang. Sebagai perempuan, seseorang ingin dikenal sebagai Nice Girl. Sebagai lelaki, seseorang ingin memiliki pasangan yang memiliki karakter Nice Girl. Namun, karakter gadis baik nyatanya merupakan sebuah jebakan, terlebih bagi perempuan.

BACAJUGA

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Rumah dan Kenangan yang Abadi

Minggu, 24/8/25 | 21:15 WIB
Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Tuah Rumah

Minggu, 17/8/25 | 19:03 WIB

Hal itu diungkap oleh Beverly Engle. Ia merupakan seorang psikoterapis yang dalam perjalanan kariernya banyak menemukan klien yang terkungkung dalam hubungan tidak sehat karena memiliki karakter gadis baik. Konstruksi sosial membentuk karakter perempuan menjadi penurut, patuh, manis, lembut, dan dijauhkan dari perlindungan terhadap diri sendiri karena katanya ia hanya perlu dilindungi.

Gadis baik kemudian identik dengan kepatuhan dan terbiasa menerima perintah. Konstruksi inilah yang kemudian justru menjadi jebakan bagi perempuan. Bila mendebat dengan tujuan diksusi bisa saja hal itu dianggap sebagai membantah, melawan, dan membangkang. Padahal, negosiasi dan diskusi selalu dibutuhkan menuju kesepakatan terbaik. Sikap pasif kemudian menjadi lebih dominan sehingga terkesan menyerahkan diri untuk dikendalikan. Banyak perempuan berusaha berusaha menjadi lembut, manis, manja, dan penurut agar disukai dan menyenangkan orang lain. Dampaknya ialah ia sulit menyadari bahwa tengah dieksploitasi, didominasi, bahkan dimanipulasi. Berada dalam karakter seperti inilah yang disebut dengan Sindrom Gadis Baik (Nice Girl Syndrome).

Dalam sebuah hubungan, sindrom gadis baik dapat membawa seseorang dalam hubungan yang tidak sehat atau toksik. Sematan gadis baik berujung pada ketidakberdayaan dan kurangnya proses untuk berpikir lebih kritis. Beberapa contoh karakter sindrom gadis baik di antaranya sulit untuk menolak atau mengatakan tidak, terlalu mengkhawatirkan pemikiran orang lain terhadap diri sendiri, berusaha untuk selalu disukai, takut membuat seseorang marah, sering meminta maaf meskipun tidak melakukan kesalahan, berusaha terlihat baik meskipun seseorang telah mengecewakan, dan merasa takut bila dibenci oleh orang lain bila tak bersedia memenuhi keinginannya.

Karakter seperti di atas cenderung membuat seseorang berada dalam hubungan yang kondependen, yaitu selalu memprioritaskan pasangan dibandingkan diri sendiri. Ciri relasi kondependen itu juga tidak jauh berbeda dengan yang tampak pada karakter gadis baik. Beberapa di antaranya sulit mengatakan tidak, merasa harus selalu menjaga perasaan pasangan, sulit untuk jujur, terlalu terikat, takut ditinggalkan, bertahan meskipun pasangan tidak lagi menginginkan, dan rela melakukan apa saja yang diinginkan pasangan.

Lalu, bila berkarakter gadis baik justru menjebak, apakah seseorang harus menjadi gadis tidak baik? Wah, tidak begitu juga sih, ya! Tentu saja setiap orang perlu menjadi orang baik, tetapi tidak hanya untuk orang lain namun juga untuk dirinya sendiri. Perempuan perlu menjadi gadis baik, tetapi bukan berdasarkan konstruksi sosial yang menempatkan ia pada posisi harus manut-manut saja apa pun yang terjadi.

Dari uraian panjang Diana Mayorita, setidaknya ada tiga yang yang perlu menjadi karakter dasar untuk menghindari dominasi dan manipulasi dari hubungan yang tidak sehat. Pertama, berlatih self compassion, yaitu kepedulian dan belas kasih kepada diri sendiri. Kedua, fokus kepada diri sendiri dengan mengawalinya dengan fokus pada yang bisa dan mampu dilakukan. Ketiga, menjadi asertif, yaitu bersikap tegas untuk diri sendiri dengan tetap menghormati orang lain.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Indonesia di antara Wakanda dan Konoha

Berita Sesudah

Femininitas Tokoh Badru dalam Film Bollywood Darlings*

Berita Terkait

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Rumah dan Kenangan yang Abadi

Minggu, 24/8/25 | 21:15 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Minggu lalu, tepat pada 17 Agustus 2025, saya menulis sebuah catatan...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Tuah Rumah

Minggu, 17/8/25 | 19:03 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Dalam dua tahun terakhir, rumah saya di kampung lebih sering sepi....

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Rahasia di Balik Semangkuk Mi Rebus

Minggu, 10/8/25 | 19:24 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Sore itu, hujan mengguyur tanpa henti sejak siang, menebar hawa dingin yang merayap masuk...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Melangkah Pelan dalam Dunia Pernaskahan: Catatan dari Masterclass Naskah Sumatera

Minggu, 03/8/25 | 21:28 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand)   Menjadi peserta Masterclass Naskah Sumatera yang diadakan oleh SOAS University of...

Suatu Hari di Sekolah

Fiksi dan Fakta: Dua Sayap Literasi

Minggu, 27/7/25 | 16:28 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Perdebatan soal bacaan fiksi dan nonfiksi kerap muncul di...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Ruang Bernama Kita

Minggu, 20/7/25 | 21:04 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Pada 16 Februari 2025, saya pernah menulis di rubrik...

Berita Sesudah
Maskulinitas dalam Iklan Sampo Head & Shoulders

Femininitas Tokoh Badru dalam Film Bollywood Darlings*

Discussion about this post

POPULER

  • Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PCNU Dharmasraya Gelar Konfercab ke-V

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbar Raih Penghargaan Nasional Perhutanan Sosial 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Kecelakaan Kereta di Padang: Wagub Sumbar Desak Perbaikan Sistem Keselamatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ormas dan OKP Tak Dilibatkan dalam Kebijakan Pemkab, Sekretaris KNPI Dharmasraya: Bentuk Keangkuhan Bupati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pawai Budaya Sungai Duo Meriah, Panitia Tekankan Pelestarian Tradisi dan Kreativitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024