Yudhistira Ardi Poetra
(Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya)
Tidak terasa, sudah 15 bulan masyarakat Indonesia hidup di dalam kondisi pandemi covid-19. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda pandemi ini akan berakhir dan pergi meninggalkan bumi. Setiap hari, angka kasus baru dan kematian yang diakibatkan oleh virus ini masih sangat tinggi. Menurut data dari JHU CSSE COVID-19 Data, per taggal 28 Juni 2021, terdapat kasus baru sebanyak 20 ribu lebih yang terkena virus covid-19 dan 423 orang meninggal karena virus tersebut. Jika melihat kondisi seminggu terakhir, rata-rata ada 17 ribu kasus baru dan kasus meninggal sebanyak 372 orang.
Berbagai solusi sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menekan angka covid-19 ini agar semakin rendah. Mulai dari meminta masyarakat di rumah saja, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), penerapan protokol kesehatan yang kini dikenal dengan 5M, hingga vaksinasi. Untuk aktivitas masyarakat yang bekerja dan bersekolah, pemerintah pun memiliki anjuran dan peraturannya masing-masing. Pada dunia kerja, pemerintah menganjurkan kepada kantor-kantor baik pemerintah maupun swasta agar menerapkan bekerja dari rumah atau yang lebih dikenal dengan istilah Work from Home (WFH). Untuk sekolah-sekolah, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia juga sudah menerbitkan Surat Edaran Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19, atau biasa dikenal juga dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Realita yang terjadi selama ini, WFH dan PJJ membuat banyak perbedaan yang dialami oleh masyarakat. Tidak semua orang siap untuk melakukan segala aktivitasnya dari rumah. Untuk orang-orang yang sudah lama bekerja di kantor, diinstruksikan untuk bekerja dari rumah secara online. Itu bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dibiasakan. Banyak orang memisahkan antara pekerjaan yang harus dilakukan di rumah dengan pekerjaan yang harus dilakukan di kantor. Begitu juga dengan belajar dari rumah. Pelajar yang biasanya ke sekolah untuk belajar dan berjumpa dengan teman-teman, sekarang tidak bisa lagi merasakan hal yang sama selama pandemi masih melanda.
Rumah adalah tempat yang paling nyaman untuk melepas penat dari segala aktivitas yang orang-orang jalani dari pagi hingga petang, bahkan ada yang dari pagi hingga malam. Kebanyakan orang menjadikan rumah sebagai tempat beristirahat dari rutinitas pekerjaannya dan berkumpul dengan keluarga. Apakah untuk berbagi cerita mengenai kegiatannya seharian penuh atau hanya untuk bersenda gurau bersama keluarga mereka. Namun, belakangan fungsi rumah yang tadinya tempat untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga tampaknya sudah sedikit bergeser semenjak adanya istilah WFH dan PJJ ini. Rumah kini mempunya fungsi lain untuk melakukan aktivitas pekerjaan di kantor atau belajar di sekolah yang sekarang dialihkan semuanya ke rumah.
Banyak keluarga yang mengalami perubahan dalam komunikasi sejak pandemi melanda. Pertemuan di antara anggota keluarga menjadi lebih sering selama pandemi ini. Komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara orang tua dan anak, komunikasi antara adik dan kakak, atau komunikasi antara anggota keluarga dengan anggota keluarga lainnya mengalami perubahan yang lumayan signifikan. Ada yang berubah menjadi lebih baik, namun tidak sedikit yang mengalami kendala.
Dinamika komunikasi antara orang tua dengan anak di masa pandemi begitu dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak berusia sekolah. Jika pada era sebelum adanya covid-19, orang tua hanya diminta bantuan untuk mengerjakan PR (pekerjaan rumah) yang diberikan oleh guru dari anak mereka. Masa pandemi, orang tua sudah mulai memiliki tugas lain, yaitu sebagai guru atau pendamping anaknya selama bersekolah dari rumah. Oleh karena itu, pendidikan anak sudah sangat tergantung bagaimana komunikasi yang terjalin antara mereka bersama orang tuanya selama belajar dari rumah.
Kebiasaan anak-anak ke sekolah selain belajar bersama guru adalah untuk bertemu dengan teman-teman sepermainannya agar ada interaksi sosial dan komunikasi dengan orang lain selain keluarganya. Hal itu tidak dapat dirasakan lagi oleh anak-anak selama sekolah dilakukan secara jarak jauh atau daring. Rasa bosan dan jenuh selalu menghantui sebagian besar anak-anak. Setiap hari, ketika waktu sekolah sudah masuk, anak-anak harus standby mendengarkan penjelasan gurunya di depan laptop atau handphone-nya. Tidak ada aktivitas seperti menjahili teman, mencoret-coret meja sekolah, atau hal-hal unik lainnya yang mungkin dianggap negatif namun mengundang rasa rindu untuk bersekolah.
