Minggu, 18/5/25 | 19:55 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Makna Kata “Cukup” yang Tak Secukupnya

Minggu, 27/4/25 | 09:02 WIB
Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies)

Pembahasan Klinik Bahasa Scientia kali ini akan mengulik berbagai hal yang berkaitan dengan kata cukup. Apa yang muncul di benak kita ketika mendengar kata cukup? Ya, ada yang mengaitkannya dengan makna terpenuhinya suatu kebutuhan, tingkatan, kuantitas, kualitas, dan semacamnya. Kata cukup termasuk ke dalam kelas kata adjektiva (kata sifat). Kelas kata dari kata cukup ini bisa berubah jika digabung dengan berbagai imbuhan. Kata cukup bisa masuk ke dalam kelas kata verba (kata kerja) jika berubah menjadi berkecukupan, mencukupi dan mencukupkan, bisa masuk ke dalam kelas kata nomina (kata benda) jika berubah menjadi kecukupan, dan juga bisa tergolong adverbia (kata keterangan) jika berubah menjadi secukupnya. Kata cukup yang tidak digabung dengan imbuhan bisa digunakan secara tunggal, seperti kata sifat lainnya. Berikut ini adalah penggunaan kata cukup yang sederhana:

  1. Uang saya cukup untuk membeli tas itu.
  2. Makanan ini cukup untuk kita semua.

Kata cukup dalam dua kalimat ini memiliki konteks terpenuhinya suatu hal berdasarkan standarnya. Standar kalimat 1 adalah harga tas, sedangkan kalimat 2 adalah jumlah orang yang akan mendapatkan makanan tersebut. Sama halnya dengan kata sifat lain, kata cukup juga bisa ditambah dengan adverbia (kata keterangan) seperti tidak, sudah, dan belum. Berikut ini adalah contoh kalimatnya:

  1. Uang saya tidak cukup untuk membeli tas itu.
  2. Makanan ini sudah cukup untuk kita semua.

Dari pemaparan ini, sepertinya kata cukup bisa dipahami dengan mudah. Akan tetapi, kata cukup ternyata memiliki konteks lain karena juga bisa menjadi kata keterangan bagi kata sifat lainnya. Hal ini berkaitan dengan penegasan untuk tingkat atau level dari kata sifat tersebut. Kita bisa memperhatikan beberapa contoh berikut:

  1. Saya pikir, kue ini tidak manis, ternyata cukup manis.
  2. Cuaca hari ini cukup dingin. Jangan lupa bawa jaket ya!
  3. Menurutku, ujian kali ini cukup mudah.
  4. Kami perlu waktu lebih lama untuk menemukan tempat itu karena lokasinya cukup jauh.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata cukup memiliki 6 makna dengan klasifikasi 5 sebagai adjektiva (kata sifat), dan 1 sebagai adverbia (kata keterangan). Berikut ini adalah maknanya:

BACAJUGA

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB
Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Salam” dan “Salim” saat Lebaran

Minggu, 30/3/25 | 07:07 WIB
  1. a dapat memenuhi kebutuhan atau memuaskan keinginan dan sebagainya; tidak kurang
  2. a lengkap; genap (umur, waktu, dan sebagainya)
  3. a sudah memadai (tidak perlu ditambah lagi)
  4. a lumayan; sedang
  5. a cak agak kaya; berada; tidak kekurangan
  6. adv agak

Berdasarkan berbagai makna yang terdapat di dalam KBBI ini, makna kata cukup yang keenam adalah contoh dari frasa cukup manis, cukup dingin, cukup mudah, dan cukup jauh yang terdapat di dalam kalimat-kalimat sebelumnya. Sampai di sini, kita bisa memahami bahwa kata cukup bisa bermakna ‘terpenuhi’ jika kata ini berdiri sendiri sebagai adjektiva, dan bisa juga bermakna ‘agak’ jika sebagai adverbia untuk adjektiva lainnya. Makna ini menjadi sedikit berbeda ketika menjadi verba (kata kerja) yaitu mencukupkan dan mencukupi. Ketika kata ini menjadi verba, ada objek yang dibutuhkan sebagai sesuatu yang diusahkan menjadi cukup atau ‘terpenuhi’. Contoh kalimatnya adalah: Laki-laki itu selalu berusaha untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.

Hal di atas berbeda dengan verba berkecukupan. Kata berkecukupan diawali dengan awalan ber-. Salah satu makna awalan ber- adalah ‘memiliki’. Dengan demikian, kata berkecukupan bisa dimaknai memiliki segala yang dibutuhkan. Dengan kata lain, kata berkecukupan cenderung dimaknai sebagai ‘kaya’ atau paling tidak orang yang tingkat perekenomiannya berada di atas rata-rata karena segala kebutuhannya terpenuhi sehingga kata berkecukupan menjadi patokan level yang tidak hanya berada di garis normal, tetapi sedikit di atasnya. Kita bisa mengamati contoh-contoh kalimat berikut:

  1. Dia berasal dari keluarga yang berkecukupan.
  2. Di kota itu, mereka hidup berkecukupan.
  3. Karena orang tuanya berkecukupan, dia bisa memiliki banyak fasilitas yang mendukung pendidikannya.
  4. Sebaiknya, kita bisa membantu orang-orang yang tidak berkecukupan.

Kata berkecukupan dianggap lebih halus daripada kata kaya atau miskin dalam strata perekonomian. Oleh sebab itu, kata ini tidak terasa begitu tegas ketika digunakan saat membicarakan tingkat kemampuan finansial seseorang.

