Minggu, 13/7/25 | 23:18 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Pergeseran Nilai-nilai Musyawarah dalam Masyarakat Minangkabau

Minggu, 24/10/21 | 07:10 WIB

Yogi Resya Pratama
(Mahasiswa Jurusan  Bimbingan dan Konseling IAIN Batusangkar)

 

Pada dasarnya Minangkabau terkenal dengan masyarakat beradat yang ditandai dengan perundingan dalam pengambilan suatu kebijakan dan keputusan, baik itu yang berhubungan dengan masalah adat, tata cara kehidupan di masyarakat, pengaturan perilaku, etika, politik, budaya, dan lainnya yang mengarah kepada kemashlahatan bersama. Untuk mencapai hasil suatu perundingan, dipakailah “Musyawarah untuk Mufakat”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), musyawarah mufakat diartikan sebagai pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah bersama. Selain itu, secara sederhana juga dapat berarti berunding dan berembuk. Dawam Rahardjo dalam Ensiklopedi Al-Qur’an memandang bahwa musyawarah adalah suatu forum di mana setiap orang memiliki kemungkinan dalam urun rembug, tukar pikiran, membentuk pendapat dan memecahkan persoalan bersama (Rahardjo, 1996: 440).

Pendapat di atas dipertegas dengan pepatah adat Minangkabau yang berbunyi :
Kato surang dibuleki
Kato basamo dipaiyokan
Kato dahulu ditapati
Kato kamudian dicari
Bulek aia ka pambulua
Bulek kato ka mufakaik

Secara tidak langsung hal ini mengisyaratkan bahwa tidak ada keputusan dalam musyawarah yang lahir atas dasar siapa yang yang paling besar suaranya dan yang paling banyak suaranya atau voting, melainkan hasil telaah secara mendalam dan terukur. Proses pengambilan keputusan menurut adat minang diartikan dari rangkaian mustika adat basandi syarak di Minangkabau, karangan H. Idrus Hakim Dt Rajo Panghulu yang berbunyi :
Bajanjang naiak batanggo turun,
Naiak dari janjang nan di bawah,
Turun dari tanggo nan di ateh,
Babilang dari aso,
Mangaji dari alif,
Kamanakan barajo kamamak,
Mamak barajo ka panghulu,
Panghulu barajo ka mufakaik,
Mufakaik barajo ka nan bana,
Nan bana badiri sendiri,
Nan manuruik alua jo patuik.

BACAJUGA

Puisi-puisi Yogi Resya Pratama

Puisi-puisi Yogi Resya Pratama

Minggu, 01/6/25 | 10:01 WIB
Puisi-puisi Yogi Resya Pratama

Puisi-puisi Yogi Resya Pratama

Minggu, 18/5/25 | 08:43 WIB

Secara nyata, jalan pengambilan suatu keputusan bagi masyarakat Minangkabau adalah jalan mufakat yang dihasilkan melalui musyawarah. Dalam arti lain, musyawarah juga bermaksud jalan menuju kebenaran sebagai suatu tujuan mendapatkan solusi terbaik melalui kesepakatan yang dihasilkan dari pandangan dan pemikiran pelaku musyawarah untuk mencari titik terang suatu persoalan. Kata bajanjang naiak batanggo turun berarti bahwa segala sesuatu memiliki aturan main yang harus diikuti agar musyawarah yang dilakukan berjalan dengan tertib dan terlaksana dengan baik.

Oleh sebab itu, penulis mengartikan musyawarah merupakan pengambilan keputusan yang ditandai dengan “alua jo patuik” atau petimbangan mendalam untuk mencapai suatu kesepakan yang bernilai solutif dan tidak berpihak kepada siapa pun sehingga tidak menimbulkan perselisihan setelah dilakukannya proses musyawarah. Hakikatnya, musyawarah dilakukan bukan karena kebenaran itu datangnya dari individu, melainkan dari kumpulan individu atau kelompok yang menjadi peserta musyawarah. Namun, mufakat menghasilkan keputusan dari berbagai pertimbangan dan tinjauan-tinjauan berupa pengalaman, pengamatan, hingga tingkat keilmuan yang dimiliki setiap orangnya. Keputusan yang dihasilkan merupakan kebenaran yang sebenar-benarnya. Keputusan itu adalah keputusan yang bulat dan didukung penuh oleh semua individu yang turut bermusyawarah.

Saat ini, pada pelaksanaannya, musyawarah telah mengalami pergeseran nilai-nilai dalam pencapaian suatu keputusan. Sebagian besar orang Minangkabau cenderung mengartikan musyawarah tidak harus dilakukan atas dasar “alua jo patuik”, melainkan juga bisa dilakukan dengan voting atau suara terbanyak, bahkan sekarang banyak dijumpai dan dialami sendiri bahwa hakikat musyawarah hanya tinggal sebagai cerita dan kata-kata saja. Sementara itu, dalam praktiknya kita lebih cenderung memutuskan dan mengambil sutu keputusan melalui suara terbanyak atau voting. Namun, dalam tradisi Minangkabau, tidak dipakai istilah voting atau perolehan suara terbanyak dalam pengambilan keputusan. Semua keputusan dilakukan dengan musyawarah sampai tercapainya kata mufakat. Keputusan itu berpedoman pada kebenaran sesuai dengan standar yang terkandung dalam falsafah adat Minangkabau yang berbunyi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” (adat bersendi agama, agama bersendi kitabullah). Apa yang dikendaki dan diperintahkan agama harus diundangkan serta diamalkan dalam adat dan musyawarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Pertama, dilakukan berdasarkan atas kepentingan bersama. Kedua, hasil keputusan musyawarah dapat diterima dengan akal sehat dan sesuai hati nurani. Ketiga, pendapat yang diusulkan dalam musyawarah mudah dipahami dan tidak memberatkan anggota musyawarah. Keempat, mengutamakan pertimbangan moral dan bersumber dari hati nurani yang luhur. Musyawarah berbeda dengan voting. Voting adalah solusi terakhir dalam setiap musyawarah dan tidak dilakukan sembarangan.  Pengambilan keputusan melalui voting harus memenuhi syarat dan metode voting yang tepat untuk permasalahan yang dihadapi, yaitu :

