Frasa nasi bungkus dapat menjadi kata cynmyuk. Kok bisa? Fenomena ini dinamakan dengan bahasa buatan atau disebut juga dengan artificial language. Sebuah bahasa diciptakan untuk komunikasi tertentu.
Bahasa buatan ini merupakan bagian dari ilmu kriptografi. Kriptografi berasal dari bahasa Yunani, yakni kryptis yang bermakna ‘tersembunyi’ dan graphein yang bermakna ‘menulis’. Dengan demikian, kriptografi dapat dikatakan sebagai ilmu yang digunakan untuk menjaga kerahasiaan data dan keamanan suatu informasi dengan menggunakan tulisan atau kata-kata.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Republik Indonesia (2021) menyatakan bahwa kriptografi adalah teknik yang mengubah data menjadi berbeda dari aslinya dengan menggunakan algoritme matematika sehingga orang yang tidak mengetahui kuncinya tidak akan dapat membongkar data tersebut. Lalu, untuk apa mengubah frasa nasi bungkus menjadi cynmyuk? Kode rahasia apa yang dipertahankan dalam bahasa buatan tersebut?
Khusus untuk cynmyuk ini, rahasia digunakan untuk menguji kemampuan siswa dalam menjawab soal ujian tulis berbasis komputer (UTBK). UTBK merupakan tes masuk ke perguruan tinggi. Pada tahun 2020, para peserta UTBK terkejut dengan kehadiran soal mengenai bahasa buatan ini karena belum muncul pada tahun sebelumnya. Dengan demikian, bagi para siswa yang akan mengikuti UTBK pada tahun 2022 nanti perlu mengenal karakter dari bahasa buatan yang muncul pada soal UTBK nanti.
Salah satu karakter soal mengenai bahasa buatan dapat dilihat pada kata-kata yang dihasilkan sebagai kode. Salah satunya dapat dilihat pada sebuah soal dengan membeberkan beberapa kata dari bahasa buatan berupa remkyuk yang bermakna ‘mi kenyal’; miliacyn yang bermakna ‘bungkus permen’; dan remmilia yang bermakna ‘permen kenyal’. Pada akhir soal, ditanyakan kata apakah yang mungkin bermakna ‘nasi bungkus’. Ada beberapa pilihan yang ditawarkan sebagai jawaban pada soal tersebut, yakni remcyn (A), miliakyuk (B), miliamyuk (C), cynmyuk (D), dan cynkyuk (E).
Melihat tipe soal itu, tentu semua peserta kebingungan karena dalam kisi-kisi mata pelajaran di sekolah menengah atas, tidak ada materi yang berkenaan dengan bahasa buatan tersebut. Namun, peserta sebenarnya dapat menjawab dengan menggunakan logika bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, logika merupakan jalan pikiran yang masuk akal. Kita dapat menjawab soal tersebut dengan menentukan pola yang tersembunyi.
Peserta dapat melihat dulu pola makna yang dihasilkan, yakni berupa dua kata, seperti mi kenyal, bungkus permen, dan permen kenyal. Artinya, dalam satu kata bahasa buatan, terdapat dua kata berbahasa Indonesia. Peserta dapat membagi kata dalam bahasa buatan tersebut menjadi unsur yang lebih kecil dan bermakna menjadi satu kata dalam bahasa Indonesia. Caranya dengan melihat unsur yang mirip pada data yang diberikan dalam soal.
Pada data remkyuk yang bermakna ‘mi kenyal’ dan remmilia yang bermakna ‘permen kenyal’, dapat diambil kesimpulan bahwa kata yang bermakna ‘kenyal’ merupakan kata yang berasal dari bahasa buatan rem. Kata rem terdapat dalam kedua bahasa buatan tersebut. Dengan demikian, pada data remmilia, kata milia tentunya bermakna ‘permen’. Oleh karena itu, pada data remkyuk dapat disimpulkan bahwa kyuk merupakan ‘mi’, sedangkan pada data miliacyn dapat disimpulkan bahwa cyn merupakan ‘bungkus’.
