Puisi-puisi Isnaini Fadhillah Saragih
Nama yang Ibu Buat Tidak Berawalan S
Saat pekikan itu datang dadaku berdesir
Adakah tamu itu belum juga diusir?
Di pangkuan Ibu aku pulang
Bilang benci kalau pekikan itu diberi ruang
Maka esok, saat pekikan itu kembali datang
Tak kubukakan gerbang, tak kubuatkan pisang goreng
Biar dia letih menyerang
Aku cabuti saja rumput yang sudah memanjang
Dia pulang, hatiku pun tenang
Sumatera Utara, 2024
Ibu Buat Nama Adikku Berawalan K
Kepalaku penuh, dihantam badai yang semoga tak menjadi nyata
Aku takut kehilangan kendali, lalu besok lupa aku ini siapa
Pagi ini sembuh nanti sore kambuh
Nanti kambuh besok tertawa gemuruh
Aku ini hilang lalu datang
Sebentar riang sedihnya panjang
Jangan dipasung
Biarkan saja aku berlarian dengan kaki telanjang
Sumatera Utara, 2024
Namaku Berawalan I
Ini malam, lindapan lampu di atas kepalaku berlubang
Aku belum ngantuk sampai pukul 12 teng
Malam, terlelap aku sangat mau
Kasihan kapsul penenang yang tak bisa meninabobokkanku
Malam, beri aku kapal dan senandung
Aku mau berlayar dan tumbang
Sumatera Utara, 2024
Padahal Ibu Suka Huruf Z
Jangan bilang “ingatkan aku”
Saat inisal namaku saja aku lupa dari huruf apa dibuatkan ibu
Jangan cap aku “kurang iman”
Saat adzan berkumandang saja kau sibuk menghitung kesabaran
Aku memang tak berdarah tapi ini sakit sungguhan
Aku ini bekerja tapi hilang kendali tanpa kau sangkakan
Biji matamu bulat sedang aku redup,
Takut dibayangi hal-hal yang tak cukup.
Sumatera Utara, 2024
O Golongan Darah Ayah
Darah ayah mengaliri hidupku
Ia gila, dan kurasa setengahnya aku meniru
Oh, ini yang mereka sebut gila itu
kendali yang tak bertali
tali yang tak mengait.
Sumatera Utara, 2024
Tentang Penulis
Isnaini Fadhillah Saragih lahir di Sumatera utara pada 12 Desember 1996. Cerpennya yang berjudul “Celana Bolong” pernah diterbitkan di Harian Waspada. Beberapa karyanya juga pernah memenangkan lomba dan diterbitkan dalam antalogi cerpen, salah satunya adalah cerpen berjudul “Seseorang yang Paling Ingin Kuajak Berbincang”. Wanita berdarah Batak ini dapat dihubungi melalui akun instagram pribadinya @itsneyn_12.
Pesan Khusus di Balik Puisi Inisial
Oleh Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Malam, beri aku kapal dan senandung
Aku mau berlayar dan tumbang
Puisi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yakni poites, yang artinya pembangun, pembentuk, dan pembuat. Puisi dalam bahasa Inggris disebut poem atau poetry yang memiliki arti membuat dan pembuatan. Dalam bahasa latin, puisi berasal dari kata poeta yang artinya membangun, menyebabkan, menimbulkan dan menyair. Dalam perkembangannya, puisi bisa diartikan sebagai hasil seni sastra yang di dalamnya terdapat susunan tertentu. Melalui puisi, penyair bisa menciptakan dunia tersendiri yang di dalamnya berisi pesan dan cerminan suasana tertentu, baik secara fisik maupun batin (Setiawan, 2019).
Puisi merupakan sistem tanda (semiotika) yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Puisi juga menjadi suatu ekspresi yang tidak langsung. Oleh sebab itu, bahasa yang menjadi mediumnya tidak hanya sebatas bahasa sebagai Langue (bahasa dalam sistem linguistik) tetapi juga memiliki makna dalam sastra yang dapat merefleksikan banyak hal dan multi tafsir (Endraswara, 2013).
Sebagai sebuah genre, puisi tentunya berbeda dengan novel, drama atau cerita pendek. Perbedaan tersebut terdapat dalam komposisi dengan konvensi yang ketat. Oleh sebab itu, puisi merupakan bentuk sastra yang paling padat dan terkonsentrasi. Kepadatan komposisi tersebut ditandai dengan pemakaian sedikit kata, namun bisa mengungkap lebih banyak hal (Siswantoro, 2010).
