Minggu, 01/6/25 | 08:44 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI RENYAH

Cuci Tangan

Minggu, 31/7/22 | 13:42 WIB

Salman Herbowo
(Kolumni Rubrik Renyah Scientia.id)

Betapa masih melakat diingatan kita semua mengenai betapa pentingnya mencuci tangan. Kira-kira di awal tahun 2020 saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, himbuan untuk sering mencuci tangan sering kita dengar atau baca. Adaptasi Kebiasaan Baru dengan langkah 3M, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, begitu isi himbuan tersebut. Namun, bukan himbuan itu yang menjadi topik pembahasan saya, melainkan tentang cuci tangan dengan segala pemaknaannya.

Cuci tangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terdapat tiga pengertian, yaitu membasuh tangan dengan air, tidak turut campur dalam suatu masalah walaupun mengetahuinya, dan tidak mau terlibat dalam kesalahan yang dibuat orang lain. Untuk makna pertama, saya kira itu hal yang biasa dilakukan. Setidaknya itu rutinitas saat hendak dan selesai makan nasi. Bagi saya ada hal yang kurang jika harus menggunakan sendok saat menikmati nasi padang dengan aneka kuah gulai nan menggoda.

Lain lagi dengan pemaknaan yang kedua dan ketiga. Istilah cuci tangan tidak lagi menjadi sebuah aktivitas fisik dengan membersihkan jemari tangan menggunakan sabun dan air, tetapi sudah pada sebuah sikap atau tindakan terhadap suatu persoalan. Untuk arti kedua dan ketiga, menurut saya masihlah memiliki konotasi makna yang positif, sama seperti arti yang pertama, misalnya ketika rekan melakukan pelanggaran, sudah seharusnya kita tidak turut campur agar tidak kena getahnya.

Pada arti yang ketiga sebetulnya masih berhubungan dengan makna kedua. Saya kira jarang yang mau bertanggung jawab atas kesalahan yang dibuat oleh orang lain, bukan berarti tidak ada. Selain itu, ada juga pemaknaan “cuci tangan” yang lebuh dominan tersebar dalam masyarakat yang berkonotasi negatif, yaitu seseorang yang melakukan kesalahan dan menuntupinya atau bahkan melimpahkannya kepada yang lain.

BACAJUGA

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jam Tangan dan Seni Menjadi Siapa

Minggu, 25/5/25 | 13:50 WIB
Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Tertinggal Karena Lupa, Tertawa Karena Ingat

Minggu, 18/5/25 | 16:44 WIB

Pada dasarnya, cuci tangan memiliki tujuan yang baik, yaitu membersihkan tangan dari segala yang kotor. Bukan berarti segala yang kotor itu tidak baik, terkadang ada juga yang bilang kalau kotor itu hebat. Kira-kira itu yang saya ingat pada sebuah iklan produk sabun cuci pakaian. Akan tetapi, bila didiamkan terlalu lama dan tidak segera untuk dicuci tentu akan menjadi masalah dikemudian hari, tidak terkecuali tangan yang kotor.

Istilah “cuci tangan” ini yang mengingatkan saya pada pembicaraan beberapa waktu belakangan. Beberapa teman menyeletuk bahwa kemampuan untuk “cuci tangan” terkadang juga diperlukan untuk “menyelesaikan” sebuah persoalan. Tentu saja pernyataan itu membuat kami mengangguk dan terdiam beberapa saat, ternyata “cuci tangan” memang sebuah kemampuan yang perlu diketahui, atau barangkali juga dipelajari.

Namun, ada satu hal yang membuat kami bergidik seketika saat teman itu mengeluarkan sebuah istilah. Istilah ini baginya tidak sekadar guyonan atau pepatah saja, tapi juga punya makna yang perlu direnungkan. Baginya istilah ini seperti sebuah jurus untuk lari dari sebuah persoalan, yaitu “lempar batu, lalu cuci tangan dan masukan ke dalam saku”. Tentu akan sulit untuk mencari tangan siapa yang melempar batu jika cara kerjanya begitu. Sampai di rumah saya malah memikirkan kepala siapa yang kena dari lemparan batu itu.

Tags: #Salman Herbowo
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Bahasa, Kejiwaan, dan Mental dalam Ranah Psikolinguistik

Berita Sesudah

Konstruksi Perempuan dalam Novel Tarian Bumi

Berita Terkait

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jam Tangan dan Seni Menjadi Siapa

Minggu, 25/5/25 | 13:50 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah) Seorang teman pernah berujar tentang urgensi dari jam tangan. Ia menjelaskan tentang benda kecil yang...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Tertinggal Karena Lupa, Tertawa Karena Ingat

Minggu, 18/5/25 | 16:44 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Lupa adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dalam keseharian, kita sering kali dibuat repot...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB

Lastry Monika Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah   Dalam tiga minggu terakhir, saya selalu mengangkat tema seputar...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Bila saya membawa teman pulang kampung, ibu hampir selalu...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Sastra Lisan dalam Keseharian

Minggu, 27/4/25 | 18:38 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   “Jangan menangis keras-keras! Nanti kamu dijemput Inyiak Bayeh. Rambutnya...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Cerita yang Tak Pernah Pensiun

Minggu, 20/4/25 | 17:55 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Setiap berkunjung ke suatu daerah, saya selalu mendapatkan pengalaman...

Berita Sesudah
Konstruksi Perempuan dalam Novel Tarian Bumi

Konstruksi Perempuan dalam Novel Tarian Bumi

Discussion about this post

POPULER

  • Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Libur Panjang 29 Mei – 1 Juni 2025, Ini Rekomendasi Wisata Seru di Kota Padang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Klarifikasi Wali Nagari Koto Gadang, Lahan Sawit yang Dipinjamkan ke Petani Akan Diremajakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Firdaus : Welly Suhery, Kader PKB untuk Masyarakat Pasaman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zalmadi Sesalkan RS Rasidin Tolak Pasien Hingga Meninggal : Itu Tidak Manusiawi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Welly Suhery dan Parulian Resmi Dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Pasaman 2025–2030

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukittinggi Harus Bisa Tarik Banyak Minat Wisatawan Berkunjung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024