Ingatan
Malam merangkak dengan sederhana
Menghidupkan dingin yang terasa semakin ngilu
Dalam pekat yang semakin mencekat
Aku terhuyung berlari-lari
Lari. Lari. Lari
Lari dari ingatan yang terus berpulang
sebelum mataku mengistirahatkan diri
Aku mencengkeram selimut;
menyembunyikan ketakutan
Dengan napas yang putus-putus
Terdengar bentakan ayah yang membekukan seluruh ruangan
Disusul isakan ibu yang beradu bersama piring-piring pecah yang berserakan
Makian. Cacian. Penyesalan
Melebur bersama makanan yang tidak lagi hangat
Pipi ibu membiru dengan lebam di sekujur tubuh dan hatinya
Tangan dan kaki ayah berdarah dan patah-patah
Sekali lagi; sekali lagi ayah meremukkan perasaan ibu yang susah payah diobatinya
Sekali lagi; sekali lagi ibu menghancurkan ego ayah yang tak ada lagi penyangga
Sekali lagi; sekali lagi ibu dan ayah menggugurkan harapan buah hatinya
Dalam hitam yang semakin pekat
Aku meringkuk menyembunyikan diri; menyembunyikan air mata
menyaksikan luka pada jiwa keduanya
padaku; pada apa-apa yang menyaksikannya.
Dalam pekat yang semakin mencekat
Aku terhuyung berlari-lari
“Ini hanya ingatan!”
“Ini hanya kenangan!”
Sungai Nanam, 16 November 2021
Riak yang Tenang
Semilir angin merayu siang
Menjamu lentera yang berkilauan
Tenang, tenang, tenang
Di atas tubuh air yang menenggelamkan
Di bawah kaki bukit
Jala nelayan menyusuri rumah-rumah ikan
membasahi pasar, dapur, perut dan isi dompet
Ketika lentera berganti bulan
Suara jeritan memecah lengang
Bersama tubuh yang berayun di atas air
Bersama gelap yang datang diikuti dingin
Dingin yang biru
Dingin yang kehilangan
Tenang, tenang, tenang
Di atas tubuh air yang menenggelamkan.
Alahan Panjang, November 2021
Pulang
Bisikan asma Tuhan terdengar halus pada ruangan yang dicekat sunyi
Diikuti lidah yang patah diselimuti peluh dingin
Seketika ruangan disesaki oleh kesedihan
Mata senja yang biasa menatap rindu ke luar jendela itu tertutup
Tubuh ringkih itu memucat
Sisa-sisa kehidupan tanggal dari raganya
Alunan ayat-ayat yang sendu mengantar kepergiannya
Seorang dengan tas besar berlari-lari dengan mata memerah
Merengkuh tubuh yang tiada lagi bisa menyambutnya
terlambat.
Ia pulang tatkala ibunya berpulang.
Sungai Nanam, November 2021
Biodata Penulis:
Dara Layl, perempuan kelahiran 2000 ini menyebut dirinya sebagai lohophile. Sekarang ia sedang menyelesaikan pendidikan di Universitas PGRI SUMBAR pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan juga anggota FLP Sumbar. Jika ingin mengenal lebih dekat, ia bisa dihubungi melalui Ig: daraa.pm dan Podcast: Dara Layl
Bertutur dengan Puisi Naratif
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku terbaru yang memuat puisinya Sebuah Usaha Memeluk Kedamaian, 2021)
Aku meringkuk menyembunyikan diri; menyembunyikan air mata
menyaksikan luka pada jiwa keduanya
padaku; pada apa-apa yang menyaksikannya.
Setiap orang di dunia ini memiliki keinginan untuk berbagi pengalaman, ide, dan perasaan kepada orang lain. Pengalaman dan gagasan tersebut dapat dibagi kepada orang lain secara lisan maupun melaui tulisan-tulisannya. Beberapa bentuk dari tulisan-tulisan itu berupa puisi, prosa, atau drama yang lebih kita kenal sebagai bentuk-bentuk karya sastra. Menurut Aristoteles, kesusastraan adalah imitasi dari kehidupan (Abrams, 1971:11). Kesusastraan merupakan bentuk ekspresi manusia dengan media bahasa yang mencerminkan pengalaman, ide-ide, dan perasaannya.
Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang memiliki bentuk yang berbeda dengan karya sastra yang lainya. Di dalam puisi, terkandung buah pikiran, perasaan, dan berbagai pengalaman aku lirik tentang dirinya sendiri, orang lain dan semua objek yang ia temui selama hidupnya. Puisi merupakan wadah yang digunakan oleh para aku lirik untuk menyampaikan dan mengekspresikan gejolak batin para aku lirik dengan menggunakan bahasa yang artisik dan berbeda dengan bahasa yang sehari-hari kita dengar (Arupenes, 2020).
Emily Dickinson, penyair Perempuan Amerika (1830—1886) meninggalkan 1.700 puisi pada saat kematiannya. Sebagai seorang introvert, Emily tidak berkeinginan mempublikasi puisi-puisinya. Dia membagikan puisi-puisi karangannya melalui surat-surat korespondensi dengan teman-teman. Setelah dia wafat, puisi-puisi yang membawa pembaruan bentuk tersebut dikumpul dan dipublikasi. Salah satu puisinya yang terkenal berjudul “Hope” yang menggunakan metafora burung untuk mengungkapkan harapan.
