Covid-19 mengingatkan tentang konsep narasi besar (grand narrative) dari Jean Francois Lyotard, seorang filsuf pencetus teori Postmodernisme yang menyatakan bahwa tidak ada ilmu pengetahuan yang benar-benar total dan abadi dengan kebenaran dan keberadaannya, yang suatu saat akan runtuh. Wacana runtuhnya narasi besar (grand narrative) adalah wacana pemikiran filsafat postmodern yang menyatakan bahwa narasi pengetahuan ilmiah yang ada saat ini tidak merepresentasikan totalitas pengetahuan karena pengetahuan ilmiah yang ada selalu bersaing dengan pengetahuan lainnya (Fahmi, 2013). Pengetahuan-pengetahuan lain yang lebih baru akan terus bermunculan dan mengubah pengetahuan yang ada saat ini. Kebenaran ilmu pengetahuan saat ini mungkin saja terbantahkan suatu ketika. Perubahan ilmu pengetahuan itu juga akan mengubah tatanan kehidupan.
Demikian juga dengan kebenaran atas narasi besar covid-19. Pandemi covid-19 juga dapat menjadi salah satu bukti runtuhnya narasi besar tentang ketidakmapanan ilmu pengetahuan dalam menyejahterakan kehidupan manusia, kegagalan, ketidakmampuan, dan kehilangan kontrol sehingga ilmu pengetahuan menjadi wabah bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, pada masanya nanti, covid-19 juga akan menghilang saat muncul narasi besar lainnya yang mampu menyaingi kebenaran atas keberadaannya. Menuju masa tersebut, kita diharapkan bersabar dan berdamai sampai covid-19 hanya tinggal kisah yang akan diceritakan dalam sejarah.
Kata berdamai memang tidak mudah dilakukan dan tentu tidak semudah mengucapkannya. Berdamai berarti menyerahkan diri sepenuh hati tanpa perlawanan dengan menghilangkan segala kemarahan dan keegoisan dalam diri kita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berdamai berarti berhenti bermusuhan dan berdamai juga berarti membuat kesepakatan dengan pihak yang diajak berdamai. Berdamai dengan covid-19 artinya berhenti menganggap covid-19 sebagai musuh, tetapi berupaya menganggap covid-19 sebagai sesuatu yang harus dihadapi dan diatasi, seperti halnya untuk mengatasi lapar, kita perlu makan, untuk mengatasi hujan, kita perlu payung, untuk mengatasi kekurangpintaran, kita belajar, dan untuk mengatasi covid-19, kita perlu bersungguh-sungguh menjaga kesehatan. Tentang bagaimana cara menjaga kesehatan, saat ini, tentu sudah banyak tutorial kesehatan menghadapi covid-19 yang dapat kita ikuti dan laksanakan. Informasinya ada di mana-mana. Dokter-dokter dan tenaga kesehatan juga tidak pernah lelah untuk mengampanyekan hidup sehat agar terhindar covid-19, seperti sering cuci tangan pakai sabun, pakai masker, jaga jarak, menghindari berkerumun, rajin berolahraga, berjemur di bawah sinar matahari, dan hidup sehat lainnya. Semuanya dikembalikan kepada diri sendiri. Mampukah kita untuk berdamai?
Wabah covid-19 telah mengubah hampir seluruh tatanan kehidupan, tatanan sosial, tataran kesehatan, ekonomi, politik, pemerintahan, pendidikan, seni dan budaya, dunia pertunjukan dan perfilman, teknologi, serta hampir semua tatanan kehidupan. Selain diminta berdamai dengan wabah, kita juga harus berdamai dengan istilah-istilah baru yang bermunculan disertai dengan impelementasinya. Tidak terhitung banyaknya istilah yang bermunculan sejak wabah covid-19 melanda.
Pada masa-masa awal kemunculan covid-19 di Indonesia, muncul istilah social distancing, lockdown, suspek, konfirmasi, kontak erat, karantina, isolasi, pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), orang tanpa gejala (OTG), zona merah, kuning, dan hijau, serta PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) untuk membatasi aktivitas masyarakat karena virus covid-19 yang berkembang melalui interaksi sosial.