Hal tersebut secara implisit menjelaskan bahwa puisi sebagai bentuk sastra menggunakan bahasa sebagai media pengungkapnya. Meskipun demikian, puisi memiliki ciri khas tersendiri, yakni puisi dapat mengungkap lebih intensif dan lebih banyak daripada kemampuan yang dimiliki oleh bahasa biasa.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat lima buah puisi karya Isnaini Fadhillah Saragih. Kelima puisi gadis Batak ini berjudul “Nama yang Ibu Buat Tidak Berawalan S”, “Ibu Buat Nama Adikku Berawalan K”, “Namaku Berawalan I”, “Padahal Ibu Suka Huruf Z”, dan “O Golongan Darah Ayah”. Judul kelima puisi sama-sama mengandung sebuah huruf tunggal yang menjadi daya tarik.
Puisi pertama, “Nama yang Ibu Buat Tidak Berawalan S”, memberi isyarat mengenai gaya puisi-puisi Isnaini yang cenderung naratif dan personal. Struktur teks puisi menggunakan kalimat naratif seperti ini ‘Saat pekikan itu datang dadaku berdesir/ Adakah tamu itu belum juga diusir?’ Struktur ini memberikan gambaran peristiwa yang terjadi di dalam sebuah realitas imajiner yang diciptakan penulis. Pembaca tidak diberikan petunjuk jelas tentang ‘nama berawalan huruf S’, apakah itu mengacu pada si tamu atau siapa.
Secara sederhana, puisi ini mengungkapkan ketidaksenangan hati si aku lirik atas kedatangan seorang tamu ke rumah ibunya. Dia merasa benci dan gundah sehingga berencana akan menghalangi si tamu masuk ke dalam rumah, ‘Maka esok, saat pekikan itu kembali datang, Tak kubukakan gerbang, tak kubuatkan pisang goreng, Biar dia letih menyerang’. Tingkah aku lirik terkesan kekanak-kanakan, tapi itu ungkapan ketidaksukaan yang jujur.
Puisi kedua, “Ibu Buat Nama Adikku Berawalan K”, juga memberi teka-teki melalui inisial K yang menjadi nama si adik. Siapa sebenarnya K? Siapa pula aku di dalam puisi, apakah narator atau si adik yang namanya berawalan K? Baris ini ‘Kepalaku penuh, dihantam badai yang semoga tak menjadi nyata/ Aku takut kehilangan kendali, lalu besok lupa aku ini siapa’ memberi gambaran tentang kodisi psikis aku lirik yang mengalami gangguan. Lebih jauh, penulis melukiskan kondisi aku lirik ‘Pagi ini sembuh nanti sore kambuh/ Nanti kambuh besok tertawa gemuruh/ Aku ini hilang lalu datang/ Sebentar riang sedihnya panjang’, kondisi ini terlihat cukup buruk.
Puisi sering digunakan untuk melepaskan emosi atau perasaan yang berkecamuk di relung kalbu penyair, baik yang menyangkut kehidupan pribadinya, maupun resonansi dari kehidupan orang lain yang tercerap ke batinnya didorong oleh adanya empati. Seorang penulis dengan kepekaan imajinasinya dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain kemudian mengekspresikan seolah merupakan pengalaman pribadinya.
Puisi kedua ini mengarah ke persoalan sosial yang dialami penderita gangguan mental atau dalam istilah kesehatan disebut ODGJ (orang dengan gangguan jiwa). Apa yang mereka alami dan rasakan tidak mudah dipahami oleh orang normal. Mereka terlihat aneh dan menakutkan, namun Isnaini berpesan lantang: ‘Jangan dipasung/ Biarkan saja aku berlarian dengan kaki telanjang!’. Bersyukurlah kita yang hdup dalam kondisi normal.
Puisi kedua ini bertautan makna dengan puisi terakhir “O Golongan Darah Ayah”, begini isinya: ‘Darah ayah mengaliri hidupku/ Ia gila, dan kurasa setengahnya aku meniru/ Oh, ini yang mereka sebut gila itu/ kendali yang tak bertali/ tali yang tak mengait.’ Aku lirik mengaku bahwa ayahnya gila dan dia mewarisi kegilaan itu di dalam dirinya. Orang yang sama-sama memiliki kelainan memang cenderung lebih dapat memahami keganjilan-keganjilan.
Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) merupakan orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang bermanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Salah satu jenis gangguan jiwa adalah gangguan jiwa psikotik, dimana individu kesulitan untuk membedakan realita dengan halusinasi. Meskipun demikian, individu yang mengalami gangguan psikotik sangat bisa dipulihkan dengan pengobatan yang baik dan dukungan dari lingkungan sekitar. ODGJ sering mengalami masalah kekerasan fisik dan emosional di fasilitas pelayanan kesehatan dan juga masyarakat, kurangnya kepedulian dan kurangnya tenaga kesehatan yang berkompeten serta buruknya fasilitas yang ada mengarahkan individu dengan masalah kesehatan jiwa rentan mengalami kekerasan.
Puisi-puisi Isnaini mempunyai keunikan dengan gaya bertutur penuh teka-teki, namun dapat dinikmati dan berhasil menggugah kepedulian terhadap orang lain di lingkungan sekitar kita. []
Tentang Kreatika
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post