Orang tua juga memiliki rutinitas baru yang berbeda dari sebelumnya. Orang tua benar-benar dituntut untuk bisa mendampingi anaknya selama belajar dari rumah. Orang tua harus memiliki kesiapan mental agar bisa menjaga mood anak mereka agar tidak malas untuk belajar dan betah berada di rumah. Dengan kembali meningkatnya angka kasus covid-19 yang melanda di sebagian besar wilayah Indonesia, muncul kemungkinan bahwa pengetatan mobilitas sosial masyarakat akan kembali diberlakukan. Tidak menutup kemungkinan, juga pelajar dan mahasiswa akan kembali belajar dari rumah masing-masing. Ini berarti, tugas orang tua sebagai guru atau sebagai pendamping anak selama PJJ akan bertambah durasinya.
Ada beberapa kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi selama pandemi ini. Bahkan, seperti yang diberitakan suara.com pada 5 Juni 2021, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasa Putra mengungkapkan selama pandemi Covid-19, 70 persen kekerasan terhadap anak dilakukan oleh ibu. Para ibu yang tidak siap menjalankan peran mereka yang mulai bertambah selama pandemi, pada akhirnya tidak kuat mental dan melakukan tindak kekerasan terhadap anak yang sebenarnya tidak siap dengan kehidupan yang mereka jalani selama pandemi.
Dinamika komunikasi juga sangat dirasakan oleh suami istri yang pekerjaannya ikut kena dampak pandemi covid-19. Untuk para suami atau istri yang kini menjalani WFH, ada hal positif dan negatif yang mereka rasakan selama bekerja dari rumah. Untuk beberapa bulan awal menjalani WFH, banyak suami istri yang merasakan betapa indahnya hari-hari mereka jalani bersama di rumah selama 24 jam dalam seminggu penuh. Hal tersebut biasanya mereka dapatkan hanya pada akhir pekan saja. Namun, setelah menjalani WFH beberapa bulan, walau sempat kembali bekerja ke kantor, sekarang, mereka harus WFH kembali karena angka kasus yang meningkat. Ada perubahan yang mereka alami karena kebingungan menjalani aktivitas yang seharusnya dikerjakan di kantor bersama rekan kerja, kali ini, harus dikerjakan di rumah. Sekali pun bertemu dengan rekan kerja hanyalah sebatas komunikasi virtual melalui aplikasi-aplikasi yang banyak digunakan saat ini.
Lain lagi dengan perubahan komunikasi yang dirasakan oleh keluarga yang pekerjaannya benar-benar terdampak pandemi covid-19 atau keluarga yang di-PHK. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan baik besar maupun kecil memutus hubungan kerja para karyawan karena tidak mampu membayar upah dan karena produktivitas kerja tidak sebesar sebelum pandemi. Pengurangan karyawan tidak hanya berimbas pada karyawan swasta. Karyawan kontrak yang bekerja di instansi-instansi pemerintah juga merasakan pahitnya kehilangan pekerjaan karena pandemi.
Bagi beberapa suami istri, kehilangan pekerjaan membuat hubungan mereka semakin kuat dan saling menyemangati pasangan. Ada yang beralih membuka usaha, ada yang mencari pekerjaan lain, dan ada beberapa yang menjadi lebih kreatif dan sukses menjadi youtuber atau pembisnis. Namun, tindakan kekerasan terhadap istri yang faktor terbesarnya dikarenakan ekonomi juga meningkat signifikan selama pandemi. Kementrerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat bahwa kekerasan terhadap perempuan meningkat dari 1.913 kasus menjadi 5.551 kasus selama masa pandemi.
Ada beragam dinamika komunikasi keluarga yang berkembang selama pandemi covid-19 di Indonesia hingga saat ini. Ada yang berubah menjadi lebih romantis dan harmonis dikarenakan waktu bersama keluarga menjadi lebih banyak. Ada juga yang berubah menjadi mencekam dan tidak sejuk karena terlalu banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah dengan kondisi yang tidak stabil, serta berkurangnya aktivitas sosial di luar rumah. Ada juga sebagian keluarga yang komunikasi keluarga tidak berubah besar dikarenakan pandemi dan mampu sama-sama beradaptasi terhadap pandemi.
Komunikasi antar anggota keluarga sangatlah penting untuk dijaga agar hubungan keluarga semakin dekat antara satu sama lain. Quality time harus dimiliki oleh setiap anggota keluarga agar komunikasi yang mereka lakukan adalah komunikasi yang penuh dengan canda tawa, suka cita, dan penuh keharmonisan. Meskipun rumah kini tak lagi hanya tempat untuk menghabiskan waktu untuk keluarga dan sudah dibagi untuk tempat melakukan aktivitas pekerjaan atau sekolah, indahnya komunikasi bersama keluarga tetap harus selalu terjaga.