Rizky Amelya Furqan, S.S., M.A.
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
“lihat dulu tandanya atau tandanya apa”
Kalimat di atas sering terdengar dalam kehidupan sehari-hari. Dalam memaknai suatu hal seseorang juga selalu melihat tanda dari kalimat yang disampaikan ataupun dari sebuah karya yang dibaca. Riffatere, seorang kritikus sastra asal Prancis mengatakan bahwa dalam menjabarkan sebuah arti pemaknaan diperlukan konsep interpretan untuk menggali makna tanda yang lebih kompleks dan komprehensif (Maulana, 2019:68)). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam pemaknaan yang lebih mendalam terhadap suatu hal diperlukan pembacaan terkait tanda yang hadir dalam sebuah kalimat ataupun karya sastra.
Knockin’ on Heaven’s Door yang ditulis oleh Bob Dylan dan dinyanyikan oleh Guns N’ Roses ini telah menerima nobel kesastraan pada tahun 2016. Pada saat itu, Bob Dylan menerima penghargaan pada kategori Menciptakan Ekspresi Puitis dalam Lagu-lagu di Amerika. Lirik lagu ini bisa dianalisis dengan menggunakan analisis Semiotika Riffatere. Pembacaan puisi menurut Riffatere tidak cukup jika hanya dilakukan pembacaan secara heuristik, tetapi juga harus bergerak pada pembacaan hermeneutik. Hal yang sama harus dilakukan pada pembacaan lirik lagu yang ditulis oleh Bob Dylan ini.
Jika dilakukan pembacaan secara heuristik pada judul lagu ini, judul tersebut berarti mengetuk pintu surga. Namun, ketika dilakukan pembacaan secara hermeneutik dapat diartikan sebagai mencari sebuah kekekalan tentang kebahagian. Hal ini dapat disimpulkan demikian karena penggunaan kata heaven (surga). Seperti yang dipelajari dalam agama, ketika menyebutkan kata surga, berarti menandakan tentang kebahagian dan sesuatu yang kekal.
Pembacan secara heuristik pada lirik lagu Bob Dylan ini dapat diartikan seperti ini, Mama, ambil lencana ini dariku. Aku tidak bisa menggunakannya lagi. Hal ini menjadi kelam, semakin kelam untukku lihat. Aku merasakan seperti mengetok pintu surga. Kemudian, terjadi pengulangan kata-kata “tok, tok, mengetok pintu surga” pada larik kedua dan keempat. Pada larik ketiga lagu ini bisa diartikan seperti ini, Mama, letakkan senjata ku di tanah, aku tidak bisa menembak mereka lagi, awan hitam telah datang, saya seperti mengetok pintu surga”. Namun, ketika dilakukan pembacaan secara hermeneutik dapat diartikan sebagai permintaan si aku untuk mengakhiri segala sesuatunya karena keinginan untuk berada pada sebuah kebahagian yang kekal. Kemudian, juga terlihat pengulangan lirik knock-knock-knockin’ on heavens’s door. Pengulangan lirik ini secara terus-menerus menandakan bahwa ada penegasan perihal ia benar-benar ingin berada pada kebahagian yang kekal. Kemudian, juga ada kalimat ambil senjata ini dan dia tidak mampu menembak lagi. Senjata selalu menjadi tanda peperangan dan tidak mampu menembak lagi menandakan ada sebuah keputusasaan. Hal ini, bisa diartikan bahwa dia ingin menyerah pada keadaan.
Setelah ditelusuri latar belakang Bob Dylan menciptakan lagu ini karena kekesalannya terhadap pemerintah Amerika yang mengorbankan banyak tentaranya untuk menyerang Vietnam. Penyerangan tersebut dilakukan hanya untuk mendapatkan pengakuan bahwa negara Amerika adalah penguasa. Dylan membuat lagu ini untuk tantara-tentara yang telah gugur karena tembakan pada saat perang tersebut. Ia berharap bahwa surga menunggu kehadiran tantara-tentara itu.
