Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Kadang kita perlu menyadari bahwa benda-benda kecil yang sering digunakan dalam aktivitas keseharian dapat memperlihatkan karakter si penggunanya. Pada suatu waktu, saya menyadari bahwa remot televisi merupakan salah satunya. Benda itu bagi saya sungguh unik, bila hendak diperlukan sulit dicari, tapi sebaliknya jika tidak mudah ditemukan. Setidaknya itu yang sering saya alami saat ingin menggunakannya. Terkadang, benda itu juga menjadi barang rebutan, bahkan harus bersitengang urat pula untuk dapat memperoleh dan punya kuasa penuh untuk menggunakannya.
Bagi saya, ada hal yang perlu untuk dimaknai dari benda itu. Sebuah pemahaman sebagai proses pembelajaran dan intropeksi diri menuju perubahan ke arah kebaikan. Memang agak sedikit berlebihan, setidaknya pemahaman ini perlu juga disampaikan. Saya teringat bahwa pada setiap sore dahulunya sering meributkan kepemilikan dari remot televisi ini. Berbagai macam masalahnya. Ada yang heboh mencari di mana letaknya atau ribut untuk memperolehnya.
Benda berukuran kecil itu ternyata dapat memperlihatkan karakter seseorang, terutama dalam bertindak menentukan keputusan. Pada saat menonton televisi dengan remot di genggaman, tentu akan membuat saya merasa berkuasa dan memegang kendali. Saya dapat dengan leluasa menggonta-ganti kanal siaran tanpa harus meminta izin. Begitu iklan maka seenaknya pula mengganti kanal tanpa memedulikan penonton lain. Selama remot masih dikuasai, di situ akan tertanam kesewenang-wenangan. Kira-kira begitu.
Terkadang, keusilan untuk mengusik seseorang pun juga dapat muncul bila remot sudah dalam genggaman. Keinginan untuk menonton televisi tidak ada, hanya saja suka mengganti kanal saat penonton lain sedang serius menyaksikan program yang ditayangkan. Mungkin saja sebagian pembaca ada yang berbuat seperti itu, dalam beberapa kesempatan saya pernah melakukannya. Hal itu bukan perbuatan yang patut untuk ditiru. Bukan tidak mungkin, kelakuan serupa demikian dapat menimbulkan pertikaian. Bukan main efeknya, dapat merusak hubungan persaudaraan. Yang jelas, perangai seperti itu dapat berisiko merusak remot seperti terlepasnya tombol karena sering ditekan.
Dari remot televisi pula sikap peduli terhadap lingkungan sekitar dapat dideteksi. Kita tentu menyadari bahwa sebagai manusia tidak terlepas dari kesalahan dan kekilafan. Berbagai macam rutinitas yang dilakukan tentu juga ada yang menimbulkan pertikaian dan sudah seharusnya pula kita saling memaafkan. Dalam hal kecil, di lingkungan keluarga misalnya, saat menonton televisi saja terkadang di antara kita masih berselisih paham mengenai kanal siaran yang akan dipilih.
Jauh lebih filosofis dari itu, remot televisi telah ‘mengetuk’ pintu hati saya akan pentingnya menjaga hubungan persaudaraan antarsesama manusia. Dengan menjalin komunikasi yang baik dan saling memahami, setidaknya akan mempermudah jalan untuk menjalin hubungan yang harmonis. Tidak ada salahnya pula di momen menyambut Hari Raya Idulfitri ini kita saling memaafkan dan memahami sesama untuk mempererat tali silaturahmi. Semoga.
Discussion about this post