Apakah Anda termasuk orang yang sering menggunakan emotikon ketika mengirim pesan teks kepada seseorang? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), emotikon memiliki makna “n Komp ilustrasi, ikon, atau kelompok karakter pada papan tombol yang menunjukkan ekspresi wajah, sikap, atau emosi, bisa digunakan dalam komunikasi elektronik, media sosial, dan sebagainya”. Selain emotikon, kita juga mengenal istilah emoji dari Jepang. Namun demikian, emotikon dan emoji hampir memiliki fungsi yang sama dalam komunikasi. Emotikon semakin sering digunakan sejak berbagai aplikasi obrolan dalam bentuk pesan menghiasi komunikasi manusia yang dilakukan secara daring (dalam jaringan atau online). Keberadaan komunikasi yang tidak bertatap muka atau bertemu secara fisik ini, secara perlahan mengubah beberapa pola sosial yang ada di tengah masyarakat.
Pola tersebut memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif dari komunikasi daring ini menghubungkan orang-orang dari jarak yang jauh. Setiap orang bisa terhubung meskipun berada di tempat yang berbeda. Dampak negatifnya, kita merasakan mulai berkurangnya interaksi sosial yang pada dasarnya melatih manusia untuk bertutur dan bersikap sesuai dengan keadaan lingkungan sosialnya. Kita bisa mengambil contoh ketika seorang berjanji akan menjemput temannya. Ketika dia sudah sampai di rumah teman tersebut, tentu saja dia akan mengetuk pintu rumah untuk menandakan bahwa dia sudah datang. Saat mengetuk pintu rumah, dia berkemungkinan bertemu dengan anggota keluarga lain, seperti ibu, bapak, kakak, atau adik dari temannya tersebut. Tentu saja, mereka akan berkenalan, melakukan percakapan singkat dan sedikit berbasa-basi. Akan tetapi, ketika dia bisa menggunakan aplikasi mengirim pesan, dia akan mengabari si teman untuk mengatakan bahwa sebentar lagi dia akan sampai di rumah atau mungkin sudah berada di depan rumah. Dia tidak berkesempatan berkenalan dengan anggota keluarga yang lain sebab si teman yang akan dijemput sudah bersiap-siap untuk keluar rumah. Ini hanya salah satu contoh pola perubahan sosial yang disebabkan berubahnya pola komunikasi yang banyak terjadi dewasa ini.
Komunikasi memiliki tiga elemen penting dalam pelaksanaannya, yaitu ada komunikator (orang yang berbicara atau menulis), komunikan (orang yang mendengar atau membaca), dan pesan (informasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan). Selain tiga elemen tersebut, juga ada faktor pendukung lain dari sebuah komunikasi, baik secara internal (dalam diri komunikator dan komunikan), maupun secara eksternal, yaitu media, bahasa tubuh, ruang, waktu, dan sebagainya. Semua elemen dan faktor pendukung tersebut selalu ada dan mempengaruhi kualitas komunikasi. Dari segi waktu, kita bisa mengambil contoh, komunikasi yang dilakukan pada saat sedang bersantai akan berbeda pada saat sibuk. Perbedaan bisa dilihat dari topik pembicaraan, pilihan kata, dan sebagainya. Dari segi ruang, kita bisa mengambil contoh komunikasi yang dilakukan di kafe akan berbeda dengan komunikasi yang dilakukan di ruang kantor. Dua contoh tersebut merupakan faktor pendukung eksternal, yaitu sesuatu yang berada di luar diri komunikator dan komunikan. Berbeda dengan hal itu, faktor internal juga sangat mempengaruhi kualitas komunikasi. Faktor internal ini bisa berupa bahasa tubuh, mimik wajah, kecerdasan, dan berbagai identitas diri yang dimiliki oleh manusia. Akan tetapi, ketika melakukan komunikasi dengan cara daring, ada faktor internal yang tidak bisa terwujud secara sempurna. Komunikasi yang dilakukan secara daring bisa dalam dua bentuk. Pertama, komunikasi dengan menggunakan suara seperti menelepon, panggilan video, atau mengirim pesan suara. Komunikasi semacam ini masih membutuhkan intonasi suara ketika seorang komunikator menyampaikan pesan. Kita tentu sangat memahami bagaimana intonasi seseorang ketika menyampaikan informasi, bertanya, atau marah. Hal ini masih bisa didengar dari nada bicaranya. Akan tetapi, komunikasi yang dilakukan secara daring dengan suara tidak bisa menampilkan bahasa tubuh dan mimik wajah, meskipun ada panggilan video yang bisa mewujudkan itu. Ini juga terjadi dengan komunikasi daring yang dilakukan dengan cara mengirim pesan teks.
Komunikasi yang dilakukan dengan mengirim pesan teks hanya mengandalkan tulisan sebagai media penyampaian informasi. Berbagai intonasi yang bisa diucapkan secara langsung diwakilkan dengan tanda baca. Kita bisa melihat contoh berikut:
- Ini bukumu.
- Ini bukumu!
- Ini bukumu?