Riffatere juga menjelaskan karena sebuah puisi berbicara mengenai sesuatu dengan maksud yang lain dan bahasa yang digunakan juga berbeda dengan bahasa sehari-hari. Dengan demikian terjadi beberapa hal terhadap arti sebuah kata dalam puisi ataupun lirik lagi. Hal yang pertama, yaitu penggantian arti (displacing of meaning). Jika penggantian arti dikaitkan dengan lagu Bob Dylan, pada judul sudah terlihat adanya penggantian arti, misalnya pada kata pintu surga, terdapat pergantian arti kata surga menjadi sebuah kebahagian yang kekal.
Setelah penggantian arti (displacing of meaning). Pemaknaan dalam lirik lagu ini juga mengalami penyimpangan arti (distorting of meaning). Penyimpangan arti bisa berkaitan dengan ambiguitas. Pada penggunaan kata Mama, apakah Mama ynag dimaksud di sini adalah seorang wanita yang berperan sebagai orang tua perempuan ataukah Mama merujuk pada kata Tuhan. Pernyataan ini karena ada kata surga atau sesuatu yang berkaitan dengan pencarian kebahagian yang kekal. Kata Mama dapat diartikan sebagai Tuhan karena pada lirik selanjutnya dia menginginkan sesuatu yang ada padanya diambil karena ada kesengsaraan yang dia peroleh ketika menggunakan atau melakukan hal tersebut. Jadi, terdapat keambiguan dengan penggunaan kata Mama.
Penciptaan makna (creating of meaning) juga dapat dilihat pada lirik lagu ini. Hal ini, dapat dilihat dari rima lagu yang terdiri dari empat bait dan masing-masing bait terdiri atas empat larik. Pada larik pertama terdapat pola a-a-a-b, pada larik kedua terdapat pola b-b-b-b, selanjutnya pada larik ke tiga terdapat pola c-a-d-b, dan terkahir pada larik ke empat terdapat pola b-b-b-b, yang memiliki kesamaan dengan pola pada larik ke dua. Riffatere menjelaskan penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi menimbulkan makna di dalam puisi (Maulana, 2019:70).
Selanjutnya, pada pembacaan semiotika Riffatere juga ada istilah atau terminologi hipogram. Hipogram juga terbagi atas dua, yaitu hipogram aktual dan hipogram potensial. Hal yang berkaitan dengan hipogram adalah sem dan praanggapan. Sem dan praanggapan yang terdapat dalam lirik lagu Knockin’ on Heaven’s Door oleh Bob Dylan adalah kata-kata guns yang berkaitan dengan shoot. Ketika ada kata senjata atau pistol selalu akan berkaitan dengan yang namanya penembakan.
Pendeskripsian selanjutnya bisa berkaitan dengan kegelapan yang disebut dalam lirik lagu Knockin’ on Heaven’s Door oleh Bob Dylan pada baris ketiga bait pertama. Kegelapan adalah suatu keadaan yang bisa menggambarkan seseorang berada dalam keadaan sengsara. Kegelapan menjadi suatu keadaan di mana tidak ada penerang sehingga seseorang yang sedang berada dalam kegelapan akan mencoba mencari berbagai cara untuk menemukan cahaya.
Jadi, dari berbagai penjabaran tentang analisis lirik lagu di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menganalisis puisi atau dalam hal ini lirik lagu menurut Rifaterre tidak bisa hanya dimaknai secara heuristik saja, tetapi juga harus dimaknai secara hermeneutik. Hal ini, disebabkan karena makna sebuah puisi tidak akan ditemukan ketika hanya membacanya secara heuristik. Riffatere mengibaratkan puisi sebagai sebuah donat, apa yang hadir secara tekstual adalah daging donat dan ruang kosong di tengahnya yang akan membentuk donat tersebut adalah hipogram, matriks, dan kemudian model sehingga terbentuklah kesatuan tekstual sebuah puisi ataupun syair pada sebuah lagu (Faruk, 1996:25).
Discussion about this post