Beberapa proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dapat dirumuskan kaidahnya secara teoretis. Rumus tersebut mempunyai pola yang tetap dan dapat dipedomani sebagai sebuah kaidah yang sudah pasti. Salah rumus yang ditetapkan untuk proses pembentukan kata adalah rumus yang berlaku pada afiksasi atau proses penggabungan afiks pada bentuk dasar atau kata dasar. Proses ini menghasilkan beberapa rumus, salah satunya peluluhan atau peleburan huruf pertama kata yang berawalan KTSP saat bergabung dengan awalan me-.
Contoh-contoh peluluhan huruf diawali KTSP dapat kita lihat dari huruf k pada kata kopi. Huruf tersebut akan luluh saat bergabung dengan awalan me- atau afiks me-. Peluluhan tersebut menghasilkan kata mengopi. Demikian juga kata tunjuk yang diawali dengan huruf t yang meluluh saat bergabung dengan awalan me- sehingga menjadi menunjuk. Hal ini juga berlaku untuk kata yang diawali dengan huruf s seperti kata sontek saat bergabung dengan awalan me- akan meluluh dan berubah menjadi menyontek. Demikian juga dengan kata yang diawali oleh huruf p seperti pukul menjadi memukul setelah bergabung dengan awalan me-
Namun, selalu ada pengecualian untuk proses bentukan yang bergabung dengan kata-kata tertentu. Rumus tersebut tidak berlaku mutlak untuk semua kata yang berawalan KTSP. Salah satu yang tidak luluh saat bergabung dengan awalan me- adalah gugus konsonan atau kluster. Gugus konsonan atau kluster adalah dua konsonan yang berderet dan dibaca sebagai satu kesatuan. Moeliono (1988) menyebut gugus konsonan sebagai deretan dua konsonan atau lebih yang tergabung ke dalam silabel atau suku kata yang sama.
Gugus konsonan juga dikenal sebagai konsonan rangkap. Contoh gugus kosonan yang diawa huruf KTSP, yaitu kr pada kata kritik, tr pada kata transformasi, pr pada kata produksi, dan str pada kata struktur. Kata-kata tersebut tetap utuh dan tidak luluh saat bergabung dengan awalan me-, yaitu menjadi mengkritik, mentransformasikan, memproduksi, dan menstrukturalisasikan.
Proses pembentukan kata seperti di atas dalam bidang linguistik disebut dengan morfofonemik. Kridalaksana (2001) menyebut morfofonemik atau morfonologi sebagai struktur bahasa yang menggambarkan pola fonologis dari sebuah morfem termasuk peluluhan (peleburan), penambahan, pengurangan, penggantian, dan perubahan tekanan bangun morfem atau pola morfem.
Kajian atau penelitian terhadap morfofonemik merupakan kajian yang menarik karena dapat menjelaskan proses pembentukan kata secara konkret, detail, dan mendalam. Namun, faktanya topik ini masih jarang dipilih oleh peneliti ataupun mahasiswa bidang linguistik karena cukup rumit. Akhirnya, hanya satu atau dua orang saja mahasiswa bidang linguistik yang berani membahas topik ini dalam skripsi, tesis, ataupun disertasi mereka.
Kembali pada kaidah penggabungan awalan me- dengan kata yang berawalan huruf KTSP. Beberapa media massa juga sudah patuh pada hukum atau kaidah peluluhan KTSP yang bergabung dengan awalan me- ini. Sebagian media lainnya masih bertahan dengan pola lama yang acak. Ada yang ditulis luluh dan ada yang tidak. Beberapa media besar di Indonesia mempunyai pandangan yang berbeda soal kaidah peluluhan kata yang berawalan KTSP ini dalam bahasa Indonesia, misalnya Kompas mengikuti pola peluluhan KTSP saat bergabung dengan awalan me-, sedangkan Koran Tempo tidak terikat pada hukum atau kaidah tersebut. Redaksi setiap media massa mempunyai pilihan masing-masing dalam menerapkan kaidah peluluhan KTSP yang bergabung dengan awalan me- ini. Namun, alangkah baiknya jika media massa mulai mengikuti kaidah bahasa Indonesia yang benar dalam penulisan beritanya. Salah satunya meluluhkan KTSP saat bergabung dengan awalan me- yang disertai dengan huruf vokal dan tidak meluluhkan KTSP yang berupa gugus konsonan atau kluster.
Discussion about this post