Perbedaan tiga tanda baca pada kalimat tersebut mewakili intonasi yang bisa disampaikan secara lisan. Namun demikian, komunikasi dengan suara dan teks sama-sama tidak bisa menampilkan bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Oleh sebab itu, terciptalah emotikon yang bisa mewakilkan berbagai ekspresi manusia tersebut. Hal ini sesuai dengan makna emotikon di dalam KBBI, yang terlah dituliskan di paragraf awal. Di dalam KBBI, emotikon dinyatakan memiliki tujuan untuk menunjukkan ekspresi wajah, sikap, atau emosi. Penggunaan emotikon sudah lama dilakukan oleh orang-orang di Eropa dan Amerika. Sebuah artikel yang terdapat di laman kompas.com dengan judul “Kisah di Balik Terciptanya Emotikon” dituliskan bahwa penggunaan emotikon sebagai penunjang ekspresi dalam berkomunikasi telah dilakukan sejak tahun 1982. Pada saat itu, Sctott Fahlman (ilmuwan komputer) menggunakan emotikon ketika mengirim pesan. Ketika itu, ia membuat ekpresi senyum dengan menggabungkan tiga tanda baca seperti “:-)”. Kemudian, emotikon terus mengalami perkembangan dan dilengkapi dengan banyak warna. Emotikon hadir di dalam berbagai platform dan aplikasi, seperti android, iOS, twitter, WhatsApp, Intagram, dan Facebook. Di dalam aplikasi WhatsApp, terdapat 62 jenis emotikon (belum termasuk variasi warna). Emotikon tersebut terus diperbarui mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan para penggunanya.
Banyaknya jenis emotikon yang tersedia membuat komunikasi pesan teks semakin menarik. Sebagai contoh, kita bisa mengambil cara komunikasi pengguna WhatsApp. Para pengguna WhatsApp sudah bisa mengeskpresikan diri mereka dengan berbagai emotikon yang tersedia, yaitu senyum, sedih, menangis, tertawa, lapar, mengantuk, terkejut, jatuh cinta, semangat, meminta maaf, dan sebagainya. Emotikon ini sangat berperan menunjang bahasa tubuh dan ekspresi wajah manusia. Hal ini bisa kita lihat dalam beberapa contoh berikut:
Itu adalah beberapa contoh penggunaan emotikon yang banyak kita temui akhir-akhir ini. Selain sebagai ekspresi wajah dan tubuh, emotikon saat ini juga meningkatkan kreativitas penggunanya. Mereka menggabungkan beberapa emotikon untuk membentuk gambar-gambar yang menarik. Hal ini banyak kita temui ketika orang-orang mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa pada bulan suci Ramadan, Idulfitri, Natal, tahun baru, kemerdekaan, ulang tahun, dan sebagainya. Berbagai kreativitas dari emotikon ini menghiasi pesan teks kita. Kita, sebagai pengguna aplikasi ini pun merasa memiliki komunikasi yang maksimal karena bisa mengeskpresikan wajah kita, tidak hanya dengan kata-kata. Akan tetapi, semakin lama, beberapa pengguna emotikon ini mulai menganggap bahwa emotikon adalah perwakilan bahasa, bukan perwakilan ekspresi. Ada banyak tuturan yang seharusnya bisa dituliskan dengan kata-kata tetapi justru hanya diwakilkan dengan emotikon. Kita bisa melihat beberapa contoh percakapan pesan teks berikut:
Jika kita melihat kembali makna emotikon di dalam KBBI, telah dituliskan bahwa emotikon merupakan ilustrasi, ikon, atau kelompok karakter pada papan tombol yang menunjukkan ekspresi wajah, sikap, atau emosi. Itu berarti bahwa emotikon hadir bukan untuk menggantikan kata-kata. Hal ini memiliki makna, bahwa dalam komunikasi, emotikon hanya sebagai penunjang ekspresi wajah yang tidak bisa diwujudkan dalam komunikasi pesan teks. Ada ekpresi senyum, sedih, atau tertawa yang seharusnya bisa dilihat secara langsung oleh komunikator atau komunikan, tetapi tidak bisa diwujudkan dalam bentuk teks. Di sinilah peran dari emotikon tersebut. Lebih lagi, sebuah kata memiliki makna yang begitu kuat untuk mengungkapkan perasaan, ide, dan gagasan dari seorang komunikator. Pilihan kata yang diambil seseorang mendukung makna tuturan yang ingin dicapainya. Ini tidak bisa diwakilkan oleh sebuah emotikon. Kita bisa mengambil contoh percakapan berikut:
Dari tiga percakapan ini, kita bisa melihat bahwa A pada percakapan 1 menunjukkan perhatian dengan mengajukan pertanyaan, A pada percakapan 2 menyampaikan informasi, dan A pada percakapan 3 memberikan ucapan selamat dan doa. Layaknya sebuah komunikasi dalam hubungan sosial yang baik, tentu menggunakan sebuah kata atau kalimat (yang memiliki kekuatan makna), lebih baik dituliskan daripada hanya sebuah emotikon. Lebih lagi, seseorang sudah melewati tahap pemilihan kata ketika akan berkata atau menulis sesuatu. Sungguh akan lebih bijaksana jika komunikasi itu juga dibalas dengan kata sebab setiap kata memiliki makna yang berbeda. Ini tidak terdapat di dalam emotikon. Ketika seorang komunikan memilih ungkapan makasih, trims, terima kasih, makasih banyak ya…, thanks, thank you, wah… makasih doanya, memiliki nuanasa yang berbeda. Semua nuansa yang berbeda itu tidak bisa dicapai oleh satu emotikon yang sama seperti tanda merapatkan kedua telapak tangan. Di sinilah kita perlu memahami bahwa peran emotikon adalah ekspresi wajah yang tidak bisa dilihat dan bukan mewakili bahasa.