Nanti, Di Atas Nisanku
jika, nanti aku tiada
tolong tuliskan doa di nisanku
doa-doa yang kutuliskan
pada setiap ruang yang pernah kududuki
sama seperti Eyang Sapardi
yang menulis doa di atas nisannya
ini bukan perihal meniru atau apa pun itu
tetapi hanya untuk mengingatkan
orang-orang yang menjengukku nanti
bahwa aku masih titipkan “diriku”
pada ruang-ruang yang ku singgahi
Kotoran itu Untukmu
banyak sesak yang seringkali tak tersampaikan
banyak rasa yang sering kali terpendam
lalu, banyak tangis yang tiba-tiba pergi
seperti dipaksa hilang oleh keadaan
sebelum sempat keluar
namun, pada satu titik ujung
yang tak tergenggam
semua sesak, rasa, dan tangis
mencoba mendobrak pertahanan, lalu pecah
lega? Mungkin saja
tapi apakah usai, kurasa tidak
mereka tetap di sana
duduk di kursi goyang dan melihat penuh tawa
kau lagi-lagi hanya terkurung
dalam sangkar tanpa bisa mematuk
atau bahkan sekedar pura-pura terbang
dan menjatuhkan kotoran di atas besi baja
pengantarnya kemana-mana
besi bajanya saja tak sanggup kau jamah
apalagi kepalanya
sudahlah. lupakan dan buang kotoran
di dalam sangkar busukmu itu
Tak Terjelaskan
jika ada pantai di depanku
aku hanya mampu mendengarkan
suara ombak yang datang semakin besar
aku hanya mampu melihat langit
yang semakin menguning
semua terasa semakin sepi
lalu bergerak sendu dan aku merasa sabak
tak ada yang ingin kukatakan
aku hanya ingin terlelap bersama buaian angin
yang mengibaskan bagian rok dan juga kardigan panjangku
aku tak mau kopi sekarang, bahkan aku juga tak mau buku
aku hanya ingin diriku dengan pantai dan kawan-kawannya
namun, aku lupa ternyata ada kau
yang menjelma pada setiap sudutnya
Perkumpulan
masih duduk bersama dan tertawa.
masih saling bersenggolan tangan dengan bangga
tak berkain penutup hidung
yang disangkutkan pada daun telinga
lalu, ketika semua semakin parah
malah mencaci maki penguasa
mereka punya banyak kartu
dengan barisan angka panjang di dalamnya
sedang kau, hanya punya caci-maki
dan kata-kata galau di dalam kepala
lalu retakan patah yang ditinggal
orang-orang yang pernah singgah dalam rasa
jika saja virus-virus jahanam
mencoba menggerogoti tenggorokan yang banyak cakap itu
kau bisa apa? bersimbah air mata seperti kau patah terakhir kali?
harusnya kau tak percaya dengan janji
yang sudah dirangkai berkali-kali
bukannya dengan penyakit yang sudah pasti
Biodata Penulis
Rizky Amelya Furqan adalah penikmat rindu, penggila senja, dan penyuka kamu.
Discussion about this post