Beralih dari kata berkecukupan, selanjutnya kita akan melihat keunikan tingkatan lain yang muncul dari kata cukup. Dalam hal ini, kita akan membandingkan kata cukup dengan secukupnya. Dua kata ini melambangkan dua tingkatan yang sangat berbeda. Jika kata cukup memiliki makna ‘terpenuhinya kebutuhan’, kata secukupnya memiliki makna ‘jangan melewati batas yang dibutuhkan’. Untuk lebih jelasnya, kita bisa membandingkan dua variasi kalimat berikut:

  1. (a) Tidurlah yang cukup!

(b) Tidurlah secukupnya!

  1. (a) Makanlah yang cukup!

(b) Makanlah secukupnya!

Dua kalimat ini tergolong ke dalam jenis kalimat perintah. Di dalam kalimat 1, ada kata kerja tidur. Durasi tidur yang dilakukan secara normal biasanya antara 6 sampai 8 jam sehari. Seseorang bisa dikatakan cukup tidur jika melakukan kegiatan ini antara 6 sampai 8 jam. Di dalam kalimat 1, perintah yang diucapkan adalah perintah untuk tidur. Akan tetapi, kalimat (a) dan (b) memiliki konteks yang sangat jauh berbeda. Kalimat 1 (a) memberi perintah atau saran untuk melakukan kegiatan tidur dengan durasi yang sesuai dengan kebutuhan. Jika seseorang melakukan kegiatan tidur hanya 1 jam sehari, durasi tidur tersebut dikatakan tidak cukup. Dengan demikian, perintah tidurlah yang cukup memberi konteks agar seseorang melakukan kegiatan tidur yang kuantitas durasinya terpenuhi, tidak kurang dari 6 jam. Hal ini berbeda dengan kalimat 1 (b).

Kalimat perintah tidurlah secukupnya memberi makna jangan berlebihan atau melewati kebutuhan durasinya. Artinya, jangan tidur lebih dari 8 jam sehari. Singkat kata, frasa yang cukup mengisyaratkan terpenuhinya kebutuhan, sedangkan kata secukupnya mengisyaratkan jangan melewati batas kebutuhan (berlebihan). Hal ini juga berlaku untuk kalimat 2. Kalimat perintah atau saran makanlah yang cukup sangat berbeda dengan kalimat makanlah secukupnya. Makanlah yang cukup bermakna jangan kurang dari kebutuhan untuk kesehatan tubuh, sedangkan makanlah secukupnya bermakna jangan berlebihan melewati batas yang dibutuhkan.

Kata secukupnya memiliki awalan se- dan diakhiri dengan kata ganti -nya. Salah satu makna awalan se- aadalah ‘sesuai, seperi, sama dengan’ yang dalam hal ini dapat diartikan ‘sesuai yang cukup (dibutuhkan)’ atau ‘seperti yang cukup (dibutuhkan)’. Kata ganti -nya di akhir secukupnya adalah sebagai pengganti aktivitas yang dituju. Dengan demikian, kalimat tidurlah secukupnya bermakna ‘tidurlah sesuai dengan durasi yang cukup sebagai kebutuhan tidur itu sendiri’.

Imbuhan dalam bahasa Indonesia memang sangat memungkinkan bagi sebuah kata untuk bisa mengalami perubahan kelas kata. Sejalan dengan hal itu, makna kata pun akan berubah mengikuti makna yang dibawa oleh imbuhannya. Oleh karena itu, ketika akan menggunakan suatu kata yang berimbuhan, sebaiknya kita memastikan terlebih dahulu apakah maknanya sudah sesuai dengan konteks atau tidak. Hal ini membantu kita untuk terhindar dari kalimat yang tidak efektif dan tidak efisien. Semoga bermanfaat.

Tags: #Reno Wulan Sari
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Gelar Musda, Soksi Nyatakan Dukung Khairunas untuk Maju sebagai Ketua DPD Golkar Sumbar

Berita Sesudah

Mendaki Gunung sebagai Pelarian dalam Film “Sekawan Limo”

Berita Terkait

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

Minggu, 18/5/25 | 10:49 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Setelah menelusuri kosakata bahasa Indonesia dari berbagai kamus-kamus...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Mengenal Angka Romawi

Minggu, 11/5/25 | 07:47 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Angka romawi menjadi salah satu angka yang digunakan...

Memaknai Kembali Arti THR

AI dan Kecerdasan Bahasa Indonesia

Minggu, 04/5/25 | 13:26 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Pengaruh AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan tidak...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Minggu, 13/4/25 | 12:56 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas) Lebaran telah usai. Namun, serba-serbi tentang Lebaran...

Memaknai Kembali Arti THR

Memaknai Kembali Arti THR

Minggu, 06/4/25 | 12:37 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan Prodi S2 Linguistik Universitas Andalas) Salah satu fenomena yang menarik saat Hari...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Salam” dan “Salim” saat Lebaran

Minggu, 30/3/25 | 07:07 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Beberapa hari lagi, umat Islam akan...

Berita Sesudah
Mendaki Gunung sebagai Pelarian dalam Film “Sekawan Limo”

Mendaki Gunung sebagai Pelarian dalam Film “Sekawan Limo”

POPULER

  • Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    Puisi-puisi Karya Farha Nabila dan Ulasannya Oleh Dara Layl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pabrik Karet, PT Teluk Luas Terbakar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jumbo, Cermin Estetika Luka Dewasa di Balutan Imaji Anak-Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Realitas Kekuasaan Budaya Politik Elite di Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Yogi Resya Pratama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024