Harap
Harap ialah sesuatu bersayap
yang bertengger di jiwa,
dan berdendang tanpa kata,
dan tanpa putus-putusnya,
dan terdengar merdu di deru topan;
dan badai sungguhlah ganas
jika sampai mengusir burung kecil itu,
burung yang sebarkan hangat.
Pernah kulihat ia di sedingin-dinginnya daratan,
juga di seasing-asingnya lautan;
tapi biar cuaca seganas apa, tak pernah
mulut menadah padaku, meski demi seremah.
(terjemahan oleh Wawan Eko Yulianto)
Puisi-puisi Emily Dickinson banyak mengungkapkan perihal kesepian, kehilangan, ketakutan, dan pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang hidup dengan menggunakan gaya bahasa simile dan personifikasi. Simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan sesuatu dengan suatu hal yang lain dengan menggunakan kata-kata pembanding yang bersifat tak langsung, sedangkan personifikasi adalah bahasa kiasan yang memberikan segala sifat dan tingkah laku manusia kepada sebuah objek, hewan atau ide. Emily Dickinson merupakan salah seorang penyair liris era romantisme asal amerika yang produktif menuangkan segala pikiran, perasaan, dan pengalamannya melalui karya-karya puisinya dan tidak jarang juga sering menggunakan unsur-unsur bahasa kiasan dalam setiap puisi-puisinya.
Pada edisi kali ini, Kreatika menampilkan tiga buah puisi karya Dara Layl yang berjudul “Ingatan”, “Riak yang Tenang”, dan “Pulang.” Ketiga puisi Dara menunjukkan peristiwa-peristiwa bernuansa murung dan bergejolak di balik ketenangan. Bentuk naratif sangat mendominasi puisi-puisi Dara. Ada alur peristiwa yang muncul secara bertahap menggiring imajinasi pembaca ke realitas fiktif yang dialami ‘aku’ lirik di dalam puisi.
Puisi pertama misalnya, “Ingatan.” Larik-larik yang direpetisi menciptakan kemuraman interaksi yang dialami ‘aku’ lirik dengan ayah dan ibunya, seperti terlihat pada kutipan berikut:
Terdengar bentakan ayah yang membekukan seluruh ruangan
Disusul isakan ibu yang beradu bersama piring-piring pecah yang berserakan
Makian. Cacian. Penyesalan
Melebur bersama makanan yang tidak lagi hangat
Pipi ibu membiru dengan lebam di sekujur tubuh dan hatinya
Tangan dan kaki ayah berdarah dan patah-patah
Sekali lagi; sekali lagi ayah meremukkan perasaan ibu yang susah payah diobatinya
Sekali lagi; sekali lagi ibu menghancurkan ego ayah yang tak ada lagi penyangga
Sekali lagi; sekali lagi ibu dan ayah menggugurkan harapan buah hatinya
Larik-larik tersebut menggambarkan kondisi keluarga broken home. Ada pertengkaran, ada kekerasan fisik dan psikis, ada luka dan trauma yang membekas di ingatan. Keluarga mempunyai porsi besar dalm kehidupan anak manusia. Situasi dan kondisi di dalam keluarga sangat berpengaruh pada kebahagiaan bagian dari keluarga tersebut. Pertengkaran dan kekerasan akan merusak ikatan batin di dalam keluarga.
Kekurangan puisi ini terletak pada pemilihan kata dan struktur naratif yang terlalu panjang dengan deskripsi menyerupai teks prosa. Bagaimanapun, bahasa puisi adalah kristalisasi gagasan, perlu memilah kata-kata sehingga lebih metaforik. Tidak mengunggapkan gagasan secara gambling atau terang-terangan. Dara perlu mempersolek puisi dengan bentuk-bentuk imaji yang mengkonkretisasi perasaan dan ide yang ingin disampaikan.
Begitu pula dengan puisi kedua dan ketiga yang sebenarnya berpeluang menjadi puisi yang menggetarkan. Larik ini ‘Tenang, tenang, tenang/Di atas tubuh air yang menenggelamkan.’, memberi kesan yang berlawanan, tenang namun juga menakutkan. Juga larik ini: Seorang dengan tas besar berlari-lari dengan mata memerah/Merengkuh tubuh yang tiada lagi bisa menyambutnya/terlambat./Ia pulang tatkala ibunya berpulang. Seandainya Dara mau lebih sabar dalam bermain-main metafora, tentu puisinya tidak sekadar menggambarkan seseorang yang pulang untuk menjenguk jenazah orang tuanya.
Puisi-puisi Dara menyiratkan daya rekam penulis terhadap peristiwa-peristiwa keseharian yang memiliki kesan-kesan puitik dan emosional. Tinggal mengolahnya lebih serius untuk menemukan bentuk-bentuk yang lebih kuat, seperti puisi-puisi Emily Dickinson.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini disediakan untuk penulis pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.