Pertama, voting bisa dilakukan setelah musyawarah dan mufakat tidak bisa menghasilkan keputusan. Sebagai masyarakat yang demokratis, voting merupakan pilihan kedua untuk mengambil keputusan. Musyawarah dan mufakat merupakan metode pengambilan keputusan yang harus dilakukan pertama kali. Jika musyawarah tidak menghasilkan keputusan, baru voting bisa dilakukan. Contohnya dalam rapat RT untuk memutuskan suatu hal jika sudah melakukan musyawarah dan mufakat tetapi belum menemukan jalan tengah dan keputusan harus segera diambill maka voting harus dilakukan. Kedua, voting bisa dilakukan apabila tidak memungkinkan untuk melakukan musyawarah dan mufakat. Biasanya hal ini tergantung keadaan dan peserta atau masyarakat dalam forum. Musyawarah dan mufakat tidak bisa dilakukan bisa disebabkan beberapa hal seperti waktu yang disediakan untuk mengambil keputusan sangat singkat sedangkan permasalahan sangat penting. Ketiga, voting bisa dilakukan jika peserta memenuhi quota forum atau quorum. Voting juga akan sah jika suara memenuhi suara 50+1. Jadi dalam voting, suara terbanyak adalah pemenangnya meskipun hanya selisih satu suara.(dosenppkn.com)

Berdasarkan uraian di atas, voting adalah salah satu metode pengambilan keputusan dengan menggunakan pemungutan suara secara formal melalui perhitungan suara masyarakat yang terlibat dalam suatu acara dengan pertimbangan musyawarah dan mufakat tidak bisa untuk dilakukan lagi dalam mengambil keputusan. Yang perlu ditegaskan lagi, sebagai tambahan syarat yang utama voting harus dilakukan dengan jujur dan dalam memilih tanpa paksaan, kemudian dalam perhitungan suara tidak ada hal yang ditutupi (transparan) serta ketika hasil voting muncul. Semua peserta harus berlapang dada dengan keputusan yang dihasilkan.

Oleh sebab itu, mari menerapkan pengambilan keputusan dengan musyawarah yang sudah mulai memudar di tengah perkembangan zaman yang semakin modern. Meskipun zaman berubah, mestinya nilai-nilai budaya yang positif seperti musyawarah tetap dijaga dan dipertahankan sebagai penanda ciri khas kita masyarakat Minangkabau.

Tags: #Yogi Resya Pratama
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Komunikasi Daring, Emotikon, dan Bahasa

Berita Sesudah

Puisi-puisi Gracia Sintha Femilya  

Berita Terkait

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Minggu, 06/7/25 | 11:11 WIB

Oleh: Aldi Ferdiansyah (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)   Karya sastra adalah hasil proses kreatif yang...

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Minggu, 06/7/25 | 10:56 WIB

Oleh: Nikicha Myomi Chairanti (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Cerita pendek "Seekor Beras dan Sebutir Anjing" karya Eka Arief...

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Minggu, 29/6/25 | 08:21 WIB

Oleh: Nada Aprila Kurnia (Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas dan Anggota Labor Penulisan Kreatif/LPK)   Kridalaksana (2009),...

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Minggu, 22/6/25 | 13:51 WIB

Oleh: Aysah Nurhasanah (Anggota KOPRI PMII Kota Padang)   Kopri PMII (Korps Putri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan organisasi yang...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Ekokritik pada Fabel Ginting und Ganteng (2020) Karya Regina Frey dan Petra Rappo

Minggu, 22/6/25 | 13:12 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Kajian ekokritik membahas hubungan antara manusia, karya sastra,...

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Mencari Titik Temu Behaviorisme dan Fungsionalisme dalam Masyarakat Modern

Minggu, 22/6/25 | 13:00 WIB

Oleh: Nahdaturrahmi (Mahasiswa Pascasarjana UIN Sjech M. Jamil Jambek Bukittinggi)   Sejarah ilmu sosial, B.F. Skinner dan Émile Durkheim menempati...

Berita Sesudah
Puisi-puisi Gracia Sintha Femilya

Puisi-puisi Gracia Sintha Femilya  

Discussion about this post

POPULER

  • Afrina Hanum

    Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Efisiensi di Negeri Petro Dolar: Jalan Penuh Lubang, Jembatan Reyot Vs Mobil Dinas Baru yang Lukai Rasa Keadilan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Forum Mahasiswa Dharmasraya Soroti Konflik Perusahaan dengan Masyarakat, Desak Bupati Bertindak Tegas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 100 Hari Kerja Wali Kota Padang Capai Kepuasan 80 Persen

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penggunaan Kata Ganti Engkau, Kau, Dia, dan Ia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mambangkik Batang Tarandam dalam Naskah Drama “Orang-orang Bawah Tanah” karya Wisran Hadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024