Dengan menggunakan prinsip tersebut, dapat kita hasilkan bahasa buatan tadi menjadi unsur terkecil sebagai berikut.
rem ‘kenyal’
milia ‘permen’
kyuk ‘mi’
cyn ‘bungkus’
Apakah analisis data pada bahasa buatan cukup sampai tahap ini? Jawabannya, belum. Masih ada satu tahapan lagi yang perlu diperhatikan ketika si pencipta membuat bahasa buatan, yakni posisi kata tersebut dalam bahasa buatan. Pada kata remkyuk yang dibentuk dari kata rem yang bermakna ‘kenyal’ dan kyuk yang bermakna ‘mi’, ternyata membentuk susunan pola yang berbeda antara bahasa buatan dengan bahasa Indonesia. Makna pada bahasa Indonesia dihasilkan dengan menukar posisi awal menjadi bagian belakang dan posisi belakang menjadi bagian awal sehingga remkyuk dapat bermakna ‘mi kenyal’. Jika posisi makna tidak diubah, makna yang terbentuk justru menjadi ‘kenyal mi’. Dengan demikian, semua makna kata pada bahasa tersebut juga memiliki pola susunan yang sama. Oleh karena itu, ketika muncul pertanyaan kata yang bermakna ‘nasi bungkus’, kata cyn harus berada pada posisi awal.
Bagaimana dengan kata yang bermakna ‘bungkus’? Dalam soal yang diberikan, tidak terdapat bahasa buatan yang bermakna ‘bungkus’. Oleh karena itu, peserta harus memperhatikan kata yang terdapat pada pilihan ganda. Tentunya, peserta harus mengeliminasi jawaban yang tidak memuat kata cyn, seperti jawaban B dan jawaban C. Setelah itu, peserta harus mengeliminasi jawaban yang memuat kata cyn di bagian belakang, yakni mengeliminasi jawaban A. Pilihan jawaban yang tersisa ialah cynmyuk (D) dan cynkyuk (E). Dari analisis kata dalam bahasa buatan yang ada pada soal, kita sama-sama melihat bahwa kata myuk belum ada, sedangkan kata kyuk sudah ada, tetapi bermakna ‘mi’. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata myuk inilah yang bermakna ‘bungkus’. Peserta dapat memilih cynmyuk sebagai bahasa buatan yang bermakna ‘nasi bungkus’.
Meskipun sudah dapat mengenali satu karakter soal bahasa buatan ini, peserta tidak boleh langsung merasa aman. Tantangan lain yang muncul kemudian ialah kehadiran tipe soal yang ternyata tidak mengubah pola susunan kata, baik dalam bahasa buatan maupun dalam bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.
bilhlim ‘pohon cemara’
shilhlim ‘dahan cemara’
shilhpanre ‘dahan coklat’
Dari data tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa bilh yang terdapat pada bagian awal bahasa buatan bermakna ‘pohon’ dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kehadiran kata lim yang juga muncul pada shilhlim yang bermakna ‘cemara’. Oleh karena itu, peserta dapat menentukan jawaban soal dengan menetapkan bahwa posisi kata dalam bahasa buatan sama dengan bahasa Indonesia.
Ketika pertanyaan dalam soal yang muncul ialah kata yang bermakna ‘kopi coklat’, peserta tentu dapat menjawab bahwa makna ‘coklat’ yang diambil dari kata panre harus terdapat dalam pilihan jawaban dengan posisi kata tersebut berada di bagian belakang.
Dari pilihan jawaban berupa ferzapanre (A), panrelim (B), bilhshilh (C), bilhpanre (D), dan ferzalim (E), peserta dapat memastikan bahwa jawaban yang benar ialah ferzapanre. Kata ferza dapat bermakna ‘kopi’ karena hanya kata tersebut yang tidak terdapat dalam contoh soal.