PSBB merupakan program pemerintah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan. Sekarang yang terbaru seiring makin tingginya angka penularan covid-19, muncul istilah isolasi mandiri (isoman) karena bangsal-bangsal rumah sakit yang penuh pasien covid-19 dan muncul istilah PPKM (Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) yang tertuang dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2021 yang artinya pembatasan kegiatan sosial masyarakat berbasis pada kota dan kabupaten tertentu. PPKM awalnya berlaku di kabupaten dan kota di Pulau Jawa dan Bali namun sekarang PPKM sudah diperlakukan pada beberapa daerah di provinsi lain yang tingkat penyebaran covid-19 semakin parah.
Selain itu, juga ada istilah PPKM Mikro dan PPKM Darurat. PPKM Mikro dan PPKM Darurat merupakan instruksi langsung dari Presiden Joko Widodo. PPKM Mikro berlaku sejak 22 Juni 2021 sampai dengan 5 Juli 2021. Namun, terhitung tanggal 3 Juli 2021, pemerintah mengubah PPKM Mikro menjadi PPKM Darurat yang berlaku dari 3 Juli sampai dengan 20 Juli 2021. Pemerintah memberlakukan PPKM Darurat tidak hanya untuk 122 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali, tetapi juga berlaku pada beberapa daerah di provinsi lain yang penyebaran kasus covid-19 tergolong tinggi yang disebut dengan zona merah, di antaranya Kota Tanjung Pinang dan Batam di Kepulauan Riau, Kota Medan di Sumatera Utara, Kota Padang dan Bukittinggi di Sumatera Barat, Bandar Lampung di Lampung, Kota Singkawang dan Pontianak di Kalimantan Barat, Kota Bontang, Balikpapan, Kabupaten Berau di Kalimantan Timur, Kota Mataram di NTB, serta Kota Manokwari dan Sorong di Papua Barat.
PPKM Darurat lebih ketat daripada PPKM Mikro dengan rincian aturan sebagai berikut: 1) perkantoran sektor nonesensial wajib menerapkan 100 persen work from home (WFH) atau kerja dari rumah, 2) perkantoran esensial boleh menerapkan 50 persen work from office (WFO) atau kerja dari kantor, 3) untuk sektor kritikal, karyawan boleh WFO dengan menrapkan protokol kesehatan, 4) kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah dan universitas dilaksanakan secara daring, 5) jam operasional supermarket sampai jam 20.00 dengan pengunjung 50 persen dari kapasitas, 6) jam operasional apotek dan toko obat dibolehkan 24 jam, 7)kegiatan pusat perbelanjaan/mall/pusat perdagangan ditutup sementara, 8) restoran/rumah makan tidak boleh makan di tempat atau hanya boleh dibeli dan bawa pulang, 9) kegiatan pembangunan (kontruksi) dan lokasi proyek berjalan 100 persen dengan menerapkan protokol kesehatan, 10) tempat ibadah, masjid, gereja, vihara, klenteng, dan tempat lain yang berfungsi sebagai tempat ibadah tidak ditutup (berdasarkan peraturan hasil revisi tertanggal 10 Juli 2021), 11) fasilitas umum yang mencakup area publik, tempat wisata, atau are publik lain ditutup sementara, 12) kegiatan seni/budaya, olahraga, dan sosial kemasyarakatan lokasinya ditutup sementara, 13) penumpang kendaraan umum, angkutan massal, taksi konvensional dan online maksimal 70 persen penumpang dengan menerapkan protokol covid-19, 14) resepsi pernikahan maksimal dihadiri 30 orang dengan menerapkan protokol kesehatan, 15) pelaku perjalanan domestik yang menggunakan transportasi jarak jauh (pesawat, bus, dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama, serta tes PCR H-2 untuk pesawat dan Antigen H-1 untuk transportasi mobil pribadi, sepeda motor, kereta api, dan kapal laut, 16) saat keluar rumah, masker tetap dipakai dan tidak diizinkan pakai faceshield tanpa masker.
Demikian istilah-istilah yang digunakan terkait dengan perkembangan wabah covid-19 yang berimbas pada muncul istilah-istilah baru dalam bahasa Indonesia. Kita diharapkan mengenal dan memahami istilah-istilah tersebut dengan baik agar dapat mengimplementasikan semaksimal mungkin demi menjadi kesehatan dan berdamai dengan wabah covid-19 yang telah menimbulkan banyak kedukaan dan kesulitan hidup sembari bersabar menunggu runtuhnya narasi besar covid-19 sebagai fakta dari perkembangan ilmu pengetahuan.
Discussion about this post