Bahasa Buatan dan Tes Masuk Perguruan Tinggi
Lahirnya bahasa buatan dalam soal UTBK ini merupakan salah satu cara yang digunakan oleh Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) untuk menguji kemampuan logika dan kemampuan bernalar para peserta yang akan masuk perguruan tinggi. Para pembuat soal menilai bahwa soal yang memuat bahasa buatan dapat menjadi salah satu kriteria dalam menentukan kemampuan berpikir logis dan kemampuan bernalar para peserta. Namun, apakah soal dengan tipe ini dapat menjadi salah satu kriteria yang tepat dalam menyeleksi calon mahasiswa? Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, kurikulum pendidikan Indonesia, khususnya di tingkat sekolah menengah atas, belum memasukkan materi mengenai logika dalam menyelesaikan soal-soal tertentu. Artinya, para siswa belum terlatih menghadapi persoalan yang dapat diselesaikan dengan logika. Mereka cenderung menyelesaikan soal dengan teori, rumus, atau kaidah yang sudah ada dalam masing-masing pelajaran.
Kedua, menghadirkan soal dengan tipe logika ini memang bagus untuk mengukur kemampuan peserta, tetapi belum representatif untuk menyeleksi mereka sebagai calon mahasiswa. Tipe soal yang dihadirkan tidak hanya berkenaan dengan pola tadi saja, tetapi juga ada soal lain yang membutuhkan logika untuk menyelesaikan soal yang berhubungan dengan abjad dan angka, misalnya peserta diberi kode berupa abjad dan angka, lalu peserta harus menebak kata yang dihasilkan dari perpaduan abjad dan angka tersebut.
Pendidikan di Indonesia hingga hari ini meskipun tidak terpusat, tetapi masih belum dapat dikatakan merata di seluruh daerah. Ketika siswa di beberapa kota besar mendapatkan fasilitas pendidikan begitu lengkap, guru yang memiliki kompetensi juga bagus, serta kesempatan untuk mengembangkan kompetensi amat banyak, masih ada siswa di daerah yang terpencil dan terbelakang mendapatkan pendidikan dengan keterbatasan. Oleh karena itu, menyeleksi peserta dengan menggunakan soal tipe ini belum dapat dinyatakan sebagai pilihan yang tepat.
Ketika para siswa sudah masuk ke perguruan tinggi dan mendapatkan kurikulum yang cenderung melatih kemampuan bernalar dan kemampuan berpikir secara logis, mereka layak mendapatkan soal dengan logika bahasa seperti ini, misalnya ketika lulusan perguruan tinggi akan mengikuti tes calon pegawai negeri sipil (CPNS) atau mengikuti tes masuk perusahaan atau lembaga tertentu. Soal ini dapat diberikan kepada peserta karena setiap calon pegawai dan calon pekerja diharapkan dapat menyelesaikan setiap masalah dalam pekerjaan secara logis dan dapat diterima oleh akal sehat.
Para pegawai dan para pekerja cenderung menemukan persoalan yang berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Tidak ada teori, rumus, atau kaidah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Mereka hanya dapat menyelesaikan masalah dengan menggunakan logika dan kemampuan bernalar. Oleh karena itu, materi yang memuat logika bahasa, seperti bahasa buatan ini sangat cocok diberikan kepada para calon pegawai dan calon pekerja tersebut.
Jika Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) ingin menetapkan tipe soal ini sebagai salah satu syarat dalam menyeleksi calon mahasiswa, khususnya untuk menguji logika bahasa mereka. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia harus memasukkan materi mengenai logika bahasa ini dalam beberapa materi pelajaran di sekolah. Setidaknya dapat dimulai dari sekolah menengah atas.
Menciptakan bahasa buatan berdasarkan logika memang menjadi pilihan yang bagus untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan kemampuan berbahasa generasi Indonesia, tetapi harus dilakukan secara merata kepada seluruh peserta didik. Jangan sampai tipe soal ini menyingkirkan para siswa yang juga layak mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi. Bukan karena mereka tidak cerdas, tetapi karena mereka belum siap dan juga belum mendapatkan pengetahuan tersebut.
